"Seriusan?" Bella yang baru memasukkan potongan kue pada mulutnya itu terdiam sejenak dengan sebelah pipi menggembung.
Rista mengangguk. Buru-buru dirinya mengambil air minum untuk melepas gugup. Sedekat apa pun dirinya dengan Bella, pembahasan ini tetap terlalu pribadi untuk dibahas. Meski karena tak ada pilihan lain Rista pun memilih curhat juga.
"3 bulan anjir, kuat juga si Ferdi. Laki gue ditinggal dateng bulan aja udah kayak orang stress." Bella menggeleng-geleng.
"Gue jahat banget ya."
Bella menggeleng tegas. "Dia pantes digituin."
Rista menggigit bibirnya.
"Apa pun alasannya, selamanya rapist nggak layak dikasih maaf di mata gue."
Ya, Bella tidak berubah. Keyakinannya untuk membenci Ferdi tetap sama.
"Tapi yang jalanin hidup sama dia 'kan lo. Terserah keputusan lo. Lo maafin dia nggak masalah kok."
Entah untuk alasan apa, Rista merasa lega.
"Jadi gue harus bilang ke Ferdi kalo lo udah siap?"
Rista seketika melotot. "NGGAK GITU!"
"Ya terus apa? Gue paham kok kondisi lo sekarang. Lo nggak tau caranya bilang ke dia 'kan? Jangankan lo, gue yang udah punya anak aja gengsi banget kalo minta duluan."
Rista menutup wajahnya. "Bell, sadar nggak sih kita itu lagi di cafe?" Bella dari dulu tak pernah berubah. Selalu blak-blakan jika bersama Rista. Hingga tak heran mereka lebih banyak saling debatnya.
Bella dengan cueknya kembali menikmati kuenya.
"Tapi, Ta. Lo seriusan udah siap? Gue nggak setuju kalo lo lakuin ini cuma karena kasian sama Ferdi.""Pertama alasannya emang itu." Rista menghela napas sebelum menatap Bella dengan penuh yakin.
"Tapi gue juga istri dia Bell, gue juga sayang sama dia. Semua orang pengen orang yang disayangnya lebih bahagia 'kan? Dia nahan diri selama ini demi gue nggak keganggu, dia berkorban. Jadi gue nggak papa 'kan kalo berkorban juga? Ya meskipun bagi pasangan di luar sana ini cuma hal--"
"Lo hebat," sela Bella. Tatapannya lurus sekaligus dalam pada Rista. "Cuma orang bego yang bilang itu hal sepele."
Rista menghembuskan napasnya lagi. Kembali dia merasakan kelegaan. Perkataan Bella memang serampangan, tapi selalu bisa membuat Rista merasa lebih baik.
"Tau nggak apa yang bikin gue kagum sama lo dari dulu?"
Bella kagum padanya? Itu terdengar mustahil(?) tapi Rista menahan diri untuk tidak mengatakannya.
"Lo nggak pernah lari dari masalah apa pun.Lo selalu berdiri buat ngadepinnya. Bahkan untuk hal seberat apa pun lo cuma minta waktu buat nangguhin diri lo buat bisa ngalahin masalah itu. Meskipun kadang keliatannya kayak orang bego, tapi lo satu-satunya kebegoan yang gue suka."
Rista tidak bisa berkata-kata. Dia bingung harus menanggapinya bagaimana.
"Lo tau 'kan kalo jodoh itu bukti dari refleksi diri? Lo udah bersikap terlalu baik sama semua orang, bahkan orang yang pernah buat lo luka sekalipun."
Bella meraih tangan Rista dan menggengamnya lembut. "Anak baik nggak perlu takut disakitin 'kan?"
Bella tersenyum manis. Senyum yang seperti mengandung sihir karena beriring Rista melihatnya, sudut-sudut bibirnya perlahan juga ikut tertarik. Rista kemudian menganggukkan kepalanya.
oOo
Rista menatap pantulan dirinya yang masih berbalut handuk di cermin kemudian pada baju di tangan kirinya. Ada sedikit ringisan begitu Rista menatap baju itu untuk kedua kalinya.
Pada saat pernikahannya, Rista mendapatkan beberapa kado berisi hal yang mereka sebut 'baju dinas'. Tentu Rista tidak pernah membukanya sampai barusan. Rista hanya bisa melongo tak habis pikir, dari merknya tentu itu tidak murah, kenapa mereka rela mengeluarkan uang sebanyak itu untuk pakaian--yang bahkan tidak terlihat seperti pakaian karena hanya berupa tali-tali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Relationshit [TAMAT]
RomanceFerdi berjiwa keabangan. Rista berjiwa keibuan. Ferdi kehilangan ibunya. Rista yang menemani di titik terendahnya. Ferdi itu sarampangan. Rista yang buat hidup Ferdi tertata. Ferdi nyaman dengan semua sikap Rista. Tapi Rista tetap berdeklarasi sebag...