Terkenang jelas di ingatan Rere, beberapa tahun lalu ketika Mamanya yang ia kira akan dipeluk oleh Sang Papa namun akhirnya terbanting ke lantai sampai memar dan berdarah. Ingatan itu membuat dirinya terkulai tak berdaya.
Gemetar tubuh Rere, nafasnya semakin tercekat, mengembun matanya sampai perih tak tertahan. Pandangannya kaku terkunci, kakinya mulai lemas, seiring dengan sergapan cepat dari Afnan menjauhkan pria tua itu dari dirinya.
"ANDREAS WYLIE, JAUHI ADIK SAYA!"
"Bro ... Bro ... tenang Bro ...." Sean dan Dewa mencoba menahan Afnan, namun tenaga dua pria itu tak cukup kuat mengendalikan Afnan.
Tanpa menunggu waktu lama, tubuh Salma menghadang Rere agar tak melihat keributan itu. Tangannya menutup dua telinga Rere dan berulang kali Salma tasbihkan hasbunallah wa ni'mal wakiil ni'mal maula wa ni'mannashiir meskipun suaranya bergetar.
Belum sempat Salma ajak Rere melangkah untuk masuk rumah, Rere tiba-tiba terjatuh.
"Astaghfirullah, Rere!" pekik Salma tak mampu lagi menahan beban tubuh Rere. "ABI ... ABI ... TOLONG SALMA!"
Bu Kalina, Abi, dan Umi segera menuju sumber suara. Mereka panik bukan main melihat Salma bersimpuh dengan Rere yang sudah tak sadarkan diri.
"Ya Allah, Rere—" Suara Bu Kalina tak sampai permukaan. Wanita paruh baya itu segera berlari, memeluk Rere hendak mengangkat tubuh putrinya namun ia tak kuasa. Terlalu lemas dan lemah.
"Biar saya yang bawa Rere, Bu ... Bu Kalina yang tenang," kata Abi kemudian meminta Umi untuk ikut masuk dan menenangkan Bu Kalina.
Salma mengarahkan Abi menuju kamar Rere dengan segera. Dia berusaha untuk mengontrol dirinya agar tidak ikut panik. Namun kali ini Salma tak mampu. Pikirannya pecah terbagi antara Rere dan Afnan.
Sama halnya dengan Afnan. Beberapa kali ia memejamkan mata, kepalanya sampai berdenyut. Pikirannya terbagi antara Mamanya dan Renata. Namun di sisi lain, ia harus menyelesaikan urusannya dengan Andreas Wylie.
"Berani Anda ganggu kehidupan keluarga saya?"
"Papa cuma mau bertemu Renata! Am I wrong?"
"Sampai buat Renata pingsan?" suara Afnan meninggi. Nafas Afnan memburu, tangannya terkepal erat menahan emosi. Ingin ia hajar habis-habisan Andreas Wylie tapi ia masih sadar diri.
"Afnan, Papa mohon sekali saja—"
"Jangan sebut diri Anda sebagai Papa. Tidak pantas!"
"Papa—"
"Pergi dari rumah saya! Sebelum saya buat Anda merasakan sakit seperti yang Mama saya dan Renata rasakan!" ujar Afnan menekan setiap kata.
"Afnan ... ini ulang tahun Renata, sekali—"
"PERGI DARI SINI!"
Plakk
Afnan merasakan pipinya begitu panas ditampar seseorang yang tiba-tiba datang. Mata Afnan terpaku, memerah, beradu dengan mata seorang wanita di samping Andreas Wylie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalam Cinta Dua Surga
SpiritüelYang namanya terlalu dalam jatuh cinta, harus siap menanggung resiko besar. Ditinggal pergi tanpa permisi, misalnya. Ibrahim Afnan pernah begitu dalam jatuh cinta pada seseorang, cinta pertamanya. Namun cinta pertama yang tumbuh, harus musnah oleh l...