Nami kembali ke rumah Mika. Sekarang rumah Mika tampak ramai karena ada Lyana dan anak-anaknya berkunjung.
"Kak Nami!!"
Ova dan Ove, anak kembar laki-laki dan perempuan itu tertatih-tatih menghampiri Nami dengan senyum merekah. Pipi gembung kepunyaan mereka tampak sangat merah memancing Nami untuk mencubitnya.
Tapi Nami urung karena mamanya galak.
"Anak kembarku!" Nami membungkuk lalu mengusap kepala mereka satu persatu, "Kalian ke sini sama siapa, Kak Namunya mana?"
Ova dan Ove saling menoleh lalu kembali menatap Nami, "Nda auu.. tadi ama mamii aja pelginya.." ujar mereka kompak sambil menggeleng kepala. Nami diam-diam mencubit pipi kedua anak kembar itu. Mereka terlalu gemas.
Sementara Lyana muncul dari dapur, pandangannya menangkap Nami membawa selembaran kertas. Mungkin Nami ingin menunjukkan kertas itu pada Mika. Secara Nami membawa itu saat Lyana melihat Nami dan Mika tadi, yang dikiranya Mika mau berbuat mesum.
"Halo Nami, Kak Mikanya masih di kamar." Ujar Lyana.
Sejak Lyana kenal Nami, Lyana tau bagaimana Nami mengagumi adik kesayangannya itu. Tatapan Nami terhadap Mika mengingatkan dirinya di masa lalu terhadap suaminya.
"Tapi Mika masih tidur. Obat yang diberikan Dokter tadi cukup keras dosisnya. Mungkin kamu baru bisa bertemu Mika besok. Nggak apa-apa ya, Nami?"
Nami sedih mendengar kondisi Mika. Selembaran yang terus Nami bawa untuk ia tunjukkan pada sang pujaan hati merasa percuma. Nami tahu Mika sedang sakit, tapi keinginannya untuk menunjukkan nilai tryout nya kemarin masih besar. Nami ingin tunjukkan dan jelaskan bahwa nilai yang dipajang di sekolah kemarin itu salah dan Nami berhasil mendapat nilai melebihi ekspektasinya.
Tapi mengingat kondisi Mika tadi, Nami mulai mengurungkan niatnya.
"Baiklah, Kak Lyn, aku pulang aja."
Sebelum Nami mencapai pintu, Ova dan Ove kompak melambaikan tangan pada Nami setelah digendong oleh sang Ibu.
Hendak berlalu, suara parau Mika memanggilnya terdengar.
Mika tertatih menuruni anak tangga. Wajahnya masih pucat sambil memeluk dirinya walau jaket tebal sudah mrmbungkus tubuh Mika. Mika berusaha menahan rasa sakitnya sambil menyusul Nami.
Pria itu masih sakit, tapi senyumnya tak pudar dari wajah tampannya. Masih terlihat tampan di mata Nami membuat Nami tersentuh.
"Kak Mika.." Nami mendekati Mika dan memapahnya ke sofa.
"Kau nekat sekali," Tegur Lyana lalu Mika menggerakkan tangannya, mengisyaratkan bahwa dirinya baik-baik saja. Ova dan Ove kompak memanggil pamannya.
"Kau ke kamar saja, bawa Ova dan Ove tidur. Udah jam tidur mereka. Aku nggak apa-apa di sini. Mau ngobrol dulu sama Nami."
Lyana menghrla napas lalu mengangguk kemudian berlalu membawa si kembar. Sementara Nami canggung memperhatikan Mika mencari posisi ternyamannya.
"Nami, maaf aku sempat tak menghiraukanmu. Ada yang ingin kamu tunjukkan padaku?" Tanya Mika setelah mendapat posisi ternyaman. Bantal dipeluknya agar perutnya mendapatkan kehangatan. Mika juga menangkap Nami membawa kertas sejak Mika tiduran di lantai. Tadi ia hampir pingsan namin Mika lawan sehingga ia terjatuh ke lantai.
"Justru aku merepotkan Kakak. Aku.. cuma mau nunjukkin sesuatu." Ujar Nami sendu.
"Nggak apa-apa. Jadi, kamu mau nunjukkin apa?" Tanya Mika lagi. Matanya meneliti kertas digenggaman Nami lalu Nami menyodorkannya.
"Kakak, nilai tryout ku bagus." Nami menunjukkan hasil tryout nya. Mika mengernyit dan meraih kertas ulangan Nami. Tersenyum ketika matanya mendapati nilai terbaik Nami di ujung atas kertas.
"Bagaimana bisa, bukannya katanya kemarin nilai Nami kurang bagus?"
"Kemarin ada kesalahan teknis dari sekolah," Nami menjelaskan, "Itu nilai real Nami. Nilai Nami melebihi ekspektasi."
Kesenangan Nami menular, senyuman Mika semakin merekah.
"Nami, kamu berhasil. Kamu hebat. Pertahankan nilainya. Aku jadi semangat buat rajin ngajarin kamu."
Nami tersenyum sambil menunjukkan giginya, "Kakak bangga kan sama aku?"
Sebisa mungkin Mika mengulurkan tangan, lalu mengusap kepala Nami penuh kelembutan sebagai tanda bahwa Mika begitu bangga terhadapnya.
"Of course. Ini langkah awal kita menghadapi ujian akhir sekolah nanti. Jadi nggak boleh malas kalau aku sering kasih latihan soal ke kamu."
Terlalu senang Nami memgangkat tangannya, merayakan kesenangan hatinya karena rencananya untuk mendapatka kebanggaan sang pujaan hati berhasil dilakukan.
Tapi Mika benar, ini baru langkah awal Nami untuk menghadapi ujian akhir sekolah. Maka Nami harus semakin mengumpulkan niatnya supaya Nami berhasil mempertahankan hasil kerja kerasnya.
Bersama dengan Mika tentunya, Nami yakin ia akan berhasil.
******
Ini sudah malam ketiga Nami belajar aljabar. Matanya meneliti dan jarinya terbuka lalu tertutup untuk menghitung. Lalu Nami menuliskan jawaban di kertas yang disediakan.
Ini sudah ketiga kalinya Mika memberi Nami latihan soal matematika. Menurut Mika, Nami masih lemah di bagian matematika. Jadi Mika lebih sering memberinya latihan soal tersebut.
Ketika Nami sedang menghitung akar kuadrat, Nami tidak menemukan jawaban dari soal pilihan ganda yang Mika buat. Lalu gadis itu bangkit, membawa buku latihan soalnya lalu turun ke bawah menuju pintu untuk keluar dan menyebrang.
Nami mengetuk pintu rumah Mika dan Mika segera menyambut dan membawanya masuk ke dalam.
"Aku nggak nemu jawaban di nomor 15. Bantu aku, Kak."
Nami baru saja menyerahkan bukunya sebelumnya seseorang datang mengganggu pandangan Nami.
Nami terkejut adanya perempuan asing tiba-tiba muncul, wajahnya bukan orang pribumi. Terlihat dari garis wajah dan warna rambut yang begitu pirang.
Dan yang membuat Nami membeku ketika perempuan itu tiba-tiba saja menghampiri dan duduk di samping Mika, lalu mencondongkan badannya dan bergelayut manja di lengan Mika.
Nami nggak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Perempuan itu membuat amarah Nami mendidih sampai ke ujung kepala.
Baru saja Nami ingin mendorong perempuan itu menjauh dari Mika, ujaran Mika membuat kenyataan memelanting dan memekakkan kesadaran Nami.
"Sayang, kamu tunggu di dalam aja. Aku ngajarin adikku dulu."
Adik, satu kata menjadi sebuah fakta besar yang mencengangkan sekaligus meremukkan hati kecil Nami.
Jadi selama ini usaha dan upaya Nami untuk dekat dengan Mika hanya sebatas adik di mata pria itu?
Nami tak dapat berkata apapun selain menahan dirinya untuk tidak menangisi nasibnya di depan dua orang dewasa tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cheese Roll
Short StoryBagaimana perasaanmu jika seseorang yang kamu sukai adalah tetangga rumahmu sekaligus guru privatmu? ***** Sequel kedua dari Teman Kakakku. Bisa dibaca terpisah. Copyright by Octaviandri23