Kini Sea sudah kembali tinggal bersama Ezra. Usai keputusannya, tidak ada satu pun malam yang Sea lewatkan untuk menangis, meski keesokan paginya ia bersikap harus terlihat baik-baik saja, seolah ia tidak menderita, seolah tak ada yang terjadi padanya.
Hati Sea remuk, tidak ada perpisahan yang mudah bagi siapapun. Perpisahan itu kata-kata yang menyedihkan, membayangkannya saja begitu menyakitkan, dan ketika mengalaminya seketika hidup terasa bagai penyiksaan.
Tidak ada manusia yang benar-benar kuat, dibalik senyum yang selalu ditunjukkan, ada luka yang juga disembunyikan. Mungkin, sebab itu manusia disebut sebagai makhluk yang unik.
"Ezra!! Cepetan!! Mbak ada meeting pagi-pagi nih." Sea berteriak dari depan rumah, menunggu Ezra yang berlari tergopoh-gopoh seraya memasang sepatunya.
"Iya Mbakk, sabar ya ampunnn."
Sea berdecak, lalu mengendikkan kepalanya. "Ayok." Sea memasang sabuk pengaman begitu sudah duduk di bangku kemudi, ia menyalakan mobilnya. "Kapan sih motor kamu dateng?" Tanya Sea mulai menjalankan mobilnya. Kini Ezra sudah menjadi seorang mahasiswa di salah satu Universitas Jakarta.
"Kata Papi sih bulan depan."
"Lama amat perasaan."
"Iya, soalnya PO kak."
"Lagian sih, beli motor nggak yang biasa aja. Matic kek atau yang ready stock biar bisa cepet pake."
"Yahh, nggak bisa dipake balapan dong."
"Hah?!"
"Nggak ... maksudnya kurang keren kak."
Sea melirik Ezra tajam. "Awas aja kamu kalo aneh-aneh."
***
Di hadapan anaknya, Mega terdiam tidak bisa berkata-kata, ia sangat terkejut dengan perkataan Marko. Saking terkejutnya sampai-sampai membuat Mega tak dapat berpikir, lidahnya terasa kelu untuk berbicara.
"Aku rasa itu yang terbaik buat aku dan Sea."
Mega menelan salivanya, ia menghirup napas dalam dan berkata, "Kamu yakin? Sudah dipikirin matang-matang?"
Marko menundukkan pandangannya, bibirnya membentuk garis tegas lalu mengangguk yakin. Hingga tiba-tiba Mega beringsut duduk di sebelahnya, meraih tangan Marko yang terjalin di atas pangkuannya, lalu membawa satu tangan Marko dalam genggamannya.
"Marko." Mega menatap lekat Marko yang masih menundukkan pandangannya. "Sea itu ... hampir selalu ada dalam setiap fase hidup kamu. Dari kecil, kalian sudah saling kenal. Di sekolah yang sama kalian tumbuh besar, sampai kamu remaja, Sea juga ada di sana. Waktu SMA, kamu selalu cerita, ada satu murid yang bikin kamu kesal, katanya, murid itu selalu saingan sama kamu. Ternyata, murid itu adalah Sea. Meskipun dulu hubungan kalian nggak sedekat itu, tapi mamah kaget loh waktu kamu bawa Sea ke hadapan Mamah, dan ngenalin dia sebagai calon istri kamu. Meskipun nggak nyangka, tapi ada rasa senang di hati mamah, karena perempuan yang bersanding dengan kamu, adalah orang yang udah sangat mengenal diri kamu, dari kamu kecil hingga dewasa."
Marko hanya terdiam mendengarkan setiap perkataan mamah-nya, sampai akhirnya Mega meraih pipi Marko agar menatap dirinya. Dari sorot matanya, Marko terlihat begitu rapuh, seolah ia kehilangan sinarnya.
"Marko ... separuh hidup kamu adalah Sea. Dia selalu ada di sana, di tempat yang hanya kamu sendiri ketahui."
***
Di dalam kamar dengan cahaya remang yang hanya bersumber dari reading lamp, Marko duduk menghadap meja kerjanya. Ia melihat satu per satu foto dalam galeri ponselnya, dulu, dia suka sekali memotret, bahkan foto-foto dirinya sudah seperti seorang model. Semakin menggulir ke bawah, ternyata ada banyak foto-foto Sea, seolah foto itu diambil oleh Marko dengan tujuan untuk membuat Sea kesal. Tanpa sadar Marko tersenyum, Sea sangat lucu dalam potret tersebut. Ia pun seketika terdiam, meletakkan ponselnya di atas meja lalu menatap lurus dengan pandangan kosong. Kepalanya kembali memikirkan perkataan Mega.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Stranger Husband ✔
Storie d'amore(Warning: Redflag Character) Di mata banyak orang Sea dan Marko itu pasangan yang sempurna. Kaya? Iya. Mapan? Pastinya. Visualnya? Wah jangan ditanya, yang pasti cantik dan tampan. Sudah dibilang bahwa mereka adalah pasangan sempurna bukan? Bahkan d...