Chapter 23

2.8K 157 41
                                    

People are people and sometimes we change our minds.

Taylor Swift, Breathe

***

Di hadapan cermin, Sea menatap matanya yang terlihat bengkak, ini karena semalaman ia menangis hebat. Sudah lama sekali dirinya tidak menangis seperti itu, Sea bahkan lupa kapan terakhir kali ia menangis parah sepanjang malam. Saat kedua orang tuanya memutuskan untuk bercerai, ia tidak sampai sekacau itu, meski perpisahan kedua orang tuanya menyakiti Sea, tapi kala itu ia cukup ikhlas untuk menerima kenyataan. Selain itu, mungkin karena dulu ia masih bersama Ezra, sehingga Sea berusaha untuk tetap tegar agar adiknya juga kuat. Tapi kali ini rasanya sangat berbeda, emosi yang Sea pendam dan terkubur sejak lama seakan meledak saat itu juga. Sekarang, ia hanya punya dirinya sendiri, tidak ada Ezra yang perlu Sea kuatkan lagi, mungkin alasan itu juga yang membuat Sea bisa meluapkan dan menunjukkan emosinya di depan orang lain.

Di lain sisi, ada rasa bersalah dalam benak Sea, apalagi dirinya sudah begitu kasar terhadap Hani. Wanita itu tidak tahu apa-apa tapi Sea malah melampiaskan semuanya kepada dia. Sea membuang napas panjang, ia mengambil concealer—untuk menutupi area kantung matanya, setelah ini Sea harus berbicara kepada Hani.

"Han," sapa Sea, ketika ia baru sampai dapur dan melihat Hani sedang membuat sarapan di pantry. Wanita itu pun menoleh, sorot matanya terlihat canggung saat menatap Sea, tapi Hani berusaha tersenyum seolah tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka.

"Morning, Sea."

Sea membalas senyum Hani, ia mengambil air minum dari kulkas lalu berdiri menatap Hani. "Gue mau minta maaf soal semalem," ucap Sea, tanpa berbasa-basi. Hal itu berhasil menghentikan Hani yang sedang memasak scramble egg. Ia mematikan kompor sebelum akhirnya menghadap Sea. Sejenak Hani menatap Sea lalu tersenyum tipis. Wanita itu memegang lengan Sea seraya mengangguk.

"Gue juga minta maaf karena udah ganggu lo dan nggak tau situasi."

Sea hanya mengangguk samar seraya berusaha untuk tersenyum tipis, perasaannya cukup lega setelah mengucapkan permintaan maaf kepada Hani.

"Tapi, lo baik-baik aja 'kan?"

Nggak. Gue kacau. Gue sakit. Gue muak sama situasi ini. Ingin rasanya Sea mengatakan semua itu, tapi yang ia lakukan justru berusaha untuk tersenyum dan mengangguk. Sea pun segera mengalihkan topik, ia menoleh mengedarkan pandangan.

"Marko masih di kamar?"

"Dia udah berangkat, tadi pagi-pagi banget."

Sea melirik jam tangannya, sekarang masih pukul 7, artinya Marko berangkat saat Sea masih berada di dalam kamar. Apakah lelaki itu masih marah dan sengaja menghindari dirinya?

"Ooh ... yaudah, gue juga berangkat kerja dulu kalo gitu."

"Lo nggak mau sarapan dulu?"

Sea menggeleng, mengambil tas kerja yang tadi diletakkan di meja makan. "Nanti gue sarapan di kantor aja, gue ada meeting bentar lagi." Tentu saja itu hanya alasan Sea.

Setelah Sea pergi, Hani kembali melanjutkan kegiatannya. Ia bergumam, "Tadi juga Marko alesannya gitu. Apa mereka lagi ada masalah ya?"

***

"Ezra nggak mau ketemu Mami, katanya dia marah sama Mami soalnya ngundur-ngundur jadwal pulang terus." Sea seraya memotong sandwich, ia duduk di hadapan Wanita berambut cokelat pendek, di usianya yang menginjak pertengahan 50-an, wanita tersebut masih terlihat cantik dan bergaya. Dia yang menjadi alasan Sea berangkat lebih awal, karena Sea sudah memiliki janji untuk sarapan di Hotel bersama dengan wanita yang dipanggilnya Mami.

My Stranger Husband ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang