Semburat merah merekah di kedua pipi Nami. Langit, bintang, dan Mika menjadi saksi. Nami tak dapat berkilah selain menunduk.
Nami tak lagi melahap sisa makanan yang dibawakan Mika. Ia sudah cukup kenyang dengan kalimat mematikan Mika.
Udara malam semakin menusuk, Mika memutuskan untuk pulang dan meminta Nami kembali masuk ke kamar.
"Maaf aku sudah mengganggumu. Tapi ingatlah Nami, kamu boleh sedih tapi jangan terlarut. Asal kamu tahu, Ayah dan Ibumu mencemaskanmu. Mereka khawatir," Mika mengingatkan.
"Maaf, Kak Mika.." lirih Nami.
"Kalau kamu khawatir kami kecewa, kamu salah. Nggak ada yang kecewa sama kamu. Percaya padaku."
Nami mendongak, matanya berair, terharu. Tapi Nami teringat lagi dengan janjinya pada sang Ayah jika ia akan berhasil menyelesaikan tryout nya.
"Tapi Ayah gimana? Aku sudah berjanji untuk kasih bukti nilai aku akan naik dengan nilai tryout hari ini. Tapi aku gagal." Ujar Nami sendu. Tetesan air matanya turun. Mika segera menyapu tetesan itu supaya tidak membekas di pipi merahnya.
"Ingat kata-kataku, Nami, kamu bukannya gagal. Kamu cuma harus berusaha lebih keras lagi. Sekarang kamu bisa istirahat dulu. Pelan-pelan kamu evaluasi dirimu, kamu juga bisa bertanya padaku. Apapun dan kapanpun. Aku sudah pernah bilang padamu, apapun pertanyaanmu akan aku jawab sebisaku. Aku akan selalu ada untukmu."
"Apa Kakak nggak kecewa juga sama aku karena nilai tryout ku jelek padahal Kakak udah capek capek ngajarin aku? Pasti Kakak malu," Ujar Nami pelan.
"Aku sudah bilang kalau aku nggak kecewa. Dan aku juga nggak malu. Nggak sama sekali. Aku hanya sedih. Aku akui. Tapi aku nggak mau kita sedih berlama-lama." Ungkapnya tulus.
"Aku juga bingung di mana letak kesalahanku sampai nilaiku jelek begitu. Aku merasa aku sudah teliti mengerjakan soal-soal dengan baik, aku menjawabnya sesuai dengan apa yang kupelajari. Aku sudah belajar dan latihan soal dari Kakak dari pagi siang dan malam. Kakak pun bilang padaku kalau aku pasti bisa. Begitu juga kata Ibu dan Ayah. Bahkan Zoya meyakinkan aku bahwa aku yang akan mendapatkan nilai yang paling tinggi darinya. Makanya aku yakin aku mampu. Tapi aku justru.. kalah."
"Besok kita bisa sama-sama evaluasi, di mana letak kesalahan kita. Kita bisa latihan soal lagi. Belajar lagi. Latihan lagi. Begitu terus sampai kita benar-benar bisa."
"Apa aku bisa, Kak? Apa kita bisa?" Mata Nami bergetar. Mengharapkan keyakinan penuh dari Mika.
"Sure," ucap Mika menggebu, "Sudah kukatakan kalau kamu itu Sirius. Kamu yang paling terang. Kamu yang paling bersinar. Mau kamu tertutup awan sekalipun kamu yang paling indah. Aku yakin kamu pasti bisa. Maka kamu juga harus yakin sama dirimu. Jangan lama-lama sedihnya. Nggak kasihan sama matamu sudah bengkak begini? Perih pasti. Udahan ya nangisnya?" Mika perlahan mengusap kelopak mata Nami menimbulkan desiran yang hampir saja melelehkan Nami.
"Percaya sama aku. Nggak ada yang kecewa sama kamu. Nggak ada juga yang nyalahin kamu. Jadi kamu jangan nyalahin diri kamu sendiri. Kamu bukan gagal, anggap aja kamu kurang berusaha." Mata mereka bertemu.
"Di ujian berikutnya, Nami pasti lolos. Percayalah! Kalau Nami lolos, aku ajak ke Seaword."
"Benarkah?" Tanya Nami antusias. Sudah beberapa kali Nami mendatangi wahana akuarium tersebut, tapi mendengar tawaran Mika yang mengajaknya pergi membuat semangat Nami berkobar.
"Iya. Aku janji."
"Kalau aku gagal lagi?"
"Sudah kubilang kamu nggak akan gagal, aku akan membantumu untuk bersama-sama mencapai puncak. Jangan menyerah karena aku nggak akan demikian. Kita harus bersama-sama berusaha. Kamu nggak sendirian, Nami. Ada aku, Ibu, Ayah dan Zoya. Kami selalu merangkulmu."
Kemudian Mika beranjak, "Aku pulang. Segera pergi tidur karena kamu butuh istirahat yang cukup. Besok kita bertemu lagi."
Mika mengusap puncak kepala Nami sebelum ia meloncat dari balkon. Aksi Mika yang baru saja meloncat dan memanjat dinding rumahnya di sana membuat Nami takjub. Benaknya bertanya-tanya bagaimana bisa Mika melakukan itu semua dengan mudah tanpa merasa kesulitan.
Kemudian kata-kata Mika terlintas.
Mika benar, kalau pun Nami gagal hari ini, maka hanya hari ini saja ia gagal. Nami tak boleh gagal lagi.
Benar kata Mika, Nami harus mencari tahu kesalahan yang telah ia perbuat atas dasar kesadaran maupun tidak. Lalu Nami akan evaluasi itu semua dan ia akan buktikan pada semua orang.
Ibu, Ayah, Zoya, juga Mika. Nami tunjukkan bahwa Nami bisa dibanggakan. Nami tunjukkan bawah kegagalannya membawanya pada pencapaian yang paling tinggi.
Dengan penuh percaya diri, Nami memasuki kamar dan menggeser jendela. Menarik tirai jendela hingga tertutup rapat lalu mempersiapkan diri untuk tidur.
Demi ke Seaword, dan demi kebanggaan orang sekitar terhadap dirinya.
Nami siap menyonsong hari esok yang akan menjadi awal perjuangan sesungguhnya.
Kak Mika, terima kasih..
*****
Besoknya Nami tiba ke sekolah. Walau sebelum pergi ia sudah semangat karena bertemu dengan Mika dan diberikan kata-kata menyemangati, tapi ketika langkahnya memasuki gedung sekolah rasa semangatnya meluap entah ke mana.
Nilai jeleknya tiba-tiba menghantui. Nami murung memasuki kelas.
"Nami!" Sapa Zoya yang juga baru tiba. Buru-buru ia duduk di samping Nami dan meletakkan tas sekolahnya ke atas meja.
Nami hanya membalas sapaan Zoya dengan senyuman. Lalu kembali murung. Bel terdengar nyaring dan tak lama guru datang memasuki kelas.
"Nami," panggilan guru membuyarkan lamunan Nami. Nami mendongak dan bangkit dengan raur bingung. Begitu pun Zoya dan beberapa teman sekelas Nami yang berburu memperhatikan Nami ke meja guru.
"Nami, saya sudah melihat hasil nilai tryout mu di mading," guru itu kembali mengingatkan nilai jelek Nami yang terpajang di mading.
Nami menunduk lesu. Benaknya tidak enak hati untuk menerima konsekuensi. Apapun itu walau Nami masih belum terima dengan kenyataan ini.
"Nami, maaf karena ternyata ada kesalahan,"
Suasana kelas yang hening perlahan gaduh. Teman-teman Nami di belakang mempertanyakan apa yang sedang terjadi. Nami mendongak menatap guru dengan raut bingung.
Kemudian guru mengeluarkan selembaran kertas, itu adalah selembaran tryout kemarin punya Nami yang telah dibubuhkan nilai di pojok kanan atas.
"Nilai kamu di mading ada kesalahan pengetikan. Nilai kamu yang sebenarnya ini, nilaimu berada diatas rata-rata. Saya minta maaf untuk itu. Pasti kamu sangat sedih."
Nami terpaku memandangi hasil tryout nya. Benar, nilai Nami di pojok kanan atas itu tertera besar menunjukkan nilai memuaskan.
Bahkan nilai yang diperoleh melebihi ekspektasi Nami diawal.
"Pertahankan nilaimu ya, Nami."
Air mata Nami perlahan jatuh. Nami menangis dan sontak guru bangkit menenangkan Nami. Zoya dan teman-teman lainnya segera menghampiri Nami lalu menghibur Nami.
Kesedihan Nami lenyap dengan rasa bahagianya.
Mika akan menjadi orang pertama yang nantinya akan Nami kabari tentang berita besar ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cheese Roll
Short StoryBagaimana perasaanmu jika seseorang yang kamu sukai adalah tetangga rumahmu sekaligus guru privatmu? ***** Sequel kedua dari Teman Kakakku. Bisa dibaca terpisah. Copyright by Octaviandri23