[13] Oblivious

1.3K 215 79
                                    

West Jayakarta, Halte Bus Ampang.
October 2 2018, 04:12 PM.

Menatap gadis di hadapannya, Alan seketika menuruni motornya dan berjalan ke arah (name). Tatapan kosong gadis itu, membuatnya merasakan perasaan aneh yang tak nyaman. Lebih baik dirinya melihat (name) koar-koar tidak jelas dibanding seperti ini.

"Lo belum jawab pertanyaan gua tadi." Jujur saja, ia cukup merasa aneh kala mendapati (name) yang hanya terdiam membisu. Biasanya kan mereka selalu berargumen tanpa kenal waktu dan tempat. Namun, sepertinya hal ini lebih serius.

Berdecih pelan, (name) segera membuang muka tanpa memedulikan sang pemuda di hadapannya. Apa pula masalahnya? Lagi pula Alan bukan siapa-siapa. "Udah gue bilang, ini bukan urusan lo. Lo emang siapa? Kita juga bukan temen yang gimana-gimana."

Mendengar perkataan gadis tersebut, membuat Alan menggertakan gigi. Entah mengapa, mendengar perkataan (name) yang terkesan menggambarkan bahwa dirinya bukan siapa-siapa justru membuatnya kesal bukan main. Ia tidak suka. Ya, walau itu fakta.

Menarik tangan gadis di hadapannya, Alan segera menuntun (name) ke motornya, mengabaikan ekspresi sang gadis yang sudah menyalang karena jengkel. Padahal, ia kan awalnya hanya ingin langsung balik ke rumah, lalu kenapa dirinya menghampiri (name) ke sini?

"Lo naik cepetan, gua anter." Ujar Alan, menaiki motornya kembali guna untuk pergi mengantar gadis itu. Lagi pula, tidak baik membiarkan seorang perempuan sendirian saat jam segini. Apalagi (name) yang notabenenya sebagai... Ah, nevermind.

"Nggak perlu. Gue bisa naik bus sendiri aja. Lo nggak usah repot-repot." Sebelum (name) dapat berbalik, sebuah tangan seketika mencekalnya, membuat dirinya cukup tersentak meski pada akhirnya ia melepaskan dengan kasar.

"Udah jam segini, lu kira bakal ada bus yang lewat?" Ujar sang pemuda, masih terus berdiam di sana menanti sang gadis. Astaga, mengapa (name) ini keras kepala sekali?

Masih dalam pendiriannya, (name) dengan teguh berdiam di sana."Pasti ada lah. Kalo nggak ada ya mungkin gue naik taksi online."

"Emang keras ya kepala lo. Lagian juga gua anter gak akan bikin rugi plus lu bisa simpen uang ongkos." Mendengar pernyataan Alan yang ada benarnya, membuat (name) sedikit bimbang. Bukannya (name) tak ingin, hanya saja ia tidak mau memiliki utang dengan siapapun.

Ia tidak terbiasa dengan ini. Diberi tumpangan, meminta bantuan, ataupun hal lain yang ia hitung sebagai utang. Selama (name) bisa mengandalkan dirinya sendiri, kenapa tidak? Lagi pula, ia juga sudah terbiasa melakukan semuanya tanpa bantuan seorangpun.

Dengan beberapa argumen serta pertimbangan dari sang gadis, pada akhirnya (name) memutuskan untuk ikut dengan Alan. Menghela nafas panjang, (name) segera menaiki motor Alan sembari membenarkan posisinya.

"Nih helm biar lu gak kenapa-kenapa." Memberikan helm satu-satunya, Alan segera menyalakan motornya untuk bersiap pergi dari sana. Mengamati ekspresi sang gadis yang cukup melunak tak seperti tadi, membuat Alan merasa sedikit lega.

"Lo nggak pake?" Tanya (name) kepada pemuda di depannya ini, sembari memasang helm yang telah diberikan.

"Buat lo aja." Sebenarnya, helm yang dipakai gadis di belakangnya itu merupakan helm favorit milik Alan. Siapapun tak akan ada yang boleh menggunakannya selain sang pemuda.

Namun, entah mengapa dirinya tidak masalah jika (name) yang mengenakan. 'Sebenernya, gua kenapa dah? Akhir-akhir ini jadi aneh banget.' Menggelengkan kepalanya, Alan segera menepis seluruh pemikirannya, membuat (name) mengerutkan kening. Apa pula bocah ini?

"Kau ini kenapa lagi? Hadeh. Gue udah siap." Ujar (name) memberitahu bahwa dirinya telah selesai memakai helm.

"Ok pegangan. Gua bakal ngebut soalnya." Mendengar peringatan dari Alan, seketika membuat sang gadis membelalakkan mata.

She Way Out | TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang