Suara radio mengisi akan lantunan lagu yang sedang diputar. Menemani dua insan terdiam menikmati kemacetan di ruas jalan.
Tapi Nami tidak merasa demikian. Ia diam bukan karena bosan menunggu kemacetan. Ia diam bukan karena menikmati lagu yang diputarkan di radio.
Ia terdiam karena terus mengingat akan rasa hangat genggaman tangan Mika yang lebar menangkup tangannya selama mereka menonton di Bioskop.
Rasa hangat itu masih bisa Nami rasakan sampai Nami menyentuh tangan yang tadi Mika genggam. Rasa hangat itu begitu merasuk ke pori-pori tangan sampai Nami bisa merasakan bagaimanankehangatan itu terus bergerak dan bekerja menyalurkan sensasi memabukkan ke seluruh tubuh dan berhenti ke relung hatinya.
Genggaman tersebut juga membuat Nami tidak terlalu ingat bagaimana cerita dan alur film tadi. Otak Nami hanya terpaku pada siluet wajah Mika, genggaman tangan, dan seulas senyum yang semena-mena mengguncangkan jiwa dan jantungnya.
Sungguh perbuatan pria dewasa itu benar-benar membuat Nami semakin menginginkannya. Perbuatan pria dewasa itu benar-benar membuat Nami semakin menjunjung tinggi harapannya. Memgharapkan bahwa nantinya Mika harus menjadi pelabuhan terakhir di hidup Nami.
Entah dia obsesi atau sebut saja Nami gila, Nami benar-benar menginginkan pria di sampingnya ini.
"Nami masih lapar nggak? Kalau iya, kita mampir dulu ya beli makanan buat kamu. Nami mau makan apa?"
Sudah cukup Nami kelimpungan dengan perbuatannya di Bioskop, sekarang pria dewasa itu kembali mengganggu Nami dengan atensinya dan secuil perhatian yang sialnya melelehkan lutut Nami.
"Aku.. masih kenyang.. kak.." ujar Nami gugup untuk kesekian kali. Tatapan Mika terlalu menghunus sampai Nami sulit menelan ludah.
"Tapi tadi Nami cuma makan popcorn aja. Aku belikan sate ayam aja mau ya? Biar perut Nami nggak kosong."
"Tapi.. kak.."
Tanpa persetujuan Nami, mobil pria itu berhenti di pinggir jalan tepat di depan gerobak tukang sate.
"Kamu tunggu sini aja ya aku keluar beli makanan buat kamu dulu."
Pria itu langsung pergi sambil merogoh dompet dari dalam sakunya. Melihat pria itu merogoh sakunya Nami merasa lemas. Apa yang Mika lakukan, di mata Nami pria itu sangat seksi, berkharisma. Hal-hal yang idam-idamkan Nami melekat pada pria tersebut.
Di sana Mika menyebutkan pesanannya, lalu duduk kemudian menoleh ke arah Nami. Sesekali ia tersenyum dan menggerakan jarinya kalau ada dua antrian lagi.
Tak lama pria itu kembali dengan tentengan bungkusan makanan. Mika langsung menyalakan mobil dan menjalankannya lagi.
Semakin dekat arah rumah mereka, selingan obrolan ringan mulai mengisi. Dan ketika mobil berhenti di rumah Nami, Mika masih mengajak mengobrol.
"Tugas kemarin sudah selesai kamu kerjakan, Nami? Ada kesulitan?"
Nami menoleh lalu menggeleng, "Sudah selesai kok, kak. Berkat kakak kemarin jelasin ke Nami, Nami bisa ngerjain tugasnya." Nami tersenyum.
Sudah menjadi sebuah kebiasaan di mana Mika suka sekali mengusap puncak kepala Nami. Tapi tetap saja, saat pria itu mengusap puncak kepala Nami sepeeti saat ini Nami akan selalu terkejut dengan jantung berdetak kencang. Rasanya mau lepas dan meledak di rongga dada saking kencangnya.
"Nami pintar. Kamu bisa datang ke rumah kalau kamu mau bertanya padaku. Atau telepon aku. Aku akan jawab semua pertanyaanmu."
Nami tiba-tiba mengenang masa lalu, masa di mana ia bertemu dengan Mika pertama kalinya. Saat itu Nami masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, lalu ia melihat mobil besar dan berhenti di sebrang rumahnya. Satu persatu barang keluar dari mobil besar itu layaknya topi pesulap yang bisa mengeluarkan apa saja di dalam sana. Lalu Nami mendapati sosok pria keluar dari sisi depan mobil dan menyapa orang-orang sekitar dengan ulasan senyum yang menawan di mata Nami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cheese Roll
Short StoryBagaimana perasaanmu jika seseorang yang kamu sukai adalah tetangga rumahmu sekaligus guru privatmu? ***** Sequel kedua dari Teman Kakakku. Bisa dibaca terpisah. Copyright by Octaviandri23