Hari ini Nami libur sekolah. Namun karena Ibu dan Ayah pergi kerja, Nami sendirian di rumah.
Sejak pagi, Nami hanya sibuk berguling-guling di atas kasur. Masih mengenakan piyama doraemonnya Nami menatap langit-langit. Mengerjap pelan sambil memikirkan apa yang harus ia lakukan hari ini untuk menghabiskan hari liburnya.
Menonton televisi, Nami bosan. Tayangannya itu dan itu saja. Kalau nggak gosip, ftv, atau siaran berita terkini. Lalu ftv lagi. Bosan. Sungguh amat bosan.
Cuaca juga sedang terik dan panas. Makanan telah tersedia di meja makan membuat Nami mengucap syukur. Ia tak perlu keluar rumah untuk membeli makanan. Kalau main keluar, Nami tidak tahu mau main ke mana. Zoya sedang pergi bersama kakaknya. Sedangkan kakak Nami sedang di luar kota menempuh pendidikan sarjana.
Nami sendirian, Nami bosan. Nami menghela napas dan kembali menggulingkan badannya menghadap kasur. Wajahnya tenggelam ke bantal.
Rumahnya begitu sunyi sampai Nami mendengar suara ketukan pintu di bawah. Ada tamu. Nami mendongak dan merengek kesal. Ia malas menemui tamu dengan berpakaian piyama seperti ini.
Nami memilih nggak turun dan membiarkan tamu itu pergi. Biar dianggap tidak ada orang di rumah. Biarkan saja.
Ketukan pintu terdengar lagi, namun kini diselingi suara yang mrmanggil nama Nami.
"Nami.."
Nami mendongak lagi. Suara itu begitu familiar. Suara itu mampu menggetarkan Nami hingga Nami langsung bangkit, buru-buru keluar dan berjalan cepat menuju pintu.
Nami membuka pintu itu cepat. Sosok pangeran berkuda putihnya muncul di ambang pintu. Menatap Nami dengan ulasan senyum begitu menawan.
Nami menyesal kenapa nggak buka pintu dari tadi.
"Kak Mika, ada apa?" Tanya Nami dengan debaran dada bergemuruh. Semoga Mika tak dapat mendengar debaran kegugupannya.
"Nami sendirian di rumah?" Tanya Mika dan langsung diangguki cepat. Mika tersenyum lagi.
"Aku juga sendirian di rumah," ujar Mika, "Kata Tante Abil kamu lagi sendirian di rumah. Jadi aku ke rumahmu."
"Oh—itu.. iya.. aku.. hmm.. sendirian.. iya.. aku.. sendirian.."
"Karena sendirian," Mika terkekeh dan melangkah masuk. Setiap langkahnya membuat debaran Nami kian menggila. Pikiran kotor pun bermunculan, apakah Mika mengajaknya berduaan dan...
"Ada film baru di Bioskop. Katanya sih bagus filmnya,"
Bibir Nami mendadak tidak bisa digerakin. Pikiran kotornya memenuhi kepalanya.
"Mau nonton sama aku?"
Otak Nami berhasil membeku. Bingung mau melakukan apa tapi instingnya cepat untuk mengangguk kepala sampai Mika terkekeh pelan.
Yes, berduaan!
"Ya sudah, Nami mandi dulu gih. Kalau Nami sudah selesai, Nami keluar aja. Aku tunggu di depan rumah sambil panasin mobil."
Sebelum pria tampan itu pergi, Mika meraih puncak kepala Nami, lalu mengelus rambutnya.
"Dandan yang cantik ya."
"YA! TUNGGUIN AKU YA KAK! SEPULUH MENIT AKU UDAH SELESAI!" Nami tak kuasa berteriak dengan rona merah memenuhi wajahnya.
Dengan kecepatan penuh, Nami berbalik dan berlari ke kamar atasnya.
Cepat mandi, cepat pakai baju, dandan cantik. Demi sang pujaan hati.
Mika terkekeh lagi dan berlalu sambil menutup pintu.
*****
Baru saja Mika selesai membeli tiket film ke loket, di ujung sana Nami menunggu Mika sambil menenteng popcorn dan minuman soda.
Sebelumnya Mika dan Nami mendapat tugas masing-masing; Mika mengantri beli tiket film sedangkan Nami mengantri membeli makanan dan minuman.
Mika menghampiri Nami yang sedang tersipu di sana. Bagaimana nggak tersipu kalau Mika nggak henti tersenyum menatap Nami di sana. Padahal mereka cuma pergi menonton film, namun penampilan Mika selalu melelehkan hatinya.
Dengan kemeja rapi di bagian lengan digulung memyentuh siku. Celana jeans panjang hitam dan sepatu casual menarik perhatian pasang mata. Rambut hitamnya ditata seadanya dengan menggunakan jemari sebgai alat untuk menyisir rambutnya asal.
Percayalah bukan Nami saja yang mengaguminya saat ini, diam-diam banyaknya arah pandang perempuan memandangi paras Mika.
Sedangkan Nami menggunakan kaos krop dengan rok panjang dengan sepanjang taburan bunga. Pakaian terbaiknya saat ini demi kesan kencannya dengan Mika yang terlihat romantis.
"Sini, aku aja yang pegang makanan dan minumannya." Mika hendak mengambil semua pegangan Nami sebelum Nami menggeleng.
"Nggak usah, Kak Mika, aku bisa pegang kok." Nami mencoba untuk melakukannya sendiri. Tapi Mika melihat Nami kesulitan membawa barang-barang mereka.
"Pegangan kamu banyak gitu, nanti tumpah dan bajumu jadi kotor," Mika masih bersikeras untuk meraih popcorn dan minuman, "Atau kamu kasih aku popcornnya dan satu minumannya buatku. Kamu pegang satu minuman buatmu." Ujar Mika lembut.
"Nanti Kak Mika yang susah."
Mika tersenyum lagi, dan lagi-lagi Nami melihatnya kembali tersipu. "Aku nggak susah kok. Nih tanganku cukup besar buat menampung popcorn dan minuman kita. Atau Nami pegang tiket filmnya aja ya. Aku bawain itu semuanya."
Sebelum Nami menolak lagi, Mika berhasil mengambil popcorn dan soda dari tangan Nami.
"Nah, Nami udah nggak susah lagi. Yuk, masuk ke studio." Ajak Mika ketika suara pengumuman studio dibuka terdengar. Bersama-sama mereka melangkah menuju studio lalu Nami menyerahkan tiketnya ke petugas.
Setelah mendapatkan kursi, Mika dan Nami duduk dan mulai menikmati tayangan di layar.
Pendingin ruang studio mulai menyengatkan tubuh Nami. Sesekali Nami meniup kedua tangannya mencari kehangatan. Sampai di mana Nami merasakan adanya sentuhan lembut dan lebih hangat di satu tangan Nami.
Nami menoleh ketika jemari Mika merayap dan mengeratkannya pada jemari Nami yang dingin. Seketika desiran asing nan menggelitik bergerak begitu cepat membuat Nami merinding.
Nyatanya dinginnya jemari Nami berbanding terbalik dengan jemari Mika. Tangan Mika begitu lembut, begitu hangat, sampai rona merah menjalar dan muncul ke seluruh wajah Nami. Beruntung lampu ruang studio sudah padam karena sebentar lagi film akan diputar.
Mencoba berpikir untuk menepis dan menjauhkan tangan pria itu, tapi Nami tak kuasa. Ia terlalu tenggelam dengan nuansa romansa yang mengelilinginya. Nonton berdua, gelap, dan mereka genggaman tangan.
Dunia benar-benar terasa hanya milik mereka berdua saja.
"Ngerasa nggak tanganku dingin?" Mika berbisik dengan kekehan sepelan mungkin. Tidak sadar saja karena sekarang Nami mendadak menahan napasnya berkat hembusan napas yang menerpa kulit wajah Nami.
"Pinjam tangannya, boleh?"
Nami tak dapat menjawab apapun selain mengangguk dan terpaku menatap layar, karena sekarang Nami harus mencari cara supaya Nami bisa mengatur pernapasan dan debaran yang begitu mengganggunya selama film diputar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cheese Roll
Short StoryBagaimana perasaanmu jika seseorang yang kamu sukai adalah tetangga rumahmu sekaligus guru privatmu? ***** Sequel kedua dari Teman Kakakku. Bisa dibaca terpisah. Copyright by Octaviandri23