Rista melirik ke atas, beberapa saat kemudian dirinya kembali menunduk. Hari sudah pindah ke kamar, Rista dan Ferdi duduk di sofa sementara dua wanita paruh baya yang punya gaya glamor mirip itu berdiri di depannya. Sebut saja ini adalah persidangan.
"Jadi kalian pacaran?" tanya Nadia. Memulai persidangan dengan pertanyaan dari dasar lagi.
"Iya," jawab Rista dan Ferdi dengan wajah menunduk tanpa berani mendongak. Padahal mereka bukan anak kecil lagi, tapi ibu-ibu itu membuat mereka tidak bisa membantah.
"Dari kapan?"
"Zizi suka Aga dari SMA," jawab Rista.
"Aga juga suka Zizi dari SMA," tambah Ferdi.
Nadia terlihat menggeram gemas. "Mama nanya kapan jadiannya?"
Rista menarik napas dalam. Tentu tidak bisa berbohong. "Tiga hari lalu."
Mata Nadia kembali melebar. "3 hari? Dan kalian sudah berani bermalam bersama?"
Friska tidak ada ekspresi lebih. Dia tahu Rista dan Ferdi pernah tinggal bersama selama masa penyembuhan Rista, tapi dirinya juga hampir jantungan mendengar mereka tidur di ranjang yang sama. Dia memilih diam, takut berbicara hal yang memicu kemarahan Nadia, bagaimana pun Friska memihak Rista.
"Dari dulu juga udah biasa tuh," gumam Ferdi yang langsung mendapatkan injakkan dari Rista.
"Mulutnya jangan kompor dong, Ganteng." Rista melirik Ferdi sinis. Untung hanya dia yang mendengar ucapan pria itu.
"Jadi kapan kalian mau nikah?" tanya Friska.
"Hah?!" Rista membelalak ke arah Friska. Terlalu kaget dengan kalimat yang wanita ucapkan itu. "Mami bilang belum pengen jauh dari Zizi."
"Kalo begini ceritanya, lebih baik kalian nikah aja 'kan? Daripada terjadi yang enggak-enggak?"
Yang nggak-nggaknya udah terjadi, Rista merutuk dalam hati.
"Ini maksudnya Aga sama Zizi disuruh cepet nikah gitu?" Ferdi sih tidak apa-apa, tapi dirinya tidak ingin membuat Rista melakukan sesuatu dengan terpaksa.
"Terus kamu pacaran tanpa niat menikah gitu?" Nadia memandang putranya dengan mata melotot.
"Bukan gitu maksudnya, Ma." Ferdi terdengar menghela napas.
"Ga, kalian itu bukan anak-anak lagi, kalian udah dewasa. Bukan waktunya untuk main-main lagi."
"Aga nggak main-main, Ma."
"Kalo memang begitu, harusnya kamu berpikir ke depan, bukan malah macam-macam!" Suara Nadia semakin meninggi yang membuat Rista terkaget. Mereka benar-benar bertengkar.
"Aga nggak macam--" Ferdi mengusap wajahnya. Terlihat kehabisan kata. Rista cukup mengerti apa yang Ferdi rasakan.
"Sebagai laki-laki, kamu itu harus--"
"Jadi kapan kita harusnya nikahnya?" sela Rista sebelum perdebatan antara ibu dan anak itu kian memanas. Bahkan melampaui ekspektasi karena kini keadaan berubah hening seketika. Semua mata kini tertuju pada Rista.
"Aga udah siapin semuanya, jadi tanggal berapa?" Rista memasang wajah penuh percaya diri dan menatap kedua wanita di depannya secara bergantian.
"Zi?" Ferdi menginterupsi. Namun, Rista memilih mengabaikannya.
"Zizi nggak bohong, semuanya udah Aga siapin." Rista mengangkat tangannya, menunjukkan cincin yang tersemat di jari manisnya.
"Mami sama Tante pasti tau ini dari brand mana. Nggak mudah buat dapetinnya. Jadi, kita nggak main-main kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Relationshit [TAMAT]
RomantizmFerdi berjiwa keabangan. Rista berjiwa keibuan. Ferdi kehilangan ibunya. Rista yang menemani di titik terendahnya. Ferdi itu sarampangan. Rista yang buat hidup Ferdi tertata. Ferdi nyaman dengan semua sikap Rista. Tapi Rista tetap berdeklarasi sebag...