Part 22

251 21 1
                                    

Mika tak menyangka jika menjadi kekasih Nami akan semenyenangkan ini.

Keadaan mereka seperti sedia kala namun ada bentuk perhatian dan hal-hal yang cukup manis yang mereka lakukan di setiap harinya. Seperti di setiap pagi misalnya, Nami yang sudah siap dengan seragam sekolahnya akan berlari menghampiri Mika dan mengucapkan selamat pagi untuk kekasihnya.

Nami menghampiri Mika dengan dua kotak bekal. Yang satu kotak berwarna biru untuk Mika dan satu lagi berwarna merah muda untuk Nami.

Menu bekal yang biasa dibawakan adalah nasi goreng seafood buatan Ibu Nami. Sudah seminggu ini Nami meminta Ibunya dibuatkan bekal untuknya dan Mika. Ibu tak sungkan membuatkannya, justru Ibu sangat senang. Beberapa kali Ibu menduga hubungan Nami dan Mika seperti ada jarak yang menghalangi dan sekarang Nami tersenyum ceria.

Namun Ibu tidak terpikir jika hubungan dua insan tersebut nyatanya menjalin hubungan lebih dari apa yang dibayangkan.

Hanya Gio yang mengetahui hubungan Mika dan Nami. Mereka tidak bermaksud menyembunyikan hubungan ini. Tidak ada kepikiran ke sana juga. Untuk Nami sendiri—Nami sedang mencari waktu yang tepat untuk mengobrol berdua dengan Zoya mengenai status hubungannya. Apalagi sekarang-sekarang ini Nami dan Zoya sedang menghadapi kuis-kuis sulit untuk menunjang nilai.

Setelah itu mereka akan berangkat bersama dan Mika akan menunjukkan waktu jika ia akan menjemputnya nanti.

Ketika Mika menjemput Nami ke sekolah, mereka akan menyempilkan sedikit waktu untuk menghabiskan kebersamaan mereka. Seperti mencoba beberapa es krim di beberapa kedai es krim yang baru, menemani Nami membeli buku, atau hanya sekedar berjalan-jalan menikmati ramainya ruas jalanan di siang hingga di sore hari.

Namun hari ini Mika terpaksa kembali ke kantor setelah menjemput Nami ke sekolah. Ada pertemuan penting yang tidak bisa Mika alihkan ke hari lain.

Gio sudah menunggu di ruangan bersama rekan kerja lainnya, dan pertemuan dilakukan setelah Mika tiba.

Pertemuan itu terjadi sampai malam hari. Mika baru tiba di rumahnya pukul 10 malam. Tubuhnya sangat lelah melewati pertemuan tersebut. Hingga Mika tak menyadari kalau ada Nami menunggunya di dekat pintu dan Mika otomatis terlonjak sebab lampu rumahnya sempat padam.

"Kenapa kamu nungguin aku?" Mika bertanya setelah menyalakan lampu. Ternyata lampu otomatisnya rusak untuk itu lampu depan tidak menyala tadi.

"Aku hubungi kakak nggak nyambung terus. Aku khawatir. Jadi aku tunggu kakak di depan."

Ponsel Mika pun ikut mati karena Mika lupa mengisi daya selama pertemuan.

"Maaf, aku tadi ada pertemuan penting sampai aku tidak sempat mengisi daya. Maafin aku." Mika memelas melihat beberapa bagian tubuh Nami terlihat ada bercak merah karena nyamuk bandel mengganggunya tadi, tapi gadis kecil itu terlihat tak terganggu dan justru senang dan tenang melihat kekasihnya akhirnya pulang.

Setelah lampu dinyalakan, Mika mempersilakan Nami masuk ke rumahnya. Nami memasuki rumah itu tanpa merasa sungkan. Ia sudah biasa. Apalagi sekarang Mika adalah kekasihnya. Rasanya seperti ada yang berbeda ketika Nami menapaki lantai rumah kekasihnya ini.

Jarang ditempati justru membuat Nami terbuka dan nyaman. Nami duduk di sofa sambil memperhatikan isi rumah Mika. Tidak ada yang berubah. Masih sama.

Hanya saja terasa lebih hangat.

Lalu Mika ikut duduk di samping Nami, tanpa ragu pria dewasa itu merebahkan diri dan menidurkan kepalanya di atas paha Nami yang tersingkap.

Hati Nami langsung berbunga-bunga ketika Mika mengambil posisi mencari kenyamanan di pangkuan Nami.

"Lelah banget ya kak hari ini?" tanya Nami sambil memainkan rambut Mika. Rasanya halus dan lembut. Nami suka ketika helaian rambut Mika menyapu permukaan tangannya.

Mika hanya bergumam dan mengangguk. Sejenak ia memejamkan mata. Menikmati sensasi desiran yang menenangkan ketika telapak Nami memainkan rambutnya.

"Mau aku buatkan mie goreng?" tawaran yang terdengar menarik sampai Mika mendengus geli.

"Nggak mau ya kak?"

"Aku belum bilang apa-apa." Mika membuka matanya dan tersenyum.

"Maaf ya kak, aku cuma bisa buatin mie goreng. Belum bisa masak kayak Ibu. Nanti aku minta Ibu ajarin aku masak." Nami seketika menyesal kenapa tidak dari dulu ia belajar masak, melainkan Nami suka kabur atau pura-pura tidak mendengar ketika Ibu berteriak di dapur dan meminta Nami membantunya memasak.

"Kata siapa kamu nggak bisa masak?"

"Kata aku," balas Nami, "aku cuma bisa masak mie dan air."

"Itu kamu bisa masak."

Nami terhenyak sesaat, "itu bukan masak kak. Masak tuh kayak buat nasi goreng, ikan goreng, ayam goreng, tumis sayuran, kayak Ibu gitu."

"Mie juga dimasak, apa bedanya?"

"Mie cuma direbus aja sebentar habis itu sudah."

"Tapi tidak semua orang bisa memasak mie instant, apa kamu tau itu?"

Nami mengerjap, "benarkah? Kan sudah ada petunjuk di kemasan cara memasaknya? Cuma memasak mie instan kenapa nggak bisa?"

"Sebenarnya aku juga tidak tau kenapa, tapi Gio mengakui bahwa ia tidak bisa memasak mie instan."

Di sisi lain Gio bersin mendadak.

"Kok bisa?"

Mika mengendikkan bahu, "Karena Gio tidak bisa, dia lebih suka  orang lain memasakkannya."

"Kasian nggak bisa masak mie instan." Nami merasa simpati. Betapa bodohnya sahabat kekasihnya ini.

Di sisi lain Gio bersin lagi. Ia bingung sejenak.

"Untuk itu kamu harus bersyukur karena kamu bisa memasak mie instan."

"Tapi itu cuma mie instan."

"Mau itu cuma mie atau apapun, kamu bisa memasaknya dengan baik."

"Aku nggak ngerti kenapa kakak membicarakan hal ini."

Mika tersenyum lagi, "aku bilang begitu agar kamu tidak mengucilkan dirimu. Jangan lagi kamu bilang kamu nggak pandai memasak, padahal kamu sendiri bisa memasak mie instan. Jika kamu mau, tidak ada kata terlambat untuk belajar tentang apapun—termasuk memasak. Referensi bisa kamu dapatkan dengan mudah—Tante, kamu bisa sepuasnya bertanya kepada Tante tentang semua resep makanan yang ingin kamu coba."

"Tapi—yang kakak bilang itu benar—kak Gio nggak bisa masak mie instan?"

Di sisi lain Gio bersin lagi, matanya memicing tajam, ia merasa tidak ada yang beres.

Mika jadi terkekeh, "meski dia nggak bisa memasak, tapi dia bisa melakukan hal lain yang tentunya Gio suka. Gio pandai menggambar sehingga di tempat kerja Gio selalu ditunjuk sebagai desain rencana. Gio juga pandai bernyanyi sehingga orang-orang sering mengajaknya ke tempat karaoke untuk menghibur."

Nami berbinar mendengar itu. Membayangkan Gio bisa melakukan hal yang disukai membuat Nami berubah menggebu, "menurut kakak, apa aku juga bisa melakukan hal yang ku suka?"

"Tentu saja," ujar Mika.

"Aku akhir-akhir suka baca buku dan menulis kak, menurut kakak aku akan jadi apa nanti dengan kegiatan baru ku?"

"Dalam menulis kamu bisa jadi jurnalis, novelis, atau editor. Kamu bisa merealisasikannya jika kamu kamu."

"Aku mau mencoba semuanya kak. Kakak mau bantu aku nggak gimana caranya supaya aku bisa mahir menulis dan merealisasikan hal-hal yang kakak sebutkan tadi?"

"Kamu harus pilih salah satu, nggak bisa kamu ambil semuanya." 

"Iya nggak apa-apa, aku mau coba. Kalau aku tidak bisa jadi jurnalis aku bisa jadi penulis novel, atau editor."

Mika tersenyum dengan semangat Nami saat ini, sebelum mengatakan apapun Mika mengambil tangan Nami untuk ia kecup.

"Tentu saja. Aku akan selalu di sini, disamping mu."

Cheese RollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang