Kondisi kedai makanan sekarang semakin ramai, semakin pengap hingga beberapa pengunjung tampak gelisah karena kepanasan. Namun hal tersebut tak membuat para pengunjung meredam rasa antusiasnya menunggu makanan mereka tersaji di meja masing-masing.
Sambil menunggu makanan, Gio sibuk mengipaskan dirinya dengan tangan. Berharap ada udara muncul. Sesekali berdecih dan menyeka keringatnya dengan lembaran tisu.
Sementara Ian hanya bisa menatap situasi. Panasnya kedai merambat ke situasi mereka yang terasa kian canggung.
Sebab Nami mendadak diam seribu bahasa ketika orang dewasa di hadapannya ini datang dan memilih duduk di meja mereka. Entah takdir atau memang kebetulan kedai mendadak ramai dan tidak ada meja kosong lain sehingga Gio langsung menarik kursi kosong ke meja Ian dan Nami tanpa seiijin mereka lebih dulu.
Tidak hanya Nami, Mika juga tampak diam namun beberapa kali mencuri pandang ke arah Nami dan Ian.
Ian mulai risih dengan tatapan penuh arti Mika itu. Tatapannya seolah-olah kalau ia tidak suka dengan kehadiran Ian. Tapi apa peduli Ian? Ian sudah lebih dulu duduk di sini bersama Nami dan seharusnya Ian sendiri yang menatap risih ke arah orang-orang dewasa itu karena seenaknya datang dan duduk bersama mereka.
Ditambah dengan tingkah manja wanita dewasa bernama Jessica di tengah-tengah Mika dan Gio. Wanita itu begitu betah memberi atensi hanya untuk Mika seorang. Bahkan tangan lentik itu bergerilya di satu lengan Mika. Entah mengelus lembut permukaan punggung tangan Mika atau memainkan telapak tangan Mika yang besar di telapak tangannya sendiri.
Padahal makanan belum tersaji, tapi Nami mendadak kenyang dan mual.
Makanan tiba di meja mereka. Gio yang lebih dulu bersuara melihat makanan mereka tiba. Gemerisik dan kepulan asap makanan tersaji di depan mereka menggugah selera.
Tapi Nami tak merasa demikian. Justru ia ingin segera pergi.
Nami mulai tidak sanggup melihat pemandangan di depannya yang di mana Mika menyerahkan stik dan membantu memotong daging ke potongan lebih kecil untuk Jessica.
Sungguh pemandangan yang romantis. Mata Nami sampai sakit melihatnya.
Tak mau kalah, Ian juga melakukan hal yang sama terhadap Nami. Ian menyerahkan nasi bento dan gorengan ke hadapan Nami. Serta ocha dinginnya. Beruntung ada menu tersebut karena Nami mendadak mengganti pesanan menjadi nasi bento supaya ia bisa melahap makanan dengan cepat tanpa harus memotong-motong daging lagi.
"Makan yang banyak. Hari ini kita sudah seharian tertawa. Pasti kamu capek. Makannya pelan-pelan ya. Ditiup dulu kalau nasinya masih panas. Kalau kurang makanannya, tambah aja. Tenang, aku banyak uang buat traktir kamu." Tutur Ian mampu menarik perhatian sekelilingnya. Nami masih terdiam menatap Ian yang sengaja memberikan perhatian penuh padanya.
Sementara Gio terkekeh kecil dan menyantap stik ayam nya lebih dulu, lalu Mika termenung menyaksikan bentuk perhatian Ian.
Risih dan tampak menyebalkan. Rasanya Mika ingin tertawa melihat pemuda itu berlaga sok perhatian terhadap Nami. Berlebihan sekali!
Jessica terdiam menatap Mika dan Nami bergantian. Situasi tambah canggung ketika Ian tak henti memberikan perhatian-perhatian kecil untuk Nami hingga Jessica bisa melihat sendiri ketika tangan Mika terkepal kuat di atas meja.
Jangan ditanyakan perihal raut Mika saat ini. Mengetat keras. Mungkin Mika bisa saja mendorong meja atau menendang barang-barang di dekatnya. Tapi mengingat ini di kedai makanan, Mika masih berusaha keras untuk menahan emosi.
"Kira-kira besok aku jemput kamu jam berapa?" Ian kembali membuka obrolah pada Nami. Tak mengacuhkan tiga orang dewasa itu dan seakan-akan mereka hanya makan berduaan saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cheese Roll
Short StoryBagaimana perasaanmu jika seseorang yang kamu sukai adalah tetangga rumahmu sekaligus guru privatmu? ***** Sequel kedua dari Teman Kakakku. Bisa dibaca terpisah. Copyright by Octaviandri23