33. Cinta Sesungguhnya

120 22 9
                                    

Aku ingin menjadi air wudhu yang melekat di kulitmu, membuat wajahmu berseri-seri setiap waktu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku ingin menjadi air wudhu yang melekat di kulitmu, membuat wajahmu berseri-seri setiap waktu. Aku mendambakan kisah cinta seperti Adam dan Hawa, meskipun sempat terpisah jarak dan waktu, tapi mereka tetap selalu merindu. Seperti sujud yang selalu ditunggu. Aku ingin selalu merindukanmu, layaknya rindu saat kening dan sajadah bertemu.

____________________

"Wal yatalaththof—"

Sekali lagi isakan itu terdengar dari wanita yang sedang duduk di atas sajadah. Dia tertunduk menenggelamkan wajahnya pada Al-Quran.

"Wal yatalaththof—"

Tidak mampu. Berkali-kali berusaha dia tidak mampu melanjutkan. Terlalu sesak dadanya, getar suaranya kalah dengan seguk yang semakin banyak. Sampai akhirnya dia hanya mampu menangis lebih hebat.

"Wal yatalaththof wa laa yusy'ironna bikum ahadaa."

Wanita itu menoleh ke asal suara. Dari arah belakang dimana suaminya berdiri di pintu dengan tatapan lurus padanya.

"Assalamualaikum, Sayang," ucap Afnan.

Salma menunduk untuk menghapus air matanya, kemudian mulai tersenyum meski matanya menjadi sedikit memburam.

"Waalaikumussalam, Mas." Dia hendak bangkit, namun tangan Afnan mencegahnya.

"Tetap disitu, Mas yang kesana," katanya seraya memasukkan blazer pada keranjang cucian kotor.

Saat Afnan bersila di depan Salma, istrinya itu mengulurkan tangan menyalaminya dengan penuh kehangatan. Memudarkan lelah Afnan, mengubah menjadi tenang. Namun kali ini Salma lebih diam tidak seperti biasanya, dia menunduk sambil berusaha meredakan seguk yang masih ada.

Afnan menyadari itu karena kesalahan yang bermula darinya. Lagi dan lagi, dia selalu membuat Salma patah arang. Meninggalkan Salma begitu saja karena terlanjur emosi pada orang lain, sama saja melanggar janjinya untuk tidak menjejakkan tangis kesedihan pada Salma.

"Udah sholat Isya, Mas?" tanya Salma pelan.

"Alhamdulillah, udah di kantor," jawab Afnan dibalas anggukkan kecil Salma. Mereka jadi canggung. "Maaf Mas pulang terlalu malem, sebentar lagi ada project besar untuk akuisisi, jadi Mas harus sering rapat sama tim official officer."

Sepertinya penjelasan itu salah situasi, terlalu berat untuk Salma yang masih menahan sesak. Sedikit Afnan menunduk mengamati wajah Salma, wajah putih bersih Salma memerah, air mata menetes mengalir dan jatuh dari ujung hidung menuju mukenanya. Tak bohong, saat itu juga hati Afnan benar-benar teriris.

"Ini kesalahan Mas ..." tutur Afnan, telunjuknya menahan agar air mata Salma tak lagi terjatuh. "Mas kurang mampu kontrol diri sampai kamu yang jadi pelampiasan. Sayang, kamu tau? Tadi di kantor, Mas mau cepet-cepet pulang buat ketemu kamu, Mas nggak bisa fokus karena Mas udah bikin hati kamu patah, Mas salah—"

Kalam Cinta Dua SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang