Rista menatap langit-langit kamar Jeya. Malam ini dirinya menginap di rumah sahabatnya itu lagi. Wajah Rista tampak berseri-seri seolah segala kebahagian tengah ditumpahkan pada dirinya.
"Kayaknya gue jatuh cinta."
Jeya yang baru membaringkan pipinya pada bantal itu terangkat kembali. "Hah?" tanyanya dengan mata yang berusaha dibuka. Jeya terlihat sudah sangat mengantuk.
"Gue jatuh cinta, Je." Berbanding terbalik, Rista malah begitu semangat padahal sekarang sudah lebih dari tengah malam.
Jeya menghela napas. Dirinya mulai lelah mendengar kata cinta dari mulut Rista. Karena akhirnya itu akan menjadi omong kosong. Jeya menjatuhkan kembali kepalanya pada bantal.
"Kali ini beneran, Je. Gue bener-bener baper sama dia. Gue nyaman sama dia. Dia orangnya baik, jarang banget 'kan gue jatuh cinta sama modelan kayak gini?"
"Hmm ...." Jeya yang sudah memejamkan mata itu hanya bergumam.
"Gue sumpah deh, Je. Seandainya dia nembak gue, gue nggak bakal nolak. Gue bakal langsung terima atau bahkan perlu gue yang nembak duluan." Mata Rista berbinar seolah baru saja menemukan ide cemerlang.
"Bener! Gue yang nembak aja. Menurut lo gimana, Je?" Rista menoleh pada Jeya. Namun, cewek itu sudah tidak bergerak dan sepenuhnya dipeluk mimpi.
"Gue nginep buat curhat, udah bela-belain temenin bikin gelang kenapa malah tidur duluan sih?"
Rista mencoba menepuk-nepuk lengan Jeya, tapi tidak ada respon sedikit pun dari cewek itu. Rista pun mendengkus kemudian memilih turun dari ranjang. Dengan raut kesal dia pun membuka pintu yang menuju balkon.
Rista melihat kamar Bella pun sudah gelap. Cewek itu pasti sudah tidur juga.
Namun, memangnya sejak kapan Rista peduli seperti itu pada Bella sampai harus merasa sungkan. Toh selama ini Bella juga lebih sering memihak Jeya daripada dirinya.
Rista mulai menunduk dan mencari sesuatu yang bisa dirinya lempar. Tidak adanya kesabaran membuat Rista langsung melepas sandalnya dan melempar ke arah jendela Bella.
Ia menunggu beberapa saat, tapi tak terlihat pergerakan dari seberang sana. Rista pun melepas sebelah sendalnya lagi lalu melempar. Namun, kali ini sendalnya tidak mengenai jendela, melainkan Bella yang menangkapnya dengan begitu mulus.
"Kok ada jeda?" tanya Rista begitu Bella mendekat ke arah pagar.
"Lo pikir gue Flash." Bella dengan wajah bangun tidurnya itu menepuk-nepuk pipi.
"Ada apa?"
"Gue jatuh cinta."
Ucapan Rista seketika membuat Bella yang setengah mengantuk itu melebarkan kelopak matanya. Bukan speechless karena Rista yang tanpa basa-basi itu, tatapan Bella sekarang seolah berkata, 'Lo bangunin gue malam-malam cuma buat bilang itu?'
"Kenapa sih? Masa percintaan Jeya yang semrawut lo benerin, ke gue malah kayak gini?" Rista memberengut kesal.
"Masalahnya lo bilang cinta segampang buang ingus." Bella menggerutu gemas.
"Kali ini beneran. Gue bener-bener cinta sama dia."
Bella menatap Rista dirinya kehabisan kata-kata. "Please ya Tuan Putri, lo tuh jangan terlalu gampang suka sama cowok ngapa?"
"Bell, kali ini gue serius. Sumpah. Gue nggak pernah deg-degan sama orang sampe kayak gini."
"Taun lalu lo pernah bilang gitu."
"Kali ini lebih-lebih dari itu. Sumpah gue rasa dia itu jodoh gue. Gue bakal nikah sama dia di masa depan."
Bella mengurut pelipisnya. "Iya-iya terserah. Terus masalahnya apa sampe lo ngomong sama gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Relationshit [TAMAT]
RomanceFerdi berjiwa keabangan. Rista berjiwa keibuan. Ferdi kehilangan ibunya. Rista yang menemani di titik terendahnya. Ferdi itu sarampangan. Rista yang buat hidup Ferdi tertata. Ferdi nyaman dengan semua sikap Rista. Tapi Rista tetap berdeklarasi sebag...