31. Rumah

3K 400 17
                                    

Ferdi memakai baju dengan cepat, ia segera bergegas keluar. Hingga gerakan tergesanya tanpa sengaja menendang sebuah ponsel. Ferdi sedikit membungkuk untuk memungutnya. Ia pun memasang raut rumit begitu mendapati jika itu adalah ponsel Rista.

Tanpa membuang waktu Ferdi menuruni gedung itu. Kepanikannya meningkat begitu tidak menemukan mobil Rista yang seharusnya terparkir di samping mobilnya. Hati Ferdi bergemuruh hebat. Bahkan tangan Rista belum berfungsi secara normal, kenapa Ferdi malah abaikan hal itu.

Kepala sialan, Ferdi terus memaki. Dengan tergesa ia memasuki mobilnya dan menjalankan dengan cepat. Matanya bergerak liar memindai ke sana-kemari guna mencari keberadaan wanita itu. Namun nihil, Ferdi tidak menemukan petunjuk.

Ferdi menekan klakson dengan kencang begitu mobil di depannya berhenti. Ferdi mengerang frustrasi. Ia tahu itu karena lampu yang berubah merah, tapi dirinya tidak bisa bersabar untuk sekarang. Dirinya benar-benar kacau.

oOo

Ferdi tiba di kantor Rista. Langkahnya setengah terpontang-panting keluar dari mobil. Mengabaikan jika dirinya orang asing, Ferdi langsung berjalan cepat ke arah pintu masuk hingga hampir saja dirinya bertabrakan dengan seseorang dari arah yang berlawanan.

"Mas Ferdi?" tanya July, orang yang berhadapan dengan Ferdi itu. Wajah July pun terlihat tengah terburu-buru.

"Sama Mbak Rista, 'kan? Rapatnya udah mau mulai."

Ferdi yang hendak bersuara seketika terdiam. Secara tidak langsung July menjawab pertanyaannya, jika Rista tidak ada di tempat ini.

"Saya sendiri," jawab Ferdi dengan lemah. Sendi-sendinya terasa rontok. Padahal Ferdi sangat berharap wanita itu ada di sini. Ketidakadaannya cukup mewakili jika wanita itu tidak baik-baik saja. Menjelaskan bawa senyuman tadi pagi adalah kepalsuan. Ferdi merutuki dalam. Kenapa Rista harus berpura-pura tidak terjadi apa-apa.

"Maksudnya Mas juga mau nyari Mbak Rista?"

Ferdi mengangguk lemah. July pun menggigit bibir lalu berdecak, tanpa memberi salam ia langsung meninggalkan Ferdi karena rekannya yang berada di dekat lift terus meneriakkan namanya.

Ferdi  mengusap wajah kasar sebelum merogoh ponsel milik wanita itu. Ia segera memghubungi seseorang. Mengabaikan tatapan orang-orang yang merasa aneh akan keberadaannya.

"Iya, Ta?" Suara Jeya, sahabat terdekat Rista terdengar.

"Rista sama lo, Je?" Yang Ferdi butuhkan sekarang adalah mengetahui keberadaan Rista. Dia harus memastikan jika wanita itu berada di tempat yang setidaknya mendukung dia baik-baik saja

"Loh? Kok suara lo, Fer?"

"Rista ada di sana?" ulang Ferdi lagi dengan hela kecewa. Tanpa berbicara lanjut pun sudah jelas Rista tak ada di sana. Jeya terlalu transparan. Bahkan jika dia bermaksud menyembunyikan, satu kata dari mulutnya pasti akan membongkar keberadaannya.

"Ngaco. Lo yang pegang hpnya, masa nanya gue?"

Ferdi menangkup wajahnya. "Dia pergi ... tapi lupa bawa." Ferdi beralibi. Ia menggigit bibirnya.

"Dia nggak ada di sini. Bentar deh Fer, gue nanggung nih lagi bajuin Kean. Telepon nanti lagi ya."

Sambungan itu terputus. Ferdi pun tak menyia-nyiakan waktu dengan langsung menghubungi nomor Friska. Tidak lama nada sambung berbunyi, telepon itu langsung terangkat.

"Zi, kamu pokoknya harus ke sini! Kamu harus jelasin apa maksudnya kemarin. Nggak ada penolakan."

Ferdi tidak bisa mendengar ucapan Friska lebih lanjut. Ia menunduk dengan bahu yang lemas.

Relationshit [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang