[18] Hari Sial

1.2K 235 64
                                    

West Jayakarta, SMK Cipta Wiyata.
October 4 2018, 10:35 AM.

Merapikan buku-buku yang telah dikeluarkan, (name) segera menenggelamkan kepalanya di lipatan tangan atas meja. Ingin sekali dirinya pergi dari sini, meninggalkan kelas. Bagaimana bisa ia sebodoh itu?

Semenjak kejadian kemarin di mana (name) menemukan fakta yang sebenarnya, ia menjadi sangat risau. Malu jika berpapasan dengan anak kelasan animation, khususnya Alan. Sang pentolan kelas animation yang dirinya beri surat cinta.

Mengacak-ngacak rambut halusnya, gadis itu membuat Listya mengerutkan kening kala mendapati temannya yang aneh seperti itu. "Lo kenapa dah (name)? Pake ngacak-ngacak rambut gitu? Ada-ada aja kelakuan." Herannya bertanya-tanya. Kenapa pula bocah ini?

"Ih lo nggak ngerti Lis! I fucked up. Gimana ini? Gue pusing beneran." Mengigit jari, sang gadis lagi-lagi hanya bisa berkomat-kamit panik. Ia benar-benar malu, sangat MALU. Membayangkan dirinya berpapasan dengan Alan saja, sudah membuat (name) bergidik.

"Hadeh, emang lo ngapain lagi sih (name)?" Menggelengkan kepala heran akan kelakuan temannya yang satu ini, Listya seketika melipat kedua tangan di atas meja, menunggu penjelasan sang gadis.

Menarik nafas dalam-dalam, (name) terlihat ragu namun tetap melanjutkan. "...lo percaya nggak? Kalo misalnya yang ngasih surat cinta ke Alan itu...gue?" Memalingkan wajah ke samping, sang gadis lagi-lagi hanya bisa merutuki dirinya sendiri.

Ia tahu betul bahwa dirinya ini bodoh. SANGAT bodoh. Seharusnya, (name) bisa lebih teliti lagi dalam mencari meja Askar. Bukan hanya menaruh asal di atas meja yang memiliki tulisan serupa. Lidahnya terasa kelu untuk mengatakan sesuatu.

Membelalakkan mata, Listya tanpa aba-aba langsung berdiri menggebrak meja, membuat seluruh murid kelas design graphic tersentak. Menepuk jidatnya sendiri, lagi-lagi (name) merasa malu. Memang salah, dirinya memberitahu Listya tentang hal ini.

Tersenyum canggung, Listya langsung kembali duduk di kursinya dalam diam, menatap (name) dengan cepat seakan-akan meminta penjelasan lebih lanjut. "Kok bisa?! Kenapa lo gak ngasih tau gua?!!" Bisiknya di kuping sang teman.

Perasaan, temannya ini kan selalu menjelek-jelekkan kelas animation? Lalu, mengapa dia malah mengirim surat cinta ke anak kelasan itu? Pentolan kelas pula!

"Panjang ceritanya...Yang pasti itu surat bukan dari gue, gue cuma nganterin tapi yang nerima salah orang." Kesah (name) lesu, mengabaikan reaksi temannya yang shock parah.

"Terus sekarang gimana? Bang Alan udah tau kalo lo yang ngirim suratnya?" Tanya Listya, bertopang dagu memperhatikan mimik (name).

Kembali merebahkan kepala di atas meja, (name) menggerutu sembari memainkan jarinya mengetuk-ngetuk meja. "Udah lama dia tau! Malah sebelum gue tau juga dia udah tau! Malu banget gue anj*ng!!" Menggertakkan gigi menahan malu, (name) hanya bisa berdecih sebal.

Dunia ini ternyata sedikit menjengkelkan ya? Harus ditaruh di mana mukanya ini jika bertemu dengan Alan? Apa dia langsung lari saja ya? Namun, bukankah itu akan membuat dirinya terlihat seperti pecundang? Ah, menyebalkan sekali!

Kilas Balik waktu kemarin

Setelah kejadian di mana gadis itu pingsan kala mendengar ucapan Yoga, (name) langsung menelpon Dira dengan sigap tanpa menunda-nunda akibat dirinya yang sudah panik bukan main. Saat ini, jam sudah menunjukkan pukul 5 PM, yang berarti ekskul telah selesai.

Mengambil tas ranselnya, gadis itu langsung meraih handphone dan menekan sebuah nomor. Mondar-mandir sembari menggigit jari, sosok (name) yang masih berada di depan gerbang sekolah, cukup menarik beberapa perhatian murid yang mengikuti ekskul sore.

She Way Out | TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang