[02] Ash Selsmire

110K 9.4K 84
                                    









Gadis itu berjalan mondar-mandir di ruangannya. Sesekali dia mengusap wajahnya kasar kemudian berjalan lagi ke cermin dan mulai menampar pipinya karena jika seandainya ini mimpi cara tersebut merupakan langkah tercepat untuk bangun.

"Rezef Cadfael..." gumamnya entah sudah keberapa kali akan tetapi masih berharap pria itu menghilang saja dari dunia ini atau ia saja yang menghilang sendiri daripada berhubungan dengannya.

Gadis yang kini menyandang identitas sebagai Ash Selsmire itu berdecak. "Aku bahkan hanya baca sampai setengah cerita lalu belum kulanjutkan dan seingatku kakak perempuan Rezef adalah tokoh utamanya dan Rezef diceritakan memang memiliki tunangan tapi suatu hari dia membunuh tunangannya sendiri setelah dijadikan kambing hitam atas kasus makanan Larissa yang diracun padahal itu ulahnya sendiri."

Ash menghela nafas dan sekali lagi menampar pipinya hingga merah. Dia belum bisa menerima situasi ini terlebih lagi tubuhnya ini seperti memiliki pikiran sendiri terutama saat melakukan kontak fisik atau sekedar berada di dekat Rezef.

Jantungnya akan berdebar kencang seolah mencintai pria itu. Mungkin benar Ash yang asli mencintai Rezef tapi Ash yang ini tidak. Ash yang ini justru ketakutan setengah mati setiap Rezef mendekatinya karena pria itu akan berakhir menciumnya secara sepihak dengan brutal.

"Haha...haha..." Ash tertawa kaku, lebih tepatnya tawa yang dibuat-buat secara sengaja untuk mempertahankan kewarasannya. "Hidupku tinggal enam bulan lagi sebelum dibunuh Rezef. Buat apa diberi kehidupan kedua kalau endingnya bakal mati juga?"

Mencoba untuk tetap waras, Ash yang semula hanya pegawai kantoran berusia dua puluh lima tahun ini menjadi seorang gadis berusia sembilan belas tahun yang terjebak bersama tunangannya yang gila.

"Enam bulan... sebelum aku dibunuh aku hanya punya enam bulat tersisa. Dasar sialan, sialan, sialan!" Ash menggigit kuku ibu jarinya sambil mengelilingi kamar dengan harapan ada cara kabur dari sini selain melarikan diri dengan melompat dari jendela sebab itu sangat tidak mungkin dilakukan karena dia seperti berada diketinggian lantai lima.

Yang ada nyawanya ikut hilang jika Ash bersikeras melakukan lompatan ke sana. Ash menghela nafas setelah tak mendapatkan jalan ia mulai putus asa dan meremas rambut panjangnya lalu iseng menantap pantulan wajahnya sendiri di cermin.

Tak banyak yang ia lihat dari wajahnya sendiri selain matanya yang berwarna silver. Rambutnya panjang secara normal, bervolume dan sedikit bergelombang. Hidungnya tidak terlalu mancung dan bibirnya berwarna pink soft.

"Nona Ash..." seorang pelayan memanggilnya setelah mengetuk pintu kamar sebanyak dua kali.

Ash menoleh cepat saat pelayan wanita itu membungkuk sebagai bentuk salam kepadanya lalu memberitahu. "Saya akan membawakan anda air hangat atas perintah putri Larissa untuk membersihkan tubuh anda."

"Putri Larissa juga mengundang anda untuk makan malam segera. Semua menantikan kedatangan anda untuk memulai makan malam." Lanjutnya menambahkan informasi.

"Ya, terserah." Balas Ash seadanya. Masabodo terdengar seperti tak tahu terimakasih sebagai tunangan Rezef seharusnya dia bukan lagi seseorang yang dipandang gampangan, kan?

Ash menghela nafas lalu berjalan ke depan lemari untuk mulai melepaskan pakaian yang melekat ditubuhnya. Sebuah gaun berbahan sutra mahal berwarna abu-abu gelap. Ash cukup kagum saat kulit tangannya bersentuhan dengan permukaan gaun itu yang terasa sangat halus seperti tak berpori-pori.

Sesaat dunia terasa damai baginya. Benar, sebelum akhirnya Rezef datang dan menciptakan situasi penuh kekacauan ini saat menariknya dan memaksanya berciuman serta mendorongnya jatuh ke atas kasur.

"Hmphh!" Ash berupaya menggelengkan kepalanya namun dia kalah karena Rezef menahan kepalanya dengan cukup kuat, pria itu menguncinya sehingga dengan leluasa dia bisa memasukan lidahnya dan bermain dengan seluruh bagian mulut Ash.

Ash berupaya bungkam namun pipinya ditekan keras sehingga bibirnya terpaksa terbuka lagi lalu Rezef terus menciuminya dengan penuh gairah. Kilatan nafsu terlihat jelas di kedua mata biru gelapnya. Semakin lama semakin dalam pria itu mencium, menghisap bibir Ash kemudian memberi satu gigitan disana sebelum akhirnya turun menuju leher gadis itu.

"Hahh! hentikan!" pekik Ash menggelengkan kepalanya sekuat tenaga dan berhasil, Rezef berhenti menciumi leher putihnya dan beralih menatap kedua matanya.

"Orang biasa sepertimu berani menolak aku?"

"Mulutmu bau!" Ash berteriak memaki tetapi tentu saja itu berbanding terbalik dengan kenyataan. Kenyataannya adalah mulut pria itu beraroma manis dan bibir serta lidahnya terasa begitu lembut sekali.

"Katakan sekali lagi...?" Rezef menampakkan senyum manisnya.

Ash menatap pria di atasnya itu lekat lalu mengulang ucapannya. "Mulutmu bau." ia menekankannya disana lalu dalam sekejap ekspresi Rezef berubah menjadi marah.

Tatapannya tajam seperti elang sedang berburu mangsanya di lautan. Ash cukup takut tak berani memandang mata biru itu sampai-sampai dia melirik ke arah lain namun baru sedetik sebuah tangan mendarat di lehernya, mencengkeramnya dengan erat hingga kedua mata Ash melebar terkejut sekaligus kesakitan karena cekikan.

"Ayo~ katakan sekali lagi?" suara pria itu terdengar manis.

"U-ukhh!" kedua mata Ash menatap ke arah atas, dia mendongak mencoba melonggarkan cekikan di lehernya namun Rezef justru tertawa mengasihani dengan ekspresi bengis terpampang disana.

"Jangan lupa bahwa aku memungutmu dari tempat sampah. Gadis menjijikan sepertimu... jika aku tidak membawamu ke sini kupastikan hidupmu sudah menjadi pemuas bagi pria-pria bar. Kau tahu itu?"

Semakin erat. Rezef mencekik Ash lebih erat lagi hingga wajah gadis itu mulai memerah akibat kesulitan bernafas. Bibir gadis itu juga terbuka berupaya mengambil oksigen dari sana namun percuma. Rezef menikmati ekspresi tersiksa itu, dia suka melihat Ash ketika kesakitan. Gadis yang tak tahu diri memang perlu diberi pelajaran agar mengerti cara menghormati orang yang derajatnya lebih tinggi.

"Apa katamu tadi, hm? mulutku bau? berani sekali kau!" Rezef berteriak di depan wajah Ash lalu masih dengan cekikikan di leher gadis itu dia kembali mencium bibir Ash seolah menikmati rintihan kesakitan yang keluar dari mulut itu.

Bugh!

"Bajingan!" Ash berhasil menggigit bibir Rezef hingga terluka lalu membebaskan dirinya dari cekikan pria itu disusul satu pukulan baru saja melayang tepat di pipi kanan pria itu.

Kemudian mendorong Rezef hingga sedikit terjungkal ke arah belakang seraya meneriaki pria itu dengan kalimat. "Aku bilang padamu untuk lepas!"

"Lepas aku bilang!" nafas Ash terengah-engah, dadanya naik-turun kembang kempis karena kejadian tadi dan karena hormon adrenalinnya terpacu kuat.

Tatapannya nyalang ke arah Rezef antara marah dan kecewa sementara pria itu terlihat speechless atas apa yang baru saja ia dapatkan di bibir dan pipi kanannya.

Pria itu memegang pipi kanannya lalu mengusap sudut bibir bawahnya yang sedikit mengeluarkan darah akibat di gigit Ash. Pertanyaannya adalah sejak kapan gadis itu menjadi seberani ini? dapat anugrah dari dewa mana setelah gadis itu memutuskan bunuh diri dengan melompat ke kolam namun gagal?

"Keluar!" Ash menunjuk ke arah pintu dengan tegas. "Keluar dari kamarku!" serunya memerintah Rezef.

Anehnya pria itu tidak mencekik atau menyiksanya lagi. Pria itu menatapnya dengan tajam lalu bangkit dari atas kasur masih dengan pandangannya yang seperti sedang mengoyak sesuatu, Rezef berjalan ke arah pintu kemudian mengulas senyum tipis begitu keluar dari sana.

"Mulai memberontak rupanya," gumamnya terkekeh pelan lalu mengusap bibirnya lagi dan memandang jejak darah di tangannya itu. "Menarik."







***

Crown Prince and His Maiden Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang