Chapter 31

4K 289 18
                                    

"Becandanya kelewatan ah", Rebecca mendorong pelan bahu Eren.

Ia turun dan kursi sambil tersenyum canggung. Meski sepertinya bercanda, Eren tidak pernah melakukan itu sebelumnya.

"Gue keliatan becanda ya?", Eren masih berdiri di posisinya tadi.

Rebecca yang sudah berjalan berniat ke lantai dua berbalik.

"Bilang sekarang kalo lo cuman becanda doang", ucapnya pelan.

Rebecca menatap lekat-lekat manusia didepannya.

Eren berjalan mendekati Rebecca. Ia menggeleng.

"Gue bilangin bunda ya kalo lo jahil", ancam Rebecca.

"That's not a joke, Rebecca Patricia Michelle"

"That's a joke, harusnya seperti itu", kekeuh Rebecca.

Eren terdiam di tempatnya tampak memikirkan sesuatu. Ia menyisir rambut dengan jarinya ke belakang lalu menghembuskan nafas kasar.

Rebecca menghembuskan nafas pelan, "Kita bicara nanti", ucapnya lalu berlalu meninggalkan Eren.

"Gue mau bicara sekarang!", Eren menahan lengan Rebecca.

"Kenapa semua orang ingin bicara saat gue ga siap buat bicara?", Rebecca berbalik.

"Gue yang akan bicara, lo hanya perlu dengar", tutur Eren lirih.

Ia menarik tangan Rebecca ke lantai dua. Rebecca mau tak mau ikut tanpa protes. Kini pikirannya mumet.

"Gue sudah mempertimbangkan ini sejak lama", ucap Eren saat sudah di kamarnya. Ia kini melepaskan genggamannya pada tangan Rebecca.

"Kenapa seolah gue pernah dengar kata-kata itu ya?"

"Dari siapa?"

Rebecca menggeleng lalu duduk di tepi ranjang. Eren sedang duduk di sofa di dekat jendela. "Lo mau bicara apa?"

"Soal yang gue bilang malam itu di Villa, gue ga pernah becanda soal itu"

"Kalo lo suka sama gue?", tembak Rebecca langsung. Ia meneguk ludah kasar berharap Eren tidak akan mengangguk.

"Hmm", Eren kini mengangguk. Rebecca terperangah untuk beberapa saat.

"Perasaan gue udah lama tapi baru-baru ini perasaan itu makin ga bisa gue sembunyiin, gue ngumpulin segala keberanian gue buat bicara dan gue udah mikirin segala kemungkinan yang akan terjadi jika gue ngomong, gue juga awalnya denial sama perasaan gue, ga mungkin rasanya gue suka sama sahabat gue sendiri dan itu cewek", ucap Eren lirih. Ia tak berani menatap Rebecca.

Rebecca tertawa canggung.

"Apa suka sama lo merupakan dosa?"

"Gue bukan Tuhan, jangan tanya ke gue ini salah apa ngga", jawab Rebecca. Ia tiba-tiba merasa sesak.

Eren membasahi bibirnya yang terasa kering, "Gue awalnya memang berpikir kita sahabatan, gue ga pernah suka dan nyaman sama siapapun, gue pikir perasaan sayang gue ke lo hanya sebatas dua orang yang dekat dan bersahabat, tapi baru beberapa waktu ini gue akhirnya sadar gue ngeliat lo ga hanya sebagai sahabat, tapi...

"Cukup", potong Rebecca cepat. "Kalau lo berhenti bicara sekarang, gue akan anggap pembicaraan ini ga pernah terjadi"

"Caa, please", ucap Eren. Kini matanya berkaca-kaca.

"Lo pernah mikir ga gimana akhirnya kalau kita ngomongin ini? Lo berharapnya gue akan gimana?", ucap Rebecca frustasi.

"Lo mungkin akan benci sama gue atau nge-cut off gue dari hidup lo"

Thesis: I'M IN LOVE WITH MY PROFESSORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang