[18] As you wish

47K 5.2K 36
                                    









"Aku mau mengakhiri pertunangan ini."



Ash mengepalkan tangannya erat. Ia mendatangi Rezef dengan perasaan bercampur kesal perihal pria itu yang seolah menghindarinya belakangan ini. Bahkan hari ini saat Ash mendatanginya ke ruang kerja, pria itu memilih membelakangi Ash dan menatap keluar jendela seolah sedang menahan sesuatu.

"Alasannya?" dia membalas masih dengan nada dinginnya yang konsisten.

"Kau berselingkuh."

Mendengar itu sudut bibir Rezef terangkat ke atas, sesuatu yang menarik baru saja menyapa telinganya lantas ia berbalik untuk melihat seperti apa ekspresi seseorang yang telah berani menuduhnya serendah itu.

"Begitu?" Rezef tersenyum miring. Tatapan dingin nan tajamnya kembali lagi kali ini tertuju lurus ke arah Ash seraya menghampiri gadis itu dengan langkah pelan lalu menangkap bagian kerah dari gaun yang gadis itu kenakan.

"Kenapa kau memilihku bertunangan denganmu?" Ash mencengkram kuat pergelangan tangan Rezef saat pria itu mulai mengangkat kerah gaunnya lebih tinggi.

"Sudah pernah kujelaskan." Balas Rezef datar lalu tangannya yang lain mulai memegang sisi bahu Ash dan mencengkramnya lumayan erat hingga gadis itu meringis.

"Tidak. Pasti ada alasan lain, kan?" Ash menatap Rezef dengan mata berair karena kesakitan pada bahunya yang dicengkram kuat-kuat seolah hendak diremukkan begitu saja.

"Lagipula mengapa kau... mengapa kau tidak mau mengakhiri semua ini?"

"Manusia rendahan sepertimu tidak berhak mendapat jawaban apapun. Ingat, ayahmu bahkan menjualmu demi sekantong emas."

Rezef berbisik tepat di telinga Ash. "Jika bukan disini kau sudah bekerja di bar dan di perkosa berkali-kali. Berterimakasihlah sedikit Nona Selsmire."

"Harus berapa kali kukatakan?" dengan lembut tangannya berpindah membelai pipi Ash dari yang semula mencengkram kerah gadis itu. Rezef tersenyum. "Aku tidak suka domba yang memberontak. Kau bisa bebas melakukan apapun disini tapi tidak dengan mengakhiri hubungan ini."

"Jadi..." tangannya berhenti bergerak tepat ketika ibu jarinya menyentuh bibir bawah Ash. Rezef menekankan jarinya disana, mengusap belahan bibir gadis itu sesaat sebelum mengecupnya sekali. "Jangan coba lakukan apapun untuk kabur atau melepaskan diri. Dimana pun kau nanti hanya butuh waktu kurang dari satu jam bagiku untuk menemuimu bahkan di ujung dunia sekakipun."

"Kau gila!" pekik Ash mendorong Rezef sekuat tenaga.

Pria itu mundur sebanyak dua langkah lalu kembali maju dan menahan kedua tangan Ash dalam satu cengkraman yang ia angkat ke atas dan tempelkan pada dinding sehingga pergerakan Ash terkunci.

"Jangan membuatku lebih gila daripada ini." Ucap Rezef dari dekat. Ash bisa merasakan nafas hangat pria itu di wajahnya lalu seperti sebelum-sebelumnya Rezef akan berakhir mencium bibirnya.

Ash tak dapat memberontak. Ia tak membalas ciuman itu. Ia berupaya memalingkan wajahnya namun tangan Rezef yang tersisa mencengkram dagunya cukup kuat sehingga Ash hanya bisa melebarkan matanya ketika lidah itu lagi-lagi menari di dalam mulutnya dengan leluasa.

"Hmphh!" Ash berupaya menggerakkan kepalanya namun gagal. Rezef melumat bibirnya rakus, menghisapnya kencang, lalu menjilatnya berkali-kali. Memberi gigitan kecil untuk membuka mulut Ash, memasukan lidahnya lagi guna mengabsen satu per satu deretan gigi gadis itu kemudian secara paksa ia membelit lidah Ash dan mendorong tubuhnya lebih dekat dengan gadis itu.

Tak berhenti di situ. Rezef menurunkan wajahnya. Ciumannya turun menyusuri leher jenjang Ash. Dia melepaskan dua kancing teratas dari gaun gadis itu lalu menjilat sisi leher Ash dengan bergairah.

"Nghh..." lenguhan itu terbebas tanpa Ash sadari, bibirnya terbuka dan lehernya otomatis terangkat seolah memberikan akses lebih pada Rezef untuk mempermudah aksinya.

Seluruh tubuh Ash merinding seketika seperti ada aliran listrik tak kasat mata yang memicu tubuhnya bergetar kesemutan sehabis Rezef menjilat lehernya. Tak hanya itu Ash bisa merasakan pria itu mulai menghisap kulit lehernya, meninggalkan jejak-jejak kemerahan basah disana lalu menjilatnya lagi sebelum kemudian naik dan mencium bibirnya dalam-dalam.

"Kau menyukainya." Ucap Rezef berbisik di depan wajah Ash. Ia juga melepaskan cengkeramannya dari tangan gadis itu.

"Kau gila." Desis gadis itu berupaya mendorong Rezef lagi namun gagal, pria itu mengurungnya dari berbagai sisi.

"Kau menyukainya..." dia mengulang kalimatnya lalu menyeringai.

"Sentuhanku,"

"Kau suka pada itu." Sambungnya.

Ash seketika menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Ia ingin menampar pria di hadapannya yang begitu percaya diri sekali sampai-sampai berani mengucapkan kalimat klaim semacam itu. 

"Haha..." tawa kecil Rezef mengudara sesaat, ia senang melihat reaksi Ash namun karena gadis itu terlalu erat menggigit bibir bawahnya ia menjilat bibir gadis itu.

"Jangan terlalu keras kau akan melukainya. Kau tahu itu?"

"Brengsek!" umpat Ash merasa muak dengan setiap perlakuan Rezef terhadapnya.

"Aku tidak keberatan menerimanya."

"Dan satu lagi..." Rezef memandangi Ash intens lalu tersenyum saat melihat bekas kemerahan yang ia tinggalkan di leher gadis itu. "Aku tidak pernah tidur dengan siapapun. Aku memang butuh teman saat sedang minum tapi menyentuh manusia rendahan seperti kalian...? terlalu menjijikan."

"Kau pikir aku peduli?" balas Ash menekankan kalimatnya sekaligus menekankan sisa keberanian yang ia miliki untuk menatap tajam ke mata biru gelap Rezef yang selalu menebarkan pandangan mengintimidasi.

"Aku akan mengampunimu karena mengacaukan pertemuan sidang tadi. Mereka jadi sedikit ragu untuk menjadikan Larissa Kaisar namun bukan berarti kau bisa bebas di hari lain, Ash."

Ash kesal setengah mati. "Kubilang pertunangan ini dibatalkan. Batal. BA-TAL!!"

Dia meneriaki itu tepat di depan wajah Rezef namun pria itu hanya melepaskan kekehan ringan lalu mengelus rambut panjang Ash yang tergerai dan mencium bagian ujungnya.

"Harum." Gumamnya.

"Satu hal lagi..."

Ash membuang wajahnya ke samping saat Rezef mendekatinya. Alhasil pria itu berhenti tepat di depan telinganya. Bibirnya bergerak disana membisiki Ash dengan kalimat, "aku tidak sabar menunggu sampai kapan waktunya bagiku untuk menggunakanmu."

Ash mencoba menahan tangisannya. Jujur saja atmosfer dan tekanan udara di sekitar sini membuatnya merasa sesak. Jantungnya berdetak cepat. Bukan, bukan, bukan karena ia mendadak terpesona oleh ketampanan Rezef kemudian jatuh hati tapi karena ia sangat merasa kalau nyawanya akan segera berakhir jika terus berdekatan dengan pria ini.

"Tetaplah seperti ini dan nikmati kehidupanmu disini." Rezef mengelus-elus pipi kenyal Ash lalu menekan-nekankan jari telunjuknya disana. "Patuhi aku dan menurutlah maka akan kuberi kau rumput terbaik yang pernah ada, dombaku."

"Sial! kau kira aku ini hewan?" Ash membentak Rezef karena gagal menahan emosionalnya. Ia sedih merasa direndahkan, dipermalukan, dan dipermainkan di waktu yang sama.

"Masih keras kepala juga?" Rezef menghela nafas lalu melepaskan Ash dari kukungan tubuhnya kemudian menunjuk ke arah pintu.

"Baiklah. Pergi dari sini."

Ash tertegun. Jantungnya berdebar kencang dua kali lipat dari sebelumnya ketika Rezef menjauhinya. Matanya mengikuti setiap pergerakan pria itu karena masih belum percaya atas apa yang baru saja ia dengar.

"Itu yang kau inginkan, bukan? bebas berkeliaran di dunia luar? maka pergilah." Rezef berjalan membukakan sendiri pintu ruangannya untuk Ash. Dia memberi gadis itu kesempatan untuk lari sejauh-jauhnya seperti yang dia inginkan.

Rezef berdiri di sisi pintu lalu mengulurkan tangannya mempersilakan Ash untuk perg sekarang juga. "Lari. Pergilah dari sini namun jika kau tertangkap oleh musuhku, jangan pernah menyebut namaku."







***

Crown Prince and His Maiden Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang