Chapter 3

5.4K 265 15
                                    

Peraturan Nomor 6: Dilarang menyebarkan alamat rumah/mengajak lawan jenis yang memiliki hubungan khusus

***

Kalau ditanya, sejak kapan sih sebenarnya Marko dan Sea itu kenal? Jawabannya adalah sejak 23 tahun yang lalu.

Marko dan Sea itu sudah saling kenal dari jaman mereka masih bau minyak telon. Keduanya pertama kali ketemu saat berada di kelas Sekolah Dasar yang sama. Sejak jaman itu, Sea dan Marko emang udah kayak Tom and Jerry, dua-duanya punya karakter dan kepribadian yang bertolak belakang. Ditambah lagi, mereka juga adalah rival di bidang akademik sampai perlombaan, ranking-nya selalu balap-balapan. Nggak berhenti sampai di situ, persaingan keduanya bahkan berlanjut hingga SMA apalagi kelas mereka saat itu berbeda, Sea yang merupakan anak IPS sedangkan Marko anak IPA. Setiap kali ada perlombaan antar kelas, keduanya selalu maju untuk jadi perwakilan dan menjadi provokator teman-teman kelasnya untuk saling bersaing. Sampai-sampai, permusuhan antara kelas Sea dan Marko menjadi cerita yang sangat terkenal pada masanya. Untungnya saat kuliah mereka berpisah, Marko yang melanjutkan studi di Singapore dan Sea di Yogyakarta. Tapi kayaknya semesta itu selalu punya rencana yang unik ya, sudah jauh-jauh terpisah Sea dan Marko malah kembali bertemu di Jakarta.

"Kalo gitu kita duluan yaa. See you guys!" Sea dan Marko melambaikan tangan pada teman-temannya begitu mereka sampai di Bandara Soekarno Hatta. Liburan yang berlangsung selama tiga hari itu akhirnya berakhir sudah. Keduanya pun membuang napas lega ketika sudah berada di dalam mobil yang menjemput mereka.

"Pak, ke Kantor dulu ya," ucap Marko seraya memesang AirPods-nya.

"Enak aja, nggak Pak anterin saya pulang dulu," Kata Sea.

"Gue mau ambil berkas dulu dikantor."

"Gue capek mau istirahat."

"Ya kan lo bisa tidur di mobil. Astaga ...."

"Lo juga bisa balik ke kantor abis nganterin gue ke rumah."

"Aduh, ribet Seaa."

Pak Dadang, supir yang bekerja untuk Sea dan Marko lantas menoleh ke belakang. "Jadi mau ke kantor dulu atau rumah? Mas, Mbak?"

"Kantor!"

"Rumah!

"Nggak, pokoknya kantor dulu."

"Rumah dulu, Pak. Jangan dengerin Marko."

Rupanya Pak Dadang yang sudah kebal dengan perdebatan mereka hanya bisa menghela napas lalu menjalankan mobil tanpa tahu tujuan selanjutnya kemana. Yang terpenting ia harus pergi dari tempat penjemputan dulu sebelum security bandara menegurnya karena parkir terlalu lama.

***

Sampai di rumah, Sea membuang napas lelah seraya menarik koper ke dalam kamarnya. Ia pun membongkar barang bawaannya, membawa pakaian kotor ke ruang pencucian. Untuk urusan rumah tangga, Sea dan Marko sepakat mengerjakannya sendiri. Mereka tidak mau mempekerjakan pembantu karena itu akan mempersulit privasinya, apalagi kehidupan pernikahan Sea dan Marko tidak seperti pernikahan pada umumnya, bisa-bisa gosip pisah ranjang akan menyebar di kalangan ibu-ibu komplek dan paling ngerinya sampai ke telingan orang tua mereka.

Sementara Pak Dadang, dia itu tinggal di tempat yang berbeda dan hanya datang ketika waktu kerja saja. Tapi untungnya, Pak Dadang bukan tipe yang ingin tahu urusan orang lain, jadi meski sering menjadi saksi keributan Sea dan Marko, pria paruh baya itu hanya menganggapnya sebagai hal yang wajar dalam hubungan pernikahan.

"Sekalian dong." Marko datang menaruh begitu saja pakaian kotornya di keranjang pakaian Sea. Hal itu membuat Sea meliriknya tajam, tapi dengan santai Marko melangkah pergi seraya memainkan ponselnya. Dalam hati Sea berusaha untuk menahan makiannya agar tidak terucap, ia sudah lelah dan tak ingin membuang-buang energi untuk berdebat. Akhirnya dengan setengah hati, Sea melempar pakaian Marko ke dalam mesin cuci.

My Stranger Husband ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang