Bahagia itu, artinya kamu mulai menerima segala kekurangan dan mensyukuri setiap hal kecil yang ada pada hidup kamu. Semuanya akan lebih berarti ketika kamu bersama dengan orang yang tepat. Tidak harus sempurna, asalkan dia bisa melengkapi diri kamu dan membuat setiap momennya itu berharga untuk kamu.
Sea dan Marko memang bukan pasangan yang sempurna, meski sudah menginjak di usia pernikahan yang ke-empat tahun. Keduanya masih belajar, dan akan terus belajar bagaimana mencintai dan memperlakukan satu sama lain dengan baik. Itulah sebabnya ikatan hubungan mereka semakin hari semakin kuat. Meski tidak luput dari permasalahan, kepercayaan satu sama lain membuat hal seberat apapun dapat mereka lewati pada akhirnya.
Tidak banyak hal yang bisa kita pelajari dari Sea dan Marko. Tapi satu hal yang terpenting, dari kisah mereka kita jadi tahu, bahwa kesempurnaan itu tidak pernah ada dalam hidup manusia.
"Waktunya makan siang ...." Dari dapur Sea pergi menuju halaman belakang yang sudah di sulap menjadi taman kecil. Ia membawa makanan pendaping ASI yang dibuatnya sendiri. Sea belajar membuat makanan tersebut dari Hani, ia memberi tahu apa saja yang boleh Stevan makan dan tidak. Selama merawat Stevan, Sea jadi belajar banyak hal, ternyata menjadi orang tua itu tidak seseram yang Sea bayangkan dulu.
Terlihat Marko sedang menggendong Stevan di halaman belakang, lelaki itu lantas menoleh saat mengetahui Sea datang.
"Mamah dateng!! Kita makan dulu yukk!!" Marko pun menghampiri Sea, Stevan terlihat begitu mungil dalam gendongan lelaki itu. Ia lalu meletakannya di kursi bayi.
Ingatan Marko masih belum sepenuhnya kembali, namun kondisinya saat ini sudah jauh lebih baik. Marko mulai menerima keadaannya dan menjalani hari-harinya dengan baik. Bagaimana pun kondisi Marko, ia tetap orang yang sama, bahkan sekarang lelaki itu lebih bijak dan dewasa.
Melihat Stevan yang makan dengan lahap, keduanya tanpa sadar tersenyum, kehadiran anak lelaki di tengah-tengah Marko dan Sea membawa perubahan besar dalam hidup mereka. Stevan bagaikan permata untuk mereka berdua, sangat berharga dan begitu disayangi.
Deringan ponsel mengalihkan perhatian Sea, ia lupa membawa ponselnya yang masih ada di dapur. Marko dengan sigap lantas mengambil sendok dan mangkok dari tangan Sea.
"Angkat dulu gih sayang, siapa tau penting."
Sea tersenyum melihat perhatian Marko, tanpa harus diminta lelaki itu selalu peka. "Bentar yaa."
Marko mengangguk dan kembali fokus pada anaknya. "Ayo Stavan aaaa." Marko mengusap pipi gembul Stevan. "Pinternya anak Papah ...."
Begitu selesai, Marko mengusap sisa makanan di sekitar bibir dan pipi Stevan, lalu mengelap tangan anaknya dengan tisu. Bersamaan dengan itu Sea datang kembali menghampiri mereka.
"Siapa, babe?"
"Dari Hani, nanti sore katanya dia bisa ke sini."
Marko mengangguk-angguk. Lelaki itu terdiam ketika tanpa sengaja memperhatikan wajah anaknya dengan begitu lekat. Dahinya mengerut dalam.
"Kalo di liat-liat, Stevan tuh mirip kamu ya?"
Sea tertawa. "Mamah Mega juga bilang gitu kemaren."
"Matanya, sama hidungnya yang mancung mirip banget sama kamu," ucap Marko membuat Sea tersenyum lebar. "Semoga aja sikapnya nggak ikutin aku. Ngeri banget bayangin kalo Stevan nanti nakal kayak aku."
"Kalo pinternya sih nggak apa-apa, tapi yang lainnya jangan."
Marko tergelak, meski begitu, ia setuju dengan perkataan Sea.
***
"Sorry ya Han ... mendadak banget ngabarinnya, kita baru inget kalo nanti malem ada acara." Sea memberikan Stevan dalam gendongan Hani.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Stranger Husband ✔
Romantizm(Warning: Redflag Character) Di mata banyak orang Sea dan Marko itu pasangan yang sempurna. Kaya? Iya. Mapan? Pastinya. Visualnya? Wah jangan ditanya, yang pasti cantik dan tampan. Sudah dibilang bahwa mereka adalah pasangan sempurna bukan? Bahkan d...