Nami sempat merasa bahwa ia tidak akan bisa menghadapi permasalahan yang dilalui—jarang bertemu Nadia dan jarang mengobrol dengan sang Ayah kini sudah menjadi kebiasaan sehari-hari.
Nami menjalani hari-harinya seperti tidak ada terjadi apapun sebelumnya; bangun pagi, sarapan, berangkat ke sekolah, belajar, pulang sekolah, bermain dengan Zoya, dan sebagainya.
Namun Nami tidak terlalu kesepian, ada Mika di setiap harinya. Dari sarapan bersama, berangkat bersama, terkadang Mika menjemput Nami pulang sekolah, dan belajar bersama Mika di rumahnya.
Setelah Mika menemui Nadia terakhir, Mika terang-terangan menunjukkan kasih dan sayangnya untuk Nami di hadapan orang tua Nami, dan bahkan di depan orang banyak.
Mika juga mencoba untuk tidak peduli lagi bagaimana pandangan orang lain terhadap hubungan mereka yang tumpang tindih soal umur. Terlalu sering memikirkan omongan orang lain membuatnya lelah dan yang ada hubungan mereka merenggang.
"Apa Nami tidak terlalu muda untukmu, Mika?"
Salah satu yang sempat membuat Mika lelah adalah kecemasan sang Ibu terhadapnya. Tapi Mika sudah bulat memutuskan memertahankan hubungan ini, apapun yang terjadi.
"Aku mencintai Nami, Ma." Balas Mika lalu menghela napas pelan. Mika dan Milly--sang Ibu sedang menikmati udara sore di pekarangan rumah. Jadwalnya Mika untuk mampir ke rumah sang Ibu.
Sudah lama sekali ia tak mampir karena banyaknya pekerjaan yang mengharuskannya keluar kota, dan ia juga merasa cukup puas menghindar rumah besar ini karena Mika akan selalu teringat mendiang sang Ayah yang telah lama tiada.
Tangan yang sudah keriput oleh usia meletakkan cangkir cantik ke atas meja, teh melati hangat buatannya turut menyejukkan tenggorokan. "Kamu sama kayak Papa mu."ujar Milly menatap Mika.
"Buah jatuh tak jauh dari pohonnya." Begitu penilaian Mika tentang sang Ayah dengannya sendiri. Mika tahu bagaimana kisah percintaan orang tuanya yang juga berliku karena usia dan Kakak sang Ibu yang terlalu menyayanginya.
"Lalu kamu mau gimana kedepannya? Bukankah kamu bilang hubungan orang tua Nami dengan Nami nya sendiri sedang tidak baik-baik saja?"
Milly sudah tahu semua permasalahan yang Mika hadapi saat ini.
"Aku akan berusaha meyakinkan mereka," pembicaraan mengarah ke kedua orang tua Nami, "sekarang aku mau fokus sama Nami aja. Sebentar lagi Nami akan menghadapi ujian akhir. Aku tidak mau menghambat konsentrasinya."
Iya, sekarang Mika hanya memikirkan bagaimana ia bisa membuat Nami selalu ada, selalu nyaman dan bahagia di dekatnya.
Milly masih menatap lekat anak laki-lakinya ini, "apa aku harus datang menemui orang tuanya?"
"Belum saatnya," Mika menahan niat Milly walau ia ingin mengajak sang Ibu menemui kedua orang tua Nami. Pertemuan tersebut bisa menjadi bukti keseriusannya. Tapi bukan saatnya Milly menemui mereka, menurut Mika.
Ia masih harus mengurus faktor penting hubungannya dengan Nami.
*****
Pertemuannya dengan Mika terakhir juga membekas di setiap Nadia melamun. Tutur kata dan keseriusan Mika membicarakan adiknya dengan penuh kasih itu membuat kecemburuannya terus mengganggu akal sehat.
Nadia iri, dan bahkan sangat cemburu. Ia masih tidak terima dengan hubungan Mika dan Nami meski Nadia sudah melakukan cara untuk memisahkan mereka.
Baginya perasaan yang Nadia miliki juga berhak mendapatkan balasan setimpal. Nadia yang lebih dulu menyukai Mika, bukan Nami. Dan Nadia yang lebih dulu menyatakan perasaannya, Nadia mengatakan hal itu dengan penuh kesungguhan. Bahkan Nadia harus merendah untuk menyampaikan isi perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cheese Roll
Short StoryBagaimana perasaanmu jika seseorang yang kamu sukai adalah tetangga rumahmu sekaligus guru privatmu? ***** Sequel kedua dari Teman Kakakku. Bisa dibaca terpisah. Copyright by Octaviandri23