Chapter 1

7.4K 303 7
                                    

Menikahi Marko a.k.a rivalnya sejak kecil, bukanlah ide yang baik, tapi dijodohkan dengan orang asing itu ide yang jauh lebih buruk. Bukankah lebih baik seperti ini, menikah secara resmi tapi Sea dan Marko tetap bisa menjalani hidupnya masing-masing seperti dulu. Bedanya hanya mereka harus bersikap seolah pasangan suami istri yang saling mencintai di depan banyak orang. Marko dan Sea berpikir bahwa itu bukanlah hal yang sulit dari pada harus menghadapi ancaman kedua orang tuanya.

Demi menjalani kehidupan pernikahan yang nyaman, aman, damai dan tentram. Marko dan Sea juga sepakat untuk membuat rules. Termasuk kapan pernikahan mereka akan berakhir.

"Harus menghargai privasi satu sama lain."

"Oke." Sea mencatat perkataan Marko di selembar kertas putih.

"Ini yang paling penting, saling membantu kalo ada acara keluarga atau pun kepentingan yang harus melibatkan pasangan."

"Kalo salah satu berhalangan gimana?" Sea bertanya.

"Ya nggak apa-apa, as long as itu soal pekerjaan atau hal penting lainnya."

"Oke." Sea segera mencatatnya.

"Apa lagi ya ...." Marko menatap ke atas seraya berpikir. "Oh ini, dilarang baper!"

"Kalo itu 'kan emang udah jadi kesepakatan kita di awal."

"Udah buruan tulis ajaa."

"Iya, tapi ini yang gue tulis 'kan soal rules. Kalo masalah perasaan nggak usah ditulis juga gue rasa kita udah sepakat buat nggak ngelibatin hati."

Marko berdecak pelan. "Tulis aja ... just in case lo lupa."

"Dih? Siapa juga yang mau baper sama lo! Paling lo duluan yang baper sama gue!"

"Ya makannya tulis Seaa."

"Iya, iya!" Sea menulisnya dengan setengah ikhlas.

"Nih." Sea menyodorkan kertas tersebut kepada Marko, lelaki itu langsung membacanya satu per satu. Setelah dirasa cukup, ia mengangguk pertanda setuju.

Sea memberikan lipstick merah kepada Marko, lelaki itu lalu menorehkan lipstick di ibu jarinya kemudian mengecapkan di atas kertas. Begitupun dengan Sea.

***

Rumah besar yang ditempati Sea dan Marko sebagai hadiah pernikahan dari orang tua Marko, terasa seperti kos-kosan. Bukan situasanya, namun suasana antara Sea dan Marko. Keduanya seperti orang yang asing dan saling menyapa singkat jika tidak sengaja bertemu atau berpapasan menuju kamar mereka masing-masing.

Sea sih tidak peduli, ia hanya fokus dengan hidupnya saja. Meski Marko pulang subuh atau tidak pulang sama sekali, ia tidak memikirkannya. Selagi itu tidak merugikan Sea.

Begitu juga dengan Marko, apapun yang Sea lakukan ia tidak pernah mengomentarinya. Meski Sea terus berada di kamarnya sepanjang hari, Marko tidak memikirkannya. Ia terlalu sibuk menikmati hidupnya yang kini tidak lagi diurusi atau diawasi oleh kedua orang tuanya.

"Marko, lo kemarin kemana?" Sea tiba-tiba muncul membuat Marko yang sedang menuangkan minum sedikit tersentak.

Marko mengelap tumpahan jus, ia kembali menaruh botol jus tersebut di dalam kulkas.

"Kenapa emang?" Tanya Marko.

"Tadi kakak lo bilang katanya kemarin dia ngeliat lo sama gue di The Langham."

Marko yang sedang meminum jus pun sontak tersedak, ia mengambil tisu untuk mengelap bibirnya.

Mata Sea memicing. "Itu lo sama siapa?" Sea lalu melipat kedua tangan di bawah dada. "Gue sih nggak peduli ya lo mau ngapain di luar sana, asal lo bisa main rapih aja."

My Stranger Husband ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang