[32] Keputusan

1.4K 221 197
                                    

West Jayakarta, ORV Company.
October 23 2018, 03:40 PM.

Memarkirkan motornya di barisan motor-motor lain yang berada di depan perusahaan, (name) dengan cepat melepas helmnya yang bertugas untuk melindungi rambutnya dan mencabut kunci motor.

Tak lupa, gadis itu juga merapikan kembali penampilannya sebab hari ini merupakan hari penentuan. Penentuan akan dirinya ini diterima atau tidak dalam perusahaan teman sang ayah yang selalu dibangga-banggakan itu.

ORV Company merupakan perusahaan yang menawarkan jasa desain grafis merek serta iklan dan penempatan produk dengan mengandalkan sarana interaktif dan teknologi agar produk mereka dapat tersebar luas di kawasan manapun.

Bahkan, ORV Company ini juga sudah terkenal di dunia maya dan biasa menjadi andalan untuk setiap bisnis produk-produk yang membutuhkan jasa pemasaran. Tidak heran, jika para karyawan yang bekerja di dalamnya akan menerima bayaran yang terbilang cukup besar.

Namun, apakah dirinya tertarik dengan itu? Sudah jelas tidak. Bahkan, mengambil jurusan design graphic saja bukanlah suatu keinginannya, melainkan ayahandanya. Ia hanya bisa menerima seluruh pilihan sang ayah dengan lapang dada, dan mulut terkunci rapat.

Lagi pula, ia sudah menerima takdirnya ini dengan pasrah. Mungkin saja, semesta menginginkan dirinya untuk menjalankan tugas di dunia melalui hal tersebut, meski (name) sangat terpaksa dalam melakukannya. Ia telah hilang harapan.

Mengaitkan helm di kaca spion, gadis itu langsung berjalan memasuki gedung perusahaan dengan wajah datarnya tanpa menampilkan raut ekspresi apapun, seakan-akan dirinya tak ingin berada di sini. Bahkan, helaan nafas pasrah sesekali terhembus dari mulut sang gadis.

Jujur saja, ia tidak ingin bekerja di sini, sesuai dengan keinginan sang ayah. Namun, mau bagaimana lagi? Dirinya tak bisa menolak kalau sang ayah sudah berkehendak demikian. Bisa-bisa, tubuhnya ini akan dipukuli lagi hingga lebam!

Membawa berkas-berkas yang diperlukan, gadis itu segera menghampiri resepsionis dan menjelaskan maksud serta perihal ia berada di sana. "Oh, baik mbak. Jadi, mbak ingin interview di sini? Kalau begitu, ikut saya." Tanggap sang resepsionis wanita dengan senyuman profesionalnya.

Mengikuti langkah sosok wanita di hadapan, (name) masih terus membawa berkas-berkasnya di tangan sembari memperhatikan langit dari balik kaca. Ah, sepertinya sang angkasa sedang menunjukan pesona indahnya ya?

Sayang sekali, dirinya ini tak bisa menikmati itu sekarang sebab ada hal yang lebih penting.

Berhenti di depan sebuah ruangan, sang resepsionis seketika menoleh ke arah (name) dengan senyuman manis yang masih terpatri di wajah. "Maaf mbak, mbak bisa tunggu sebentar ya di bench bersama dengan pelamar lain. Nanti, akan dipanggil namanya." Ucapnya penuh sopan.

Tersenyum menanggapi, (name) dengan segera mengambil posisi duduk pada suatu bench yang masih cukup untuk dirinya seorang. Di sampingnya, telah banyak sekali para pelamar-pelamar lain yang akan diwawancara pula hari ini.

Wajah mereka kentara sekali gugupnya, paniknya, semangatnya, bahkan ada yang sampai menangis. Merasakan perasaan bosan yang melanda, gadis itu segera meraih handphonenya kala untuk mengecek whatsapp sebelum akhirnya membelalakkan mata.

"Lah ada apaan ini? Si Yoga kok spam call 5x? Tumben amat." Gadis itu hanya bisa menukikkan alis saat melihat histori dari panggilan yang telah masuk. Namun, sebelum dirinya dapat mengirim pesan untuk menanyakan hal tersebut, sebuah panggilan dari Yoga lagi-lagi berdering.

Sungguh, sebenarnya apa yang terjadi? Apakah ada hal buruk yang tengah melanda temannya itu?

Mengangkat panggilan dari sang teman, (name) dapat merasakan kegelisahan mulai muncul kala mendengar suara-suara aneh yang menjadi latar belakang seruan Yoga dari balik telepon. "(NAME)!! Lu denger gua gak?!!!" Panik Yoga, membuat sang gadis bingung.

She Way Out | TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang