Part 28

278 24 3
                                    

Setelah mengobati tangan Mika, Nami menepuk pahanya agar Mika dapat berbaring di sana.

Mika langsung nurut tanpa mengatakan apapun, mencari posisi ternyaman dan menarik tangan Nami untuk ia usapkan dan ditempelkan ke wajah Mika.

"Kak, aku mau mempertahankan hubungan kita." Nami tiba-tiba saja mengatakan persoalan rumit mereka. Mika terdiam, membiarkan Nami melanjutkan pembicaraan.

"Tapi tadi aku kepikiran kak Nanad. Sedih liat kak Nanad pergi dari rumah. Ayah juga kayak jaga jarak sama aku."

".....

"Kak, kalau nantinya aku minta putus—"

"Jangan pernah katakan itu!" Mika langsung memotong pembicaraan,"jangan pernah katakan putus kalau kamu cuma memikirkan kak Nanad."

"Tapi kak Nanad pergi gara-gara aku," air mata Nami menetes lagi. Sontak Mika bangkit dan menghapus setiap jejak air mata yang mengalir di pipi Nami.

"Ini bukan karena kamu. Kalau ada yang harus disalahkan, itu salah aku. Aku nggak tegas sama Nadia sehingga kamu yang jadi disudutkan."

"Tapi, apa benar yang dikatakan kak Nanad kalau kakak pernah janji akan jadi pacar kakak setelah kakak lulus kuliah?"

"Nadia memang mengutarakan perasaannya padaku," Mika menghela napas, "tapi aku tidak menjanjikan apapun untuk membalas perasaannya."

"Kakak nggak bohong kan?"

Mika menunduk dan menatap tepat di mata Nami, "aku nggak bohong sama kamu. Aku tidak menjanjikan apapun padanya, atau membalas perasaannya. Aku sayang kak Nanad, tapi rasa sayang ku padanya hanya sebatas kakak dan adik. Sementara kamu, rasa sayang ku berbeda."

Mika perlahan menangkup wajah sembab Nami, "jangan pernah berniat untuk memutuskan hubungan kita. Aku akan menemui Nanad dan membicarakan hal ini."

Air mata Nami tak berhenti turun, "aku takut.. aku takut kak Nanad makin membenciku. Seharusnya, kak Nanad lagi di rumah, lalu aku, Ayah dan Ibu merayakan kelulusan kak Nanad. Kami... harusnya... sedang bersenang-senang.. tapi... gara-gara aku, kak Nanad pergi. Ayah juga jadi sedih. Ibu juga. Aku nggak tau apa yang harus aku lakukan.. kak Nanad semarah itu sama aku sampai—"

Nami menyentuh pipinya yang pernah ditampar Nadia. Rasa sakit dan perih itu masih sangat terasa. Mika ikut menyentuh pipi Nami, ia tahu Nadia menampar Nami setelah Ibu Nami menceritakan pertengkaran kakak beradik itu padanya.

Lalu Mika menarik Nami ke dalam pelukannya. Berharap kehangatan yang dimiliki mampi mengusir rasa sedihnya. Walau rasa sedihnya tidak bisa dihilangkan begitu saja.

"Kali ini, aku janji bahwa semua akan baik-baik saja."

Nami kembali menangis dan Mika mengusap punggungnya lembut. Meski Mika merasa tak yakin dengan janjinya tersebut, Mika akan mencoba berbicara dengan Nadia.

*****

Nadia keluar dari sebuah rumah minimalis yang ia tempati sebagai tempat singgahnya sementara waktu. Tempat tersebut adalah tempat ia tinggali selama mengenyam sarjana.

Awalnya Nadia berniat untuk mengakhiri masa sewanya, namun, Nadia membatalkannya mengingat pertengkaran yang telah terjadi antara dirinya dan Nami. Beruntung kamar Nadia sebelumnya belum diisi sehingga Nadia bisa kembali ke rumah tersebut.

Yang tahu tempat tinggalnya sekarang adalah Ayah dan Ibu. Tentu saja. Setiap harinya Ayah dan Ibu selalu menanyakan kabar Nadia. Ditambah permasalahan yang terjadi membuat sang Ayah lebih intens menghubungi anak pertamanya.

Bisa dikatakan, Ayah lebih dominan menyayangi Nadia. Ayah tidak memungkiri hal tersebut, sebab Ayah merasa Nadia akan selalu berhasil membanggakannya. Lulus sekolah dengan nilai terbaik dan berhasil mengenyam pendidikan di universitas terbaik adalah suatu kebanggaan terbesar untuk sang Ayah.

Cheese RollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang