Setelah sekian lama Nami menginginkan Mika akan mengutarakan perasaan terhadapnya suatu saat nanti, akhirnya hari ini pria itu mewujudkannya.
Harusnya Nami senang. Ia sudah menginginkan hal ini sudah sangat lama. Hanya membayangkannya saja Nami serasa melayang. Hanya membayangkannya saja wajah Nami merekah, bahagia. Senyumnya tak luntur di bingkainya meski itu hanya bayangan saja.
Mika bagaikan malaikat yang dapat menerbangkan Nami ke surga.
Tapi Nami justru terdiam. Mencerna pelan-pelan setelah Mika menyatakan perasaan yang sama terhadap Nami.
Sayang, bayangan yang pernah Nami idam-idamkan sirna dengan rasa hancurnya. Kata cinta itu perlahan lebur bahkan sebelum menyentuh benteng hati Nami.
"Apa kakak lagi bercanda?"
Mika menguraikan pelukannya. Ia tidak terkejut mendengar Nami mengatakan hal seperti itu. Wajar saja. Mika sudah menghancurkan hati Nami menjadi serpihan sesal. Wajar gadis itu tidak percaya dengan ucapannya setelah banyaknya luka yang Mika beri.
"Aku tidak bercanda," Mika memberanikan diri lagi setelah sempat gundah. Gio benar, dia adalah pria dewasa. Mika tidak boleh goyah dengan kata-katanya barusan. "Aku serius mengatakannya."
"Apa kakak mengatakan hal ini juga kepada rekan kerja kakak itu? Siapa namanya--Jessica?""Ini tidak ada sangkut pautnya dengan rekan kerja ku--terutama Jessica. Dia orang lain, sementara kamu yang paling berarti."
"Setelah semua yang kakak sampaikan pada ku pada saat itu lalu kakak mengatakan sebaliknya terhadap ku--apa kakak cuma merasa tidak enak hati karena kakak berhasil menghancurkan aku? Kalau kakak cuma ingin menjaga hubungan karena adanya orang tua ku, kakak nggak perlu sampai kayak gini."
"Aku bahkan nggak kepikiran sampai ke situ," Mika membantah, "aku hanya memikirkan mu. Tidak ada yang ku pikirkan lagi selain kamu selama aku menjauh. Benar, aku merasa tidak tenang kalau suatu saat orang tua mu tau apa yang sebenarnya terjadi diantara kita, tapi bukan berarti aku beromong kosong saat ini. Aku serius sama semua ucapan ku kemarin... dan hari ini... ucapan ku kemarin justru menghajar ku tanpa ampun... maka hari ini aku mengatakannya, dari lubuk hati ku yang paling dalam...
"Nami, maafkan kedenialan ku terhadap mu. Maafkan kedenialan ku yang membuat kamu hancur. Maafkan kedenialan ku karena membuat mu seperti ini. Bahkan kedenialan ku membuat ku menjadi sok tau dan bodoh.
"Beruntung Nathan dan Gio mengingatkan kebodohan ku. Pergi nya kamu dan sikap kekanak-kanakan ku yang menjauhi mu cukup berhasil menyadarkan ku. Aku minta maaf, aku salah selama ini.
"Jika aku masih dikasih kesempatan untuk memperbaiki, ijinkan aku, Nami. Aku janjikan aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ku. Kalau kamu tetap mau pergi, boleh, tapi jangan larang aku buat kejar kamu terus sampai kamu luluh padaku.
"Kamu sudah berusaha untuk ku, dan seksrang aku ingin berusaha untuk mu. Untuk kita."
Air mata Nami luruh. Sekuat-kuatnya Nami membentengi diri, hanya dengan kata-kata manis Mika benteng itu hancur.
Katakan Nami bodoh. Rutuki saja. Nami tidka peduli.
Karena hati Nami untuk Mika terlalu besar.
Tanpa dipaksa oleh apapun dan siapapun, Nami mengangguk. Memberi isyarat bahwa pria dewasa itu mendapatkan kesempatannya.
Mika langsung membawa Nami ke pelukannya lagi. Rasa pelukan kali ini sungguh terasa berbeda. Pelukannya ini begitu hangat dan menyentuh.
Mika berbisik, mengucapkan rasa terima kasihnya. Nami nya sungguh baik, hatinya begitu luas, maka dari itu Mika tak ingin menyia-nyiakannya.
"Kita makan lasagna sama-sama." Mika melepas pelukan lagi, membantu Nami menghapus jejak air mata karena bahagia dan terharu.
"Kakak... udah lama di sini ya... sebelum... aku pulang?" Entah Nami gugup atau karena pengaruh tangisan jadi cara bicaranya terbata-bata.
"Mau lama atau sebentar, yang penting aku bisa ketemu kamu."
Mika tersenyum, begitu pun Nami.
"Jadi kita ini apa?"
Nami tetap meminta kejelasan tentang hubungan mereka. Nami harus tahu sedetil-detilnya. Tidak lucu kalau ternyata hubungan mereka tidak ada label yang menjanjikan.
Mika terkekeh pelan, "pacaran, ya kan? Nggak mungkin aku ajak kamu nikah sekarang, belum saatnya. Umur mu saja belum legal menikah."
Semburat merah muncul di wajah Nami, "jangan bercanda dulu."
"Aku lagi nggak bercanda," Mika mengusap kepala Nami lembut dengan tatapan lembut. Tatapan mereka kini berubah bermakna di antara satu sama lain.
Bukan tatapan antara kakak dan adik. Tapi tatapan penuh bumbu romansa.
"Ya, kita pacaran."
*****
Di ruang kerja Gio, Mika duduk santai sementara Gio berkutat dengan berkas-berkas yang harus ia cek dan tanda tangani.
"Bah, berhasil kau bertemu adik gemas?" Gio terkejut bukan main. Teman bodohnya akhirnya berhasil bertemu dan membujuk si manis.
"Iya. Aku dikasih kesempatan."
"Tak ada pertikaian yang terjadi antara kalian?"
"Kayaknya kamu lebih suka hubungan ku sama Nami berantakan ya?"
Gio menertawakan sarkasme Mika, "nggak ada maksud. Bagus kalau urusan kalian selesai. Senang aku lho dengarnya. Hari-hari ku jadi ada manis-manis nya lihat kau semriwing gini. Mumet aku lihat kau lama-lama kayak baju partai, apek banget.
"Kau ini memang cuma butuh tau diri, meminta maaf, dan jangan malu memohon. Semua perempuan suka diperlakukan seperti ratu. Nggak ada pengecualian."
Mika justru mendengus mendengar petuah Gio.
"Apa nya kau tertawa?"
"Kamu bisa kasih petuah romansa pada ku, tapi kamu masih betah menjomblo."
"Sombongnya..." Gio berdecak kesal, "justru kalau jomblo, nalar ku berkembang. Nggak kayak kau, lagi jatuh cinta jadi paok."
"Jadi kau pacarannya?" Tanya Gio lagi. Memastikan saja. Siapa tahu temannya masih paok, sudah mendapat kesempatan justru tidak diseriuskan juga.
Terkadang Gio bingung, temannya ini nasibnya selalu berhasil dalam dunia kerja. Tapi bodoh sekali kalau soal cinta.
"Iya," Mika tersenyum malu sedangkan Gio mendelik kesal. Kalau bukan teman, Gio sudah acak-acakin wajah Mika itu. Masih merasa kesal saja bagaimana bisa Mika bodoh soal cinta.
Namun diam-diam Gio menghela napas lega. Temannya tidak paok-paok banget ternyata, "jangan datang pada ku kalau adik gemas meraung-raung karena kepaokan mu."
Mika terkekeh sumbang, "iri ya kamu?"
Gio tak terima dikatakan begitu, "ku doakan hubungan kau ada batu kali nya."
Sontak Mika menghampiri Gio dan mengganggu meja kerjanya sampai berantakan. Gio mengerang kesal sedangkan Mika puas menertawakan kekesalan Gio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cheese Roll
Short StoryBagaimana perasaanmu jika seseorang yang kamu sukai adalah tetangga rumahmu sekaligus guru privatmu? ***** Sequel kedua dari Teman Kakakku. Bisa dibaca terpisah. Copyright by Octaviandri23