10 tahun lalu
"High five?" Rista mengacungkan tangannya. Anak kecil yang memakai kupluk biru muda di depannya tersenyum kemudian menepukkan tangan kurusnya pada Rista.
Rista pun tertawa senang kemudian mengusap kepala anak itu. "Kakak pulang dulu ya?"
Anak kecil itu mengangguk-angguk. "Makasih bonekanya, besok pulang sekolah kakak ke sini lagi ya?"
Rista tersenyum lebar. "Tentu, kamu mau Kakak bawain apa?"
Anak kecil itu menggeleng. "Kakak dateng aja aku seneng banget."
Rista mengacungkan jempolnya. "Kalo gitu Kakak pulang ya." Rista melambaikan tangannya. Kemudian berjalan keluar meninggalkan ruangan itu.
Semua boneka sudah diberikan pada anak-anak pejuang kanker itu. Sebenarnya ini masih terbilang siang untuk Rista pulang. Rista tidak mau mengurangi jam pulangnya, ia harus menghabiskannya dengan benar. Tapi ke mana? Anak-anak sudah waktunya istirahat. Rista tak ingin kesehatan mereka terganggu.
"Oh iya, gue nengok Dhea aja kali." Rista hendak melangkahkan kakinya ke lorong sebelah kiri, tapi kemudian dia teringat sesuatu. "No-no-no, pasti bakal ada si Kikan." Rista mengingat sahabat sepupunya itu yang sering berpenampilan kacau. Di wajahnya pasti ada saja bekas luka, belum lagi sikap dinginnya, Rista tidak menyukai orang itu.
Rista menarik napas lalu memilih berjalan ke sebelah kanan. Mungkin dirinya lebih baik pergi ke kantin saja. Masih masuk jam makan malam, suster-suster magang biasanya makan di akhir. Kebetulan Rista juga merasa lapar.
Rista memelankan langkahnya begitu melihat seorang cowok yang tengah duduk menunduk di bangku koridor. Yang membuat Rista penasaran adalah seragam batik cowok itu yang sama seperti yang Rista kenakan saat ini. Artinya mereka satu sekolah.
Langkah Rista semakin mendekat, ia semakin memfokuskan pandangannya untuk melihat wajah cowok itu. Rista bahkan sampai membungkuk, tapi tiba-tiba cowok itu mengangkat wajah yang membuat Rista kaget.
Kaget karena gerakan tiba-tiba dia, kaget karena ketahuan Rista sedang memperhatikan dia, juga kaget karena ternyata cowok itu adalah teman sekelasnya.
"Ferdi?" ucap Rista seraya menunjukkan telunjuknya.
"Rista?" Cowok yang punya ekspresi kusut itu pun juga terlihat tidak menyangka.
Mereka memang sekelas, tapi hanya sebatas itu saja. Rista bahkan tidak ingat apakah mereka pernah bertegur sapa sebelumnya atau tidak. Ferdi ini orang yang Rista labeli punya kepribadian aneh. Dia suka mengganggu Jeya, cerewet, julidnya tidak ada yang mengalahkan, bahkan saking hebohnya bisa dibilang annoying. Namun, Ferdi hanya melakukan itu pada Jeya dan beberapa teman sesama OSIS-nya. Di luar itu? Dinginnya bukan main. Rista pernah menggibahkan dengan Nessa bahwa Ferdi ini papan yang bisa jalan.
"Siapa yang sakit?"
"Eu, nyokap gue." Ferdi terdengar menghela napas. Antara raut lelah juga sedih, semuanya bercampur menjadi satu.
Rista masih memakai seragam sekolah karena memang tujuannya untuk membangkang, tapi cowok di depannya sudah pasti karena kalut. Apalagi jika fakta bahwa ibu yang tengah dirawat, mungkin Ferdi juga melupakan makannya.
"Lo jaga di sini sampe malem?"
Ferdi mengangguk. Dia pun hanya mengernyit begitu Rista pergi begitu saja setelah melontarkan pertanyaan itu. Ferdi pun dan ambil pusing, ia hanya kembali menunduk.
Sementara itu Rista semakin mempercepat langkahnya menuju kantin. Kantin khusus pegawai yang tentunya begitu Rista masuk langsung menarik perhatian. Semua tahu putri tunggal pemilik tempat mereka bekerja itu. Apalagi hobi Rista memang berkeliaran di rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Relationshit [TAMAT]
عاطفيةFerdi berjiwa keabangan. Rista berjiwa keibuan. Ferdi kehilangan ibunya. Rista yang menemani di titik terendahnya. Ferdi itu sarampangan. Rista yang buat hidup Ferdi tertata. Ferdi nyaman dengan semua sikap Rista. Tapi Rista tetap berdeklarasi sebag...