Pikiran manusia itu seperti lautan, terlalu dalam dan terlalu luas, sampai-sampai nggak ada satu pun manusia yang bisa menjangkaunya.
—Raymond***
Di sebuah rumah berukuran minimalis dengan halaman depan yang luas, Sea menurunkan satu koper dan tas jinjing dari bagasi mobilnya. Ia mengedarkan pandangannya, suasana rumah ini begitu sepi, Sea teringat dahulu ketika ia masih tinggal di sini, saat itu rumah ini pernah menjadi tempat pulang yang nyaman untuk Sea, dan sekarang pun masih seperti itu. Kemanapun dan sejauh apapun Sea pergi, nampaknya, hanya tempat ini satu-satunya tujuan yang Sea miliki.
"Mbak Sea?" Seorang wanita berusia akhir 50-an muncul dari balik pintu, wanita itu pun lantas buru-buru menghampiri Sea dan membantu membawa barang bawaannya.
Sea tersenyum tipis. "Bu Marni, gimana kabarnya?"
"Baik ... Mbak Sea sendiri gimana? Sudah baikan kah kondisinya?" Mereka berjalan masuk menuju rumah.
"Udah Bu. Oh iya, Ezra kemana?"
"Belum pulang Mbak, hari ini ada latihan basket, paling sebentar lagi juga pulang," Jelas Marni, ia merupakan Asisten Rumah Tangga yang sudah bekerja sangat lama untuk keluarga Sea. Hingga kedua orang tua Sea bercerai, Marni masih dipercaya untuk mengurus segala kebutuhan Ezra sekaligus mengawasi anak tersebut. Bagi Ezra dan Sea, Marni sudah seperti ibu kedua untuk mereka.
Di tepi ranjang, Sea duduk sejenak menikmati suasana kamar lama yang sudah ia tinggalkan selama tiga tahun ini. Tidak ada yang berubah, semua isi dan penempatannya masih sama seperti dulu. Waktu memang berjalan begitu cepat, rasanya baru kemarin Sea masih menjadi seorang mahasiswa, bergelut dengan segala tugas di meja belajarnya, tapi kini, ia sudah menjadi istri dari seseorang. Memikirkan itu tak sadar membuat Sea menghela napas panjang, ia pun mulai beranjak untuk membereskan barang bawaannya.
"Mbak Sea, makan dulu gih. Biar Ibu aja yang beresin barang-barangnya."
Sea menoleh pada Marni yang muncul di ambang pintu, pasca operasi bagian perutnya memang masih terasa tak nyaman dan Sea juga dianjurkan untuk istirahat dan tidak melakukan banyak aktivitas.
"Ibu masak apa?" ucap Sea, mengikuti Marnie menuju meja makan.
"Ibu masak sup ikan, terus tempe sama tahu goreng, sama tumis sayur."
"Wah ...." Sea terpana melihat meja makan yang penuh lauk pauk. Sudah lama sekali ia tidak makan makanan seperti ini, apalagi masakan Bu Marni.
"Yaudah, Ibu beres-beres dulu ya?"
Sea mengangguk, ia menarik kursi dan mulai menyantap makanannya dengan lahap.
"Loh, Mbak Sea?"
Suara Ezra membuat Sea mendongak, makanan di piringnya hampir habis hingga Ezra datang menarik kursi duduk di hadapannya.
"Bukannya Mbak hari ini baru pulang dari rumah sakit?"
Sea mengangguk. "Mbak nginep di sini dulu ya beberapa hari."
Ezra celingak-celinguk. "Mas Marko mana?"
"Dia nggak ikut."
Ezra terdiam, kedua alisnya terangkat. Meski merasa ada yang janggal, apalagi kakaknya itu datang seorang diri, Ezra memilih untuk diam, ia tidak berani bertanya lebih jauh.
***
"Jadi maksud kamu, selama tiga tahun ini hubungan kamu dan Marko itu hanya sandiwara?"
Sea yang sedari tadi menunduk, usai menjelaskan soal pernikahannya kepada Mega, perlahan mendongak untuk menatap mamah mertuanya yang duduk di hadapannya. Kini mereka berdua sedang bertemu di salah satu cafe. Tersirat ekspresi kekecewaan pada wajah wanita di hadapannya itu, namun Sea berusaha untuk tetap tegar menghadapinya, ia tidak mau terus menyimpan rahasia ini dan membohongi Mega lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Stranger Husband ✔
Romance(Warning: Redflag Character) Di mata banyak orang Sea dan Marko itu pasangan yang sempurna. Kaya? Iya. Mapan? Pastinya. Visualnya? Wah jangan ditanya, yang pasti cantik dan tampan. Sudah dibilang bahwa mereka adalah pasangan sempurna bukan? Bahkan d...