Part 26

220 18 1
                                    

Nami cuma bisa terdiam di kamarnya. Sunyi. Tidak ada bising mengisi kekosongannya selain kepalanya yang tiba-tiba saja terasa penuh dan berat.

Kejadian di dapur tadi dan sebuah fakta baru seakan mengguncang Nami.

Kak Nanad suka kak Mika..

Sejak kapan?

Kenapa aku nggak tau?

Bagaimana aku nggak tau perasaan kak Nanad terhadap kak Mika?

Dan ketika ia tahu hal tersebut, Mika langsung menyudahi pembicaraan mereka dengan menarik Nadia keluar tanpa mengatakan apapun pada Nami.

Nami menatap pintu. Entah ia mengharapkan seseorang akan membuka pintu lalu menemuinya, atau Nami tidak mau ada seorang pun datang menemuinya saat ini karena kenyataan Nadia menyukai Mika membuatnya tak berdaya.

Nami jadi berpikir apa yang sedang mereka lakukan saat ini setelah Mika menarik kakaknya itu. Apakah Mika akan menjelaskan bahwa Mika akan menolaknya lagi dan mengatakan bahwa Nami adalah kekasihnya?

Atau justru Mika tak dapat mengatakan apapun padanya?

Baru saja Nami membayangkan apabila Nadia mengetahui hubungannya dengan Mika, terdengar suara pintu terbuka dan tertutup dari luar kamar Nami. Nami hendak mendekati pintu ketika Nami mulai mendengar derap langkah yang terdengar semakin dekat.

Lalu Nami menahan pintu dengan punggungnya dalam kesunyian.

"Nami, aku mau bicara."

Nadia di pintu tanpa mengetuk, suaranya tenang, seakan gadis itu tahu kalau Nami memang menunggunya di balik pintu tersebut.

Nami masih bergeming di balik pintu, memikirkan apa yang akan dibicarakan mereka nanti kalau Nami berbalik dan membukakan pintu untuknya.

Tapi Nami justru penasaran apa yang dikatakan Mika yang membuat Nadia menghampiri Nami ke kamar.

"Aku ingin bicara sama kamu, Nami. Sekarang. Jangan buat aku nunggu di depan pintu terus." Akhirnya Nadia mengetuk pintu, Nami terlonjak. Ada keraguan dan sedikit takut, tapi Nami memberanikan diri untuk membuka pintu.

Dan seketika Nami dihadiahi tamparan di pipi.

Sakit, perih, dan panas menjadi satu. Tapi hal itu bukanlah alasan utama yang membuat Nami terpaku dan kosong.

Di seumur hidupnya, Nami tidak pernah diperlakukan seperti ini. Bahkan Ayah sama Ibu tidak pernah menapar pipinya jika mereka memarahi Nami. Dipukul atau bahkan sampai dicubit pun Nami belum pernah merasakan itu.

Tapi sekarang ia sadar betapa perihnya ditampar, apalagi yang menamparnya adalah kakaknya sendiri.

"Bisa-bisanya kamu pacaran sama kak Mika disaat aku sedang berjuang buat dapatin hati kak Mika?!" Nadia menyemburkan kemarahannya tanpa bertanya keadaan Nami setelah ia menamparnya.

Baru ditampar oleh Nadia saja rasanya sesakit ini, ditambah dengan semburan amarah yang Nadia lakukan benar-benar mengguncang Nami sampai Nami sulit mengatakan apapun.

"Dulu kak Mika menjanjikan aku untuk mendapatkan gelar sarjana, katanya kalau aku berhasil lulus maka aku layak jadi kekasih kak Mika.."

"....."

"Dan sekarang disaat aku sudah lulus dan menagih janjinya padaku, seenaknya kak Mika bilang bahwa kamu dan kak Mika menjalin hubungan tanpa sepengetahuan ku!"

"....."

"Padahal aku sudah bersusah payah membuktikan diri bahwa aku akan berhasil mendapat gelar sarjana. Setiap aku merasa kesusahan, aku selalu ingat dengan janji kak Mika padaku dan itu membuat ku semangat lagi."

Cheese RollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang