Di tengah-tengah suasana yang ceria—setidaknya untuk Gina, Safi dan Ivan—Sea duduk di kursi memperhatikan mereka yang sedang bernyanyi karaoke seraya menari-nari. Meski bibir Sea menunjukkan tawa karena tingkah konyol mereka, namun tidak dengan matanya, di dalam hatinya yang terdalam, ada kesedihan yang sedang Sea pendam dan hanya dirinya yang dapat merasakan.
Pemandangan tak jauh berbeda dialami oleh Marko juga, lelaki itu hanya diam memperhatikan suasana sambil sesekali menyantap makanan. Diam-diam dia juga memperhatikan Sea yang duduk di seberangnya. Dalam hati ia merasa menyesal atas apa yang ia katakan kepada Sea beberapa saat lalu, tapi tidak dengan soal perpisahan itu. Menurutnya, itu adalah yang terbaik untuk Sea. Wanita itu memiliki masa depan yang masih panjang, dan Marko tidak ingin Sea terus mengurusi dirinya dengan kondisinya yang seperti ini. Marko tidak mau Sea terus menerus berharap, sementara Marko tidak bisa memberikan kepastian sampai kapan kondisinya ini akan berakhir. Mungkin lebih baik jika ada akhirnya, tapi bagaimana kalau tidak? Marko tidak mungkin membiarkan Sea hidup dengan dirinya yang tidak ingat apa-apa. Hubungan mereka hanya akan terasa melelahkan, entah untuk Sea ataupun untuk Marko.
Lamunan Marko buyar ketika Ivan tiba-tiba menghampirinya, menariknya untuk beranjak dan mengajak ia untuk bergabung bernyanyi-nyanyi. Begitu juga dengan Sea yang saat ini sedang ditarik oleh Gina dan Safi. Mereka berlima kemudian bernyanyi-nyanyi di tepi kolam renang, mengikuti alunan lagu yang berputar keras. Saat lirik terakhir, Gina memberikan mic kepada Sea membiarkan perempuan itu menyelesaikan lagu tersebut. Ivan sengaja menempatkan tangan Marko di bahu Sea dan itu sedikit membuat Marko terkejut namun ia berusaha untuk bersikap biasa. Kemudian Gina, Safi dan Ivan melangkah mundur memberikan panggung kepada dua pasangan tersebut, lalu Safi memotret Sea yang sedang bernyanyi dan Marko yang merangkulnya.
Sea tak dapat memalingkan tatapannya dari Marko yang berdiri di sampingnya juga sedang memandangnya. Untuk sesaat keduanya merasa dunia hanya milik mereka, hingga tepuk tangan teman-temannya menyadarkan Marko dan Sea.
Mungkin, malam ini adalah malam terakhir untuk Sea dapat menatap Marko sedekat dan sedalam itu.
***
Esok harinya, Sea dan Marko sampai di Jakarta pada siang hari. Usai berpisah dengan teman-temannya, mereka kembali diam tak bersuara dan melangkah menuju tempat penjemputan. Ekspresi wajah Sea dan Marko tak memancarkan sinar kebahagiaan sama sekali, saat Marko membukakan pintu mobil untuknya, Sea tanpa berbicara melangkah masuk begitu saja. Situasi yang dingin itu lantas membuat Pak Dadang yang menyetir juga ikut canggung, beberapa kali ia melirik spion di atas kepalanya, hanya untuk melihat ekspresi dua orang itu. Mereka malah terlihat seperti pasangan yang sedang bertengkar. Marko sibuk menatap pemandangan di luar jendela, sementara Sea sibuk dengan ponselnya.
"Gimana liburannya, Mas Marko? Mbak Sea?" Tanya Pak Dadang berbasa-basi untuk mencairkan suasana.
"Seru sekali, Pak. Lumayan lah, meski cuma beberapa hari doang." Marko mewakili menjawab.
"Wahh syukur lah kalau begitu." Pak Dadang tersenyum tipis. "Ini kita langsung ke rumah ya Mas? Mbak?"
"Iya Pak," ucap Sea dan Marko bersamaan, hal itu membuat keduanya saling melirik singkat lalu buru-buru memalingkan pandangan mereka.
Perhatian Sea sesaat kemudian teralih pada ponselnya, ia melihat satu pesan masuk dari Mamah Mega.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Stranger Husband ✔
Romance(Warning: Redflag Character) Di mata banyak orang Sea dan Marko itu pasangan yang sempurna. Kaya? Iya. Mapan? Pastinya. Visualnya? Wah jangan ditanya, yang pasti cantik dan tampan. Sudah dibilang bahwa mereka adalah pasangan sempurna bukan? Bahkan d...