Salma menepikan mobilnya sejenak. Kepalanya terasa sedikit pening, tenggorokkannya pun rasa belum terhidrasi sejak siang tadi. Beberapa saat dia menyandarkan diri, memejamkan mata sejenak sebelum akhirnya men-dial nomor seseorang.
Panggilan pertama, tidak menjawab.
Panggilan kedua, hanya ada dering panjang.
Sampai akhirnya Salma baru menemukan suara pria itu di panggilan ke tiga itupun saat dirinya nyaris putus asa.
"Assalamualaikum Sal, gimana?" ucap suara dari balik panggilan.
"Waalaikumussalam, Mas maaf Sal ganggu ...." Salma menjepit ponselnya dengan pundak selama ia menutup botol minum.
"Nggak ... tenang aja."
Entah kata 'nggak tenang aja' yang diucapkan Afnan adalah bohong atau tidak, tapi Salma mendengar banyak suara disekitar sana. Suara Afnan pun nampak jauh dekat seolah sedang melakukan banyak hal dan ponselnya ditaruh di lain tempat.
"Cuma mau pastiin, Mas udah buka excel yang Sal kirim? Soalnya kok nggak ada protes dari Mas? Itu list tamu undangan dari keluarga Salma, tapi yang dari Mas itu ... kurang satu orang, tapi udah Sal tambahin."
"Kenapa harus protes? Emangnya kurang siapa?"
"Pak Andreas Wylie." Salma menanti-nanti respon dari Afnan, ia gigit bibir bawahnya, ragu. Tidak ada jawaban lagi setelahnya, namun Salma mendengar hembusan nafas Afnan yang sangat dekat.
"Yaudah gampang saya hapus lagi," jawab Afnan cepat.
"Kok dihapus Mas? Aku udah telepon Mama kamu dan Rere, mereka nggak masalah kalau undang Pak Andreas."
"Nggak ada urusannya dia ada atau nggak ada, Sal. Tolong kamu pahamin kondisinya, kamu nggak inget kejadian waktu itu?"
"Tapi Pak Wylie Ayah kamu—"
"Tapi dia bukan wali saya," ucap Afnan tegas tak ingin diganggu gugat.
"Mas dengerin aku, datang ataupun nggak datang apa salahnya buat undang dulu? Nggak ada hubungan yang terputus antara anak dan ayah walaupun udah pisah dari pasangannya, apalagi ini pernikahan kamu," tutur Salma tak mau kalah telak.
Terdengar Afnan menghembuskan nafas gusar, pria itu juga mendecak. Beban sekali sepertinya untuk mengundang Andreas Wylie.
"Salma untuk sekarang saya lagi nggak mau terlalu banyak bahas hal di luar persiapan," Afnan berdeham, "kamu dimana ini?"
Salma menyerah. Untuk membujuk Afnan sedikit lebih kuat pun Salma tak mampu karena ia merasa tidak mempunyai kendali lebih atas hal itu.
"Habis nyari WO," jawab Salma.
"Ya Allah Salma! Jadi kamu sendirian? Kan saya bilang nanti kita bisa cari barengan?" Suara Afnan meninggi.
Tangan Salma tertopang satu pada kemudi, menyangga kepalanya yang semakin berdenyut. "Mas, gimana aku mau bilang ke kamu kalau kamu aja susah dikabarin susah ditemuin? Sekarang H-15, ini aja WO udah full booked semua, di tanggal yang sama dan di minggu yang sama emang lagi rame-ramenya orang ngadain acara, kalau Salma tunggu Mas, bisa-bisa kita nggak kebagian, Mas mau kita urus semuanya sendiri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalam Cinta Dua Surga
SpiritualYang namanya terlalu dalam jatuh cinta, harus siap menanggung resiko besar. Ditinggal pergi tanpa permisi, misalnya. Ibrahim Afnan pernah begitu dalam jatuh cinta pada seseorang, cinta pertamanya. Namun cinta pertama yang tumbuh, harus musnah oleh l...