Namamu selalu tersebut dalam setiap untaian doaku. Tak tahu mana yang lebih dulu Allah kabul. Tapi keyakinanku tetap utuh, biar doaku dan takdirmu bertarung di langit begitu riuh.
____________________
"Pulang ya Nak, kan udah sehat?" mohon Umi pada seorang gadis yang ia tatap dari layar ponsel.
"Seza masih betah disini, Umi ... aku mau mulai kerja lagi. Lagian di Jakarta ngapain? Numpang hidup sama Abi dan Umi?" balasnya dengan kekehan. "Aku nggak mau ngerepotin Abi dan Umi lagi, jadi tolong ... ridhoi aku buat mandiri."
Salma geleng-geleng dengan kebebalan adik angkatnya itu. "Ini kalau Sal ada waktu buat kesana, udah Sal geret kamu!"
Terdengar tawa renyah Seza. "Jangan lah Mba Sal, udah ... jangan capek-capek buat bawa aku pulang lagi, aku udah nyaman sama tempat tinggal aku."
"Di mess kecil kamu bilang nyaman, Za?" Kali ini Abi yang berbicara. Tatapannya sangat serius sampai kacamatanya menurun. "Kamu nggak kasihan sama Umi Abi? Belum lagi kondisi kamu sewaktu-waktu bisa kambuh, Singapura terlalu jauh buat Abi bisa kontrol kamu, setiap hari Abi selalu inget sama Almarhum Ayah Ibu kamu, anaknya jauh nggak bisa Abi liat. Beban pikiran, Za."
Seza tampak tak bisa berkutik, bibirnya terlipat.
"Abi bilang kayak gitu, bukan berarti Abi udah nggak mau urusi pengobatan kamu di Singapura, tapi liat dari kondisi kamu sekarang, kamu udah bisa rawat jalan di sini, di Jakarta nggak kalah bagus kok, biar Abi sama Umi bisa lebih deket pantau kondisi kamu," lanjut Abi masih berusaha membujuk keponakannya.
"Dengerin ya Za? Pikirin baik-baik," kata Salma.
"Okey ... Insya Allah aku pulang, nanti aku cari waktu yang pas ya?" jawab Seza mengundang senyum lega.
"Abi jemput ya?" tawar Abi.
"Nggak usah, Abi ... kan aku tadi bilang, aku udah bisa mandiri, jadi jangan repot-repot lagi."
"Tapi secepatnya ya? Jangan lama-lama disana," pinta Umi.
"Iya, Umi Aisha ...."
Salma tertawa melihat Seza mencebik. Jika tidak ada paksaan lebih kuat, Salma tahu Seza pasti akan terus bertahan disana.
"Bunda Sal, kata Kak Renata, Mas Afnan udah datang," ucap salah satu anak panti membuat senyum Salma terukir lebar. Tak sabar.
"Oke Gia, kita siap-siap ya?" ujarnya seraya mencubit pipi tembam Jannati berusia enam tahun itu.
Salma beralih lagi pada ponselnya, masih terhubung dengan video call Seza. "Za, aku tutup dulu ya? Aku mau kasih surprise buat suami aku," katanya dengan rona di pipi.
"I-iya— Mba Sal ... pasti ... suami Mba Sal suka banget."
"Semoga!" seru Salma antusias. "Kamu jaga diri ya? Jangan makan aneh-aneh, keluar rumah jangan lama-lama, take care, and I really care to you, kamu harus tau itu," pesan Salma tegas membuat Seza terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalam Cinta Dua Surga
EspiritualYang namanya terlalu dalam jatuh cinta, harus siap menanggung resiko besar. Ditinggal pergi tanpa permisi, misalnya. Ibrahim Afnan pernah begitu dalam jatuh cinta pada seseorang, cinta pertamanya. Namun cinta pertama yang tumbuh, harus musnah oleh l...