Yang namanya terlalu dalam jatuh cinta, harus siap menanggung resiko besar. Ditinggal pergi tanpa permisi, misalnya.
Ibrahim Afnan pernah begitu dalam jatuh cinta pada seseorang, cinta pertamanya. Namun cinta pertama yang tumbuh, harus musnah oleh l...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sampai harinya tiba dan sampai kapanpun, memuliakanmu sebagai wanitaku adalah tugas kehormatan dalam hidupku.
___________________
Bukankah Allah telah melapangkan dadamu?
Lantas mengapa kamu gelisah? Bukankah hari ini adalah momen yang kamu tunggu sejak bertahun-tahun lalu?
A lam nasyroh laka shodrok
Wa wadho'naa 'anka wizrok
Alladzii anqodho zhohrok
Wa rofa'naa laka zikrok
Fa inna ma'al 'usri yusroo
Inna ma'al 'usri yusroo
Fa izaa faroghta fanshob
Wa ilaa robbika farghob
Betul, wa ilaa robbika farghob. Hanya kepada Allah engkau berharap. Sejauh apapun langkah dan harapan seorang hamba, yang menentukan ketetapan terbaik hanyalah Sang Maha Kuasa.
Afnan telah persiapkan dirinya menghadapi hari yang ia lingkari dalam kalender. Hari yang selalu ia hitung kapan datangnya. Beberapa kali juga dirinya telah latihan apa saja yang akan diucapkan di depan keluarga Salma. Namun saat harinya tiba, Afnan malah gugup tak beraturan. Buyar semua apa yang sudah ia persiapkan. Jantungnya bertalu sampai membuat ia lemas. Sejak dalam perjalanan ia memainkan tangannya, pun kakinya bergerak naik turun sebab resah.
"Turun, Mas ..." ucap Bu Kalina menyadari putranya tidak kunjung turun dari mobil.
Dewa yang berada di balik kemudi memahami kegugupan Afnan. "Mamanda boleh duluan? Saya mau kasih Afnan arahan dulu," katanya dengan kekehan.
"Anak lakinya butuh booster rohani," ucap Sean yang berada di sebelah Dewa.
Bu Kalina mendesis, kemudian dia menuruti Dewa dan beranjak duluan dari mobil. Wanita itu mengajak Rere bergabung bersama Biya dan Ustadz Bahri mengambil hantaran.
"Apa yang bikin lo gelisah?" tanya Dewa.
"Gue baru pertama kali ngelamar perempuan seformal ini, dulu gue ngelamar Alma di pinggir sungai," jawab Afnan.
"Cukupkan Alma sampai disini, Bro," kata Sean serius. "Lo udah ada di depan rumah masa depan lo, jangan inget-inget lagi apa yang udah jadi masa lalu."
"Gue bukan inget lagi masa lalu, gue cuma menyadarkan diri, ternyata dulu gue terburu-buru, untuk memuliakan wanita jalannya emang harus begini, terhormat."
"Ngelamar perempuan dengan jalan terhormat kayak gini akan jadi yang pertama dalam hidup gue," mata Afnan membinarkan kesungguhan, "dan nggak akan ada lagi setelahnya, ini pertama dan terakhir."
Sean dan Dewa saling lempar senyum, sahabat mereka sudah benar move on. Mereka menepuk pundak Afnan bangga.
"Selesaikan apa yang udah lo mulai, dengan terhormat," pesan Dewa.