"Siapa yang udah ngasih tau tentang Alma ke istri saya?"
Tiga orang itu tertunduk semakin dalam. Tidak ada yang berani membuka suara sejak awal Afnan panggil mereka ke ruangannya. Terlebih Sean, jika saja ada tempat untuk menyembunyikan wajahnya, ia akan menuju tempat itu.
"Nggak ada yang mengaku?" tanya Afnan lagi namun ia tak mendapat jawaban juga. "Saya nggak akan langsung tunjuk orangnya karena saya juga udah tau, yang saya minta adalah kejujuran dari kalian."
Afnan masih menanti suara mereka seraya duduk santai memutar-mutar kursi.
"Nggak ada yang ngaku juga?" Kali ini dia berdiri, menuju pintu dan membukanya. "Silahkan keluar, percuma saya panggil kalian. Perlu kalian ingat, saya akan hilang respect dengan orang-orang tidak jujur."
"Tunggu apa? Silahkan keluar, saya masih ada urusan," titah Afnan tegas.
Afnan masih memperhatikan mereka tak ada pergerakan. Tapi, tiba-tiba Sean mengangkat tangan dengan ragu. Selanjutnya Ishel. Dewa yang melihat itu mendecak, mau tak mau dia pun ikut mengaku. Afnan mendengus senyum dan kembali menutup pintu.
"Gue— minta maaf Nan," kata Sean. "Gue kelepasan, gue nggak tau di belakang gue itu Salma."
"Ishel juga Pak, kalau udah nemu topik seru, suka nggak bisa kontrol, maafin Ishel Pak ... kali ini Ishel ikhlas kalau Bapak mau pecat Ishel," ujar Ishel pasrah.
"Gue juga bersalah, Nan. Gue nggak liat situasi, gue juga nggak ingetin Sean buat jangan bahas-bahas Alma." Dewa angkat suara.
Afnan mengangguk-angguk. Tubuhnya tersandar di pintu dengan tangan terlipat. "Bagus kalau kalian mengaku, terus terang saya paling nggak suka masa lalu saya diobrak-abrik lagi, dan lo," tunjuk Afnan pada Sean, "lo yang bilang ke gue, kita hidup di masa depan kan? Tapi lo malah masih ungkit-ungkit hal sensitif."
"Bukan cuma gue yang sakit hati, tapi istri gue, hati dia lebih sakit berkali lipat! Dan kalian berpikir kah? Kalau saya dan Salma sama-sama dalam keadaan marah, bisa berefek besar ke rumah tangga kami!" ujar Afnan penuh penekanan.
Mereka kembali tertunduk dalam.
"Maaf, Bos ..." ucap mereka bersamaan tanpa sadar.
Lagi, Sean tiba-tiba mengacungkan tangan. "Gue berdosa besar, pertama karena gue gibahin orang. Dua, karena gue nyaris merusak rumah tangga orang. Sebagai tebusan rasa bersalah, gue nggak apa-apa lo blacklist jadi COO disini, tapi gue mohon ...." Tangan Sean menangkup dengan tatapan yang menyesal. "Jangan blacklist gue jadi sahabat lo."
"Gue ... gue juga rela kalau lo habis ini nggak mau liat muka gue lagi disini," timpal Dewa. "Gue nggak masalah kalau gue dipecat jadi CTO, tapi sama kayak Sean, jangan pecat gue sebagai sahabat lo."
Ishel sebenarnya bingung dengan situasi itu. Tapi ia juga ikut menyerahkan diri.
"Jujur ... Ishel betah banget jadi tim GrowBag, Pak. Tapi apa boleh buat kalau Bapak mau pecat saya. Nanti kalau saya udah nggak jadi bagian GrowBag, saya boleh kan sering main kesini? Ishel pasti kangen suasananya," ucap Ishel dengan suara yang merendah di akhir. Siap dengan segala resiko atas kelakuannya. Skorsing atau sekaligus SP 3, terserah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalam Cinta Dua Surga
SpiritualYang namanya terlalu dalam jatuh cinta, harus siap menanggung resiko besar. Ditinggal pergi tanpa permisi, misalnya. Ibrahim Afnan pernah begitu dalam jatuh cinta pada seseorang, cinta pertamanya. Namun cinta pertama yang tumbuh, harus musnah oleh l...