[53] Terrible negotiations that morning

35.8K 4.7K 205
                                    
























"Kau tahu keinginanku sejak awal, Rezef." Larissa berucap setelah menyesap teh kesukaannya lalu meletakkan cangkirnya diatas meja dan mengusap sisinya yang terdapat noda lipstik merah miliknya.

Rezef mengepalkan tangannya erat. "Apapun tapi tidak dengan menyentuh gadis sialan itu!" Geramnya berucap pada Larissa mencoba untuk memperpanjang masa kesabaran yang sebetulnya tidak pernah ia miliki.

Anggukkan di kepala Larissa menandakan kalau wanita itu mengerti siapa gadis yang Rezef maksudkan namun sayangnya kalimat yang keluar dari bibir Larissa tidak sebaik yang pria itu kira. "Aku ingin tahta dan..." tangannya terulur menyentuh dada bidang Rezef yang terbungkus kemeja berwarna putih dan dibiarkan terbuka satu kancing teratasnya. "Dirimu. Aku ingin keduanya antara tahta dan dirimu lalu kubiarkan gadis itu hidup dimana pun yang dia mau, terserah."

"Nampaknya kau telah menghabiskan satu jam-ku untuk sesuatu yang sia-sia." Rezef membalas dingin sambil berdiri dari posisi duduknya. Ia sedang menahan diri untuk tidak memberi berbagai jenis serangan fisik apapun kepada Larissa karena mungkin itu akan berakhir buruk.

"Kau tidak akan mendapatkan keduanya, tidak untuk tahta ataupun diriku. Camkan itu!"

"Haha..." tawa menggelegar dari bibir Larissa tanpa merasa takut sedikitpun pada Rezef. "Aku tahu segalanya tentangmu, Rezef." Lalu melanjutkan kalimatnya dalam hati, "karena aku membaca novelnya dan aku bukan berasal dari sini. Keuntungan lainnya aku mendapatkan peran sebagai tokoh utama."

Rezef tersenyum miring. "Aku bisa membunuhmu dengan tangan kosong sekarang juga." Ancamnya pada wanita itu yang nampaknya sudah tidak memiliki rasa takut sedikitpun. "Hanya karena pecundang Theo melindungimu, jangan berharap kau bisa selamat dariku selama niatmu menyentuh gadis itu dan menyentuh tahtaku!"

"Wah... wah..." Larissa bertepuk tangan. "Dia sepenting itu ya? sepertinya dia akan menjadi target pertama yang harus---AKH!!!"

Kedua mata biru cerah milik Larissa terbelalak ketika Rezef mencekik lehernya kuat-kuat. Kini giliran pria itu yang tertawa menyeramkan. "Pastikan dirimu masih hidup sebelum merencanakan itu, kakakku tersayang hmm? panggilan yang bagus bukan?"

"LARISSA!!!" Theo berseru dan bergegas menghampiri wanita pujaan hatinya itu.

Tangan Rezef refleks melepaskan Larissa hingga jatuh ke tanah dan menyaksikan wanita itu terbatuk-batuk parah akibat cekikkan darinya. Theo hendak menghunuskan pedangnya namun Larissa melarang dengan memegang lengan pria itu dan menggeleng sebagai kode 'jangan' padanya.

"Pria iblis itu melakukan sesuatu padamu hah?" Theo memeriksa tubuh Larissa secara menyeluruh lalu amarah terbentuk dimatanya ketika melihat leher wanita itu memerah nampak seperti habis dicengkeram kuat. "Dia mencekikmu? dia?"

Tatapan Theo menghunus Rezef. "Kau!!"

Tak membalas karena tidak begitu tertarik, Rezef menaikkan satu alisnya mengamati sepasang kekasih yang menjijikkan di hadapannya ini. Entah apalagi yang akan keduanya lakukan, Rezef tidak terlalu peduli selama Larissa tidak berupaya untuk menyentuh atau mendekati Ash.

"Biarkan saja." Ucap Larissa menahan Theo, "sebaiknya kita kembali ke Lilith dan bicara."

"Mengapa? mengapa harus di Lilith dulu baru kita bicara?" nada suara Theo bergetar karena khawatir, ia takut terjadi sesuatu pada Larissa terlebih lagi saat ia datang Larissa sudah tersungkur di tanah.

"Aku baik-baik saja." Ujarnya berusaha menyakinkan pria itu. "Jangan lakukan apapun yang tidak kuinginkan."

"B-baiklah." Angguk Theo patuh.

"Kau membuatnya terlihat seperti anjing." Celetuk Ash muncul dari arah belakang, dia lah yang membiarkan Theo untuk masuk lebih dalam ke wilayah istana sehingga bisa memasuki paviliun pribadi Larissa.

Melihat kedatangan Ash, Rezef dengan cepat menjadi tersenyum---walau bukan senyum manis melainkan senyum mengerikan yang persis terlihat seperti obsessive psychopath terhadap Ash. Dia menghampiri gadis itu lalu melingkarkan tangannya disekitar tubuh rampingnya serta merendahkan kepalanya agar bisa ia letakkan di bahu gadis itu.

Larissa yang melihat hal itu mengepalkan tangannya erat merasa cemburu. "Tutup mulutmu!" desisnya muak. "Kau selalu saja ikut campur dalam segala hal. Harusnya kau mati saja di kolam waktu itu!"

"Aku memang sudah mati kok." Ash mengulum senyum simpul dibibirnya, ia berniat menghampiri Larissa namun Rezef melarang.

Pria bermata biru gelap itu membisikinya dengan kalimat, "jangan ke sana dia rabies nanti tertular." Lalu memeluknya erat-erat, tidak membiarkan Ash melangkah lebih jauh.

Larissa menangkap kalimat itu dengan sangat baik. Dia mengerti dalam waktu sedetik kalau Ash rupanya bukan sekedar tokoh novel lagi. "Kau..." namun ia tidak bisa bergerak terburu-buru. "Aku pasti menyingkirkanmu. Aku pasti--"

"Theo, bawa wanita kesayanganmu itu dari sini sebelum aku berubah pikiran. Hm?" Rezef memotong kalimat Larissa, gadis itu sudah tidak waras pikirnya. Terlalu muak untuk mendengar lebih banyak kalimat dari bibir wanita itu. "Aku bisa saja menikam kalian disini dan menghilangkan mayat kalian jadi, jangan memancingku untuk mengambil langkah pengecut seperti itu."

Tatapan Theo memicing ke arah Rezef, ia membantu Larissa berdiri tetapi wanita itu menolak, mendorongnya dan berjalan pergi.

Sedikit rasa iri muncul ketik Theo memandang ke arah Rezef, dimana perempuan yang dimiliki oleh pria itu sama sekali tidak menolak berada di dalam pelukan orang sekejam dan semenakutkan Rezef yang bukan sekali dua kali tangannya telah bermandikan darah.

Jujur saja Theo merasa miris. Muncul pertanyaan seperti; tidak bisakah Larissa mengakhiri semua ini dan hidup bahagia bersamanya sebagai permaisuri dari Lilith?

Tentu saja jawabannya karen Carthion merupakan kerajaan yang jauh lebih besar daripada Lilith sekalipun keduanya sama-sama Kekaisaran dan memiliki seorang Kaisar yang tampan namun kembali lagi kepada si penulis yang pada dasarnya menciptakan pesona dan ketampanan Rezef sesempurna itu---nyaris melebihi ketampanan dan pesona yang dimiliki oleh sang tokoh utama sendiri.

Hari ini Larissa terpaksa pergi dengan tangan kosong namun dalam hati dia berjanji akan kembali dengan serangan yang sangat besar sekali disaat Rezef sedang lengah dan waktu itu tidak akan lama lagi. Larissa memiliki firasat baik atas hidupnya kali ini.

"Mengambil satu langkah mundur untuk menggapai tiga langkah maju di depan lawan?" Larissa terkekeh pelan sebelum benar-benar masuk ke dalam kereta kuda, ia menoleh sekali lagi untuk memandang kemegahan Carthion. "Kurasa bukan ide yang terlalu buruk apalagi hadiahnya sudah ada di depan mata."

"Dan kau, Ash..." Larissa membayangkan sedang bicara bersitatap dengan gadis itu berdua saja. "Kau akan jadi orang pertama yang kubunuh dengan tanganku sendiri hari itu."

"Haha..." ia merasa nyaris gila setelah mendapatkan fakta mencengangkan. "Ternyata kau bukan dari sini, Ash. Kau sama sepertiku tapi sayangnya aku tidak akan membiarkanmu merebut seluruh perhatian yang seharusnya menjadi milikku. Semua itu akan segera kembali padaku. Akan kudapatkan kembali."

***

Larissa ini sebenarnya baik kok cuma....

Crown Prince and His Maiden Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang