23. Lika-Liku Menuju Halal 3

103 20 0
                                    

Selama ini yang bisa Andreas Wyle lakukan untuk mengetahui kabar putranya adalah dengan melihat dari portal berita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selama ini yang bisa Andreas Wyle lakukan untuk mengetahui kabar putranya adalah dengan melihat dari portal berita. Penyesalan dan rasa bersalahnya lebih besar dibanding nyalinya. Pria berumur 65 tahun itu sadar betul telah melakukan kesalahan fatal di masa lalu hingga membuat sandangan ayah pada dirinya tercabut dari seorang Afnan.

Kakinya yang kian rapuh terenggut beberapa kali pengangkatan edema, gemetar menjejak pertama kali di gedung futuristik itu. Gedung milik putranya, hasil kerja keras anaknya tanpa campur tangannya sedikitpun.

Ya, baginya Afnan keras kepala. Bahkan saat Andreas Wylie di puncak kejayaan, Afnan tak menggubris hartanya. Meskipun beberapa kali menawarkan diri sebagai investor, tapi Afnan tetap teguh pendirian menolak segala hal pemberiannya. Namun dapat Andreas rasakan saat ini, putranya bukan keras kepala, melainkan gigih. Berjuang untuk masa depan dengan kesuksesan yang bukan dinikmati di dunia saja, melainkan dibawa sampai kehidupan setelah di bumi.

"Maaf, saya mau tanya ruangan Ibrahim Afnan dimana ya?" tanya Andreas pada staf frontliner.

"Bapak sudah buat janji temu?"

Pria itu tercenung, mengingat dirinya pernah ada di posisi seperti itu. Siapapun yang mau bertemu dengannya harus ada janji temu. Namun kini siapapun bisa dengan semena-mena masuk ruangannya, tanpa izin bahkan seringkali menyindirnya segala hal.

"B-belum, saya belum ada janji temu," jawabnya gagu.

"Maaf Pak, tapi peraturannya harus ada janji temu dulu, minimal menghubungi sekretarisnya," ucap pegawai itu menyesal.

"Tapi saya— kerabatnya." Hampir saja Andreas menyebut 'ayahnya', namun sadar diri.

Pegawai itu tersenyum santun, kemudian menggeleng. "Mohon maaf tetap tidak bisa, Pak. Kebetulan Pak Afnan sedang keluar dengan Pak Dewangga dan Pak Arsean sejak pagi, jadi hari ini tidak ada di kantor."

Pasrah. Afnan terlalu sulit digapai olehnya. Atau karena ia yang lebih dulu mengabaikan gapaian Afnan saat anak itu membutuhkan sosoknya? Pria itu meninggalkan lobi gedung dengan lesu. Matanya tak ada binar, padahal kedatangannya berniat untuk memberikan selamat.

Tapi bagaimanapun keras hatinya di masa lalu, ia akan luluh juga dengan anaknya. Terlebih ketika anak itu berhasil mengangkat derajat keluarga. Binar mata Andreas kembali tercipta, senyumnya perlahan terbentuk ketika ia melihat Afnan dan dua kawannya memasuki lobi gedung dengan obrolan dan tawa yang sangat menarik jika ingin bergabung. Putranya sudah mapan, penampilannya kian hari kian menarik, tapi pribadinya tetap membumi. Tidak seperti Andreas muda yang dengan tanpa dosa menghardik pegawai kebersihan karena sepatunya terkena percikan air pel. Namun Afnan? Pria baik itu membungkukkan setengah badan manakala melewati pegawai yang lebih tua darinya, siapapun, bahkan pegawai kebersihan, padahal posisinya lebih tinggi.

"Kalina, kamu didik dia dengan sangat baik," kata Andreas masih sambil memperhatikan Afnan.

Dari tempatnya berjalan, masih dapat Afnan kenali dengan jelas pria yang terpaku memandang kepadanya dengan mata berair. Bibirnya yang tercipta tawa memudar berganti dengan wajah penuh ketegasan.

Kalam Cinta Dua SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang