"Mas?" Bu Kalina mengambil tangan Afnan. Ditatapnya tangan kokoh itu dan tanpa sadar matanya mengembun.
"Mama nangis?" Afnan memperhatikan lebih jelas mata Bu Kalina. Benar, disana sudah turun satu per satu butir noktah bening.
"Tangan ini yang udah melindungi Mama dan Rere ... dan tangan ini juga yang akan melindungi Salma," ucap Bu Kalina parau. Wanita itu mengusap lembut setiap jemari putranya. "Jaga dan lindungi Salma sebaik mungkin ya, Mas?"
Afnan tersenyum tulus, dipeluknya Sang Mama erat. Mendekap surganya.
Akan ada tanggung jawab baru mulai hari ini dan sepanjang hayatnya. Amanah yang akan ia jaga sebagaimana ia menjaga dua wanita berharga dalam hidupnya sebelum Salma.
"Afnan akan terus berusaha sebaik yang Afnan mampu, Afnan akan sekuat tenaga jaga Salma, dan Afnan juga akan terus menjaga Mama dan Rere."
Dikecupnya kening Bu Kalina dengan haru. Menyampaikan rasa hormat terdalam darinya untuk wanita yang membawa ia menapak dunia.
Bu Kalina merapikan pakaian Afnan. berwarna putih dipadukan tenun gading, melekat pas dengan tubuh tegap putranya.
"Anak Mama dua kali lipat lebih gagah, lebih ganteng, lebih berkarisma, lebih ...."
"Udah Ma ... nanti Mas besar kepala, berat kan?" timpal Afnan dengan tawanya yang khas.
"Mama bangga sama Mas, cuma itu yang bisa Mama sampaikan."
"More than enough," jawab Afnan.
Jam menunjukkan pukul 08.30, artinya akan ada waktu 30 menit lagi untuk Afnan akhirnya berganti status. Debarannya makin menit makan memuncak. Namun seperti biasa, As-Syarh 1000 kali yang ia dzikirkan membuatnya jauh dari panik.
"Mama mau ke Rere dulu ya?"
"Mas belum ketemu dia dari tadi, lagi sama Salma?"
Bu Kalina mengangguk dengan kekehan. "Rapet banget nggak mau pisah!"
Afnan tertawa, kemudian ia berpisah sementara dengan Mamanya. Pandangannya teralih pada gedung-gedung pencakar yang bisa ia lihat dari jendela besar. Menanti-nanti waktu berlalu, menyiapkan hati bertemu kembali dengan Salma selepas temu terakhirnya di rumah sakit.
Bagaimana wanita itu? Padahal mereka ada di satu tempat yang sama.
"Our manten laki!" ujar dua suara nyaring itu. Siapa lagi jika bukan Dewa dan Sean. Afnan segera memeluk mereka.
"Jangan banyak ngelamun, nanti lo nggak sadar waktunya kelewat, masa yang jadi suaminya Salma diganti gue, kan nggak lucu!" kelakar Sean.
"Gue cuma lagi mendamaikan perasaan," kilah Afnan.
"Penganten auranya beda!" Dewa menepuk-nepuk dua pundak Afnan. "More charismatic!" lanjutnya seraya menjentikkan jari.
"Thanks!" Afnan memperhatikan penampilan Sean dan Dewa yang juga memakai pakaian sama dengannya namun dengan warna biru muda. "Kalian berdua udah persis mau nikah masal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalam Cinta Dua Surga
EspiritualYang namanya terlalu dalam jatuh cinta, harus siap menanggung resiko besar. Ditinggal pergi tanpa permisi, misalnya. Ibrahim Afnan pernah begitu dalam jatuh cinta pada seseorang, cinta pertamanya. Namun cinta pertama yang tumbuh, harus musnah oleh l...