Chapter 14

4.1K 275 0
                                    

"Astaga gimana cara ngilangin nya yaa..", Ariana mencebikkan bibirnya. Ia mulai overthinking memandangi bekas merah dilehernya yang tidak sedikit.

"Nanti juga hilang kok", Rebecca menyahut. Mereka kini di ruang keluarga dan Rebecca baru saja keluar dari kamarnya. Ia berjalan mendekati Ariana.

Ariana meletakkan cermin yang ia pegang ke atas meja dan bergeser ke tepi sofa saat Rebecca duduk disamping nya. Trauma.

"Kok kayak takut gitu sama aku?", Rebecca menatap Ariana heran.

"Kakak marah ya sama aku?", Rebecca memecah suasana hening diantara mereka. Ia sudah memutuskan hari ini harus bicara pada Ariana.

"Nggak", Ariana menjawab singkat.

"Trus kenapa sekarang begitu sikapnya?"

"Begitu gimana? Biasa aja kok"

"Kalau gitu sini duduk deket aku"

"Bec, sofa ini besar, ga salah kalau aku duduk disini, kenapa harus dempet-dempetan", bela Ariana.

"Berarti kakak marah sama aku?", Rebecca mendekat pada Ariana dan Ariana refleks menjauh hingga kini ia berdiri.

"Kakak marah sama aku", kini Rebecca menatap Ariana dengan air mata berlinang.

"A-aku ga marah", Ariana gelagapan melihat Rebecca yang kini hampir menangis didepannya. Ia melangkah bermaksud kembali ke kamarnya.

"Kakak marah karena ngelakuin itu tanpa izin atau karena Alex?"

Ariana berhenti tanpa berbalik menatap Rebecca. Rebecca menatap punggung Ariana dengan harap-harap cemas.

"I don't know about your feeling, but i do with all of my heart", ucap Rebecca pelan.

"Karena Alex, karena aku akan menikah dengannya segera", Ariana berbalik dan menjawab dengan tegas.

Rebecca terduduk mendengar jawaban yang entah kenapa tak ia suka. Meski itu memang jawaban yang seharusnya. Air matanya jatuh tanpa bisa ditahan. Rasanya kini jauh lebih sakit saat Ariana berbalik menuju kamarnya.

Kenapa rasanya seperti kehilangan.

----

"Ca, gue anterin lo pulang sekarang", Chiko menarik tangan temannya yang kini meletakkan wajahnya dimeja bar.

"Gue.. ga..mau ... pulang", Rebecca menepis tangan Chiko kasar sambil menatap nanar pria didepannya.

"Lo udah mabuk ca, sekarang bahkan udah jam 2 pagi", Chiko menjambak rambutnya frustasi.

Tak habis pikir apa yang telah terjadi. Perasaan pagi tadi Rebecca baik-baik saja saat ke dokter gigi. Bahkan ia sempat tersenyum sampai kayak orang gila selama mengomeli gigi bungsunya.

Ah. Mengomel dengan senyum memang tak sepenuhnya kabar baik.

Setelah selesai ke dokter Chiko mengantar Rebecca kembali pulang karena bocah itu bersikeras mau istirahat dirumah. Padahal biasanya Rebecca bukan orang yang suka dirumah.

Oke. Itu kejanggalan kedua.

Tak sampai sejam, ia menelepon Chiko sambil menangis tak jelas. Dan disinilah mereka sekarang. Berjam-jam Rebecca berkeliling mall membeli apapun yang tampak bagus baginya.

Setelah lelah, bukannya pulang ia mengajak Chiko yang sudah terlanjur lelah untuk boxing. Mereka memang kerap latihan boxing bahkan sejak SMP.

"Ca, lo kenapa sih? Dari siang gue ngikutin semua yang lo mau, sekarang kita pulang yuk", bujuk Chiko.

Thesis: I'M IN LOVE WITH MY PROFESSORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang