Ekstra 1. Keinginan Terpendam

2.8K 388 10
                                    

3 Bulan kemudian.

Baru saja Rista membuka matanya, sebuah bayangan hitam langsung mendekat dan memberikan kecupan pada pipi kirinya, berlanjut pada pipi kanan, hidung, kening, dagu. Semua tak terlewat.

"Ga, udah."

Rista mencoba mendorong bayangan hitam itu, sayangnya tenaganya belum terkumpul, akhirnya Rista hanya pasrah ketika Ferdi kembali menghujani kecupan pada wajahnya.

"Pak suami tolong ya, itu matahari udah nongol. Minggir," titah Rista dengan suara yang lumayan serak.

"Sekarang 'kan hari minggu. Nggak papa lah males-malesan." Pria itu malah sengaja memeluk tubuh Rista lebih erat

"'Kan semalam aku udah bilang kita mau nengok bayinya Amara, masa lupa sih? Heran deh dikit-dikit lupa."

Ferdi mengernyit singkat, kemudian berpura-pura santai. "Kata siapa lupa? Maksud aku kita nggak perlu berangkat pagi-pagi juga 'kan. Jadi santai aja."

Rista mendengkus. "Perlu banget aku ingetin kalo Amara tuh lahirannya di Bandung?"

"Oh ya gitu?"

Rista mendesis mengerahkan semua tenaganya untuk lepas dari pelukan suaminya itu. Rista menggulung rambutnya seraya berjalan ke arah kamar mandi. Dirinya menarik napas dalam untuk melepas rasa kesalnya. Namun, semua itu harus sia-sia begitu melihat baju yang berserakan di lantai kamar mandi.

Rista memegang keningnya. Semalam dirinya tidur lebih dulu saat Ferdi masih mandi, tidak mengira akan mendapatkan hadiah seperti ini. Benar-benar ya suaminya itu. Lebih menyebalkan dari dulu. Rista pernah protes akan sifatnya itu, tahu apa yang Ferdi bilang?

"Aku suka liat kamu ngomel-ngomel," ucap dia sembari tertawa cengengesan.

"Ga ...," panggil Rista dengan intonasi yang sudah menjadi khas, saking seringnya.

"Eh sayang, aku siapin sarapan ya," balas Ferdi diikuti suara kaki yang tergesa menapaki lantai.

"Kamu bahkan belum cuci muka!"

"Di wastafel dapur bisa kok."

Rista mengusap wajahnya. "Terima Zizi, begitu-begitu juga suami lo."  Selain minus di sifat nyebelinnya, Ferdi adalah orang yang sangat menyayangi Rista. Selalu menomor satukan Rista dalam hal apa pun.

Rista berjongkok lalu memunguti pakaian-pakaian itu dan memasukkannya pada keranjang cuci.

oOo

Hampir tengah hari mereka sampai di rumah sakit tempat Amara bersalin. Ini disebabkan karena Ferdi yang salah keluar gerbang tol.

"Telat banget lo, Divia baru aja balik."

Rista mendekati Amara yang terduduk di ranjang dengan selang infus di tangannya. Dia memeluk wanita itu sembari melakukan cipika-cipiki.

"Selamat ya, udah jadi Mama muda."

Amara tertawa senang. "Makasih, lo juga cepet isi dong." Amara mengusap perut rata Rista.

Rista tersenyum meski berubah sedikit canggung. Pertanyaan tentang apakah dirinya sudah hamil atau belum menjadi hal yang tidak ingin Rista dengar. Semua terlalu jelas, bagaimana mau hamil jika berhubungannya saja tidak. Lalu setelah itu Rista hanya bisa tersenyum miris untuk keegoisannya.

"Eh gue boleh gendong anak lo?" Alih Rista seraya menghampiri ranjang bayi yang tidak jauh dari sana.

"Boleh dong, dia sehat banget. Cuma guenya yang KO."

"Bisa aja lo."

Bayi yang masih berkulit merah itu terlihat menggerak-gerakan tangannya yang dibungkus. Dengan perlahan Rista mulai mengangkat bayi itu dan tersenyum senang begitu berhasil diam dalam gendongannya.

Relationshit [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang