20. Beauty Privilege

14 3 0
                                    

"Nel, lo ikut seleksi lomba drama 'kan? Bareng Nando?"

Nelisa menghentikan langkahnya yang hendak memasuki kelas, saat dua orang perempuan yang tampaknya dari kelas sebelah bertanya. Agak heran, tetapi ia mengangguk saja.

"Nggak ada angin, nggak ada ujan, tiba-tiba kandidat tahun ini beda ya? Nggak cuma Raya sama Farah. Malah Farah tahun ini vakum. Menurut gue sih ya, Nel. Lo bakal lolos, secara 'kan lo cantik apalagi pasangannya Nando. Cocok banget, kalo Nando sama Raya bakalan jomplang."

Nelisa menggeleng pelan disertai senyum canggung. Ia tipe anak yang tidak suka dibanding-bandingkan walaupun dalam perbandingan itu ia unggul. Nelisa hanya memikirkan perasaan orang yang dibandingkan dengannya, bagaimana kalau mereka sakit hati?

"Jangan bilang gitu ah, lagian gue sama Raya sama aja. Siapapun yang lolos tahun ini itu sama-sama bekerja kerasnya. Jadi, kalian do'ain yang terbaik aja, ya. Semoga siapapun yang mewakili SMA kita, bisa bawa juara," jawab Nelisa setenang mungkin.

"Jelas lo yang menang. Gue masih inget waktu pentas dulu, kelas sepuluh. Akting lo itu natural banget, mana pas jadi Putri kerajaan cantik banget. Haduh, sayangnya lo nggak mau wakili sekolah kita. Seandainya lo mau, pasti sekolah kita nggak cuma bawa juara tiga." Teman lainnya menimpali, membuat perasaan Nelisa semakin tidak enak.

Nelisa menggeleng, "Udah ah, nanti orangnya denger. Nggak enak."

Mereka berdua menghelah napas, "Udah cantik, baik, pinter, apalagi yang kurang dari lo? Pantes aja Nando kepincut sama lo, walaupun tuh cowok dulu sering sama Raya. Paling juga, Nando deket sama Raya emang sengaja biar bisa deket sama lo juga. Selamat ya, Nel! Gue do'ain deh, semoga lo lolos dan bawa juara!"

Nelisa hanya bisa tersenyum dan membiarkan dua gadis yang tak ia kenal sama sekali itu berlalu.

"Nel."

Nelisa dikejutkan dengan suara yang amat ia kenal, reflek berbaliknya sangat cepat. Di belakangnya ada Daffa dan Raya yang berjalan bersisihan. Sedikit mengerutkan dahinya, karena heran. Sejak kapan Daffa dan Raya menjadi dekat? Atau karena dirinya yang tidak menyadari perubahan di sekitar, hanya berfokus pada dirinya sendiri dan Nando?

"Iya?" Nelisa menyahut kikuk. Dalam hati ia berharap, Raya tidak mendengar percakapannya beberapa detik lalu.

"Ayo masuk, Bu Rona udah di jalan tuh."

Nelisa menoleh ke arah tunjuk Raya, kemudian mengangguk disertai senyum tipis. Ia lega, karena Raya tidak membahas soal tadi. Itu artinya, sahabatnya tidak mendengar apapun.

Mereka masuk bersama. Seperti yang Raya katakan kepada Nando semalam, ia akan berhenti menjadi kekanakan. Ia akan menerima semuanya dengan ikhlas dan membiarkan hubungan persahabatannya dengan Nando dan Nelisa tetap terjalin. Dan semoga, hatinya tetap aman.

Raya berharap, ia mampu menangani perasaannya sendiri.

*     *       *

"Bengong mulu kerjaan lo!"

"Ke kantin nggak, Ra?"

Raya yang sedang memikirkan makanan apa yang akan ia masak di rumah nanti kalau seandainya Mama tidak pulang, langsung tersentak ketika dua suara mengejutkannya.

"Eh Nel, Do."

Gadis itu sebenarnya masih canggung, tetapi ia tetap menggeleng. "Lo berdua duluan deh. Gue masih ada perlu, biasalah urusan eskul sastra. Sebentar lagi pergantian ketua, jadi gue sebagai sekertaris harus urus beberapa berkas buat diserahin ke ketua baru."

Nando dan Nelisa akhirnya mengangguk, kemudian satu tangan yang tidak saling bertaut itu melambaikan padanya. "Yaudah duluan, Ra! Semangatt! Bu sekertaris udah mau lengser aja," kata Nando disertai kekehan kecil.

Semestanya RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang