Part 19

261 24 2
                                    

Setelah kejadian itu, Nami tak lagi melihat sosok Mika. Bahkan bayangannya saja pun Nami tak dapat menemukannya.

Jauh dari rasa sakitnya, tentu saja Nami masih berharap kalau pria dewasa itu akan datang kembali dan memohon padanya. Atau tidak perlu memohon, minimal pria itu berpura-pura menemuinya seakan tak ada yang terjadi di antara mereka sebelumnya.

Namun setelah kejadian itu pula, Mika memutuskan untuk berhenti mengajar. Ibu Nami mengatakan bahwa Mika mendapat tugas ke luar kota sehingga Mika hanya berpamitan kepada Ibu dan Ayah Nami saja. Zoya juga dikabarkan oleh Ibu Zoya kalau Mika tak dapat mengajar lagi.

Lucu sekali, gadis kecil itu sudah tertampar kenyataan kalau dirinya tak berarti, tapi Nami tetap saja mengharapkan pria dewasa tersebut.

Menggelikan! Nami cuma bisa memaki dirinya sendiri.

Rumah yang biasa pria dewasa itu huni kini tampak kosong, sama persis dengan kondisi Nami sekarang. nami menatap rumah itu melalui jendela kamarnya. Berharap ada bayangan yang ia temukan walau ia sudah berkali-kali memandang rumah kosong tersebut.

"Kenapa kisah cinta pertama ku jelek sekali ya, Jo?" Nami kembali merintikkan air mata di depan Zoya. Bukannya sembuh, perasaan Nami semakin kalut hari demi hari. Zoya hanya bisa menenangkan sahabatnya dengan mengusap punggung Nami. Sesekali memberi kata semangat bahwa hari esok akan jauh lebih baik.

Tapi pada akhirnya kata-kata semangat itu hanyalah kata-kata saja karena hari demi hari Nami masih saja merasa sakit. Bahkan Ayah dan Ibu mulai menyadari kesedihan Nami karena beberapa kali Nami melewatkan jam makannya. Ia selalu murung dan mengurung diri di kamar.

Nami juga tampak kurus, pipinya cekung tak berisi. Tak ada binaran di matanya membuat Ayah dan Ibu semakin khawatir.

"Jangan kayak gini terus, Ibu dan Ayah khawatir pada mu," Zoya mengatakan hal itu sebab Ayah dan Ibu menanyakan Nami terus padanya. "Mungkin aku jahat seelah mengatakan hal ini karena aku nggak berada di posisimu, tapi aku mohon, lupakan Kak Mika. Dia udah buat kamu kayak gini, dia nggak pantas buat mu. Kebetulan sepupu ku datang besok dan mengajak ku pergi ke Dufan, kamu ikut ya. Kita bersenang-senang besok."

Zoya mengatakannya antusias, tapi Nami tak tertarik dengan ajakan itu. "Aku di rumah aja. Makasih."

"Kamu butuh hiburan. Kamu bisa berteriak sepuasmu di sana besok. Aku akan menemanimu seharian. Kita akan bermain sampai malam. Biar aku yang ijin sama Om dan Tante."

"Tidak perlu repot-repot. Makasih." Tolak Nami lagi lalu memilih melamun sendirian.

Kalau begini, Zoya tak bisa berbuat apapun selain menatap kesedihan Nami untuk kesekian kalinya.

*****

Kota Bandung hari ini diguyur hujan seharian. Sejak pagi sampai sore ini Mika hanya terdiam menatap jendela yang tertutup. Menyaksikan bagaimana rintikan hujan mengguyur Bandung begitu deras.

Sejak kejadian dirinya berbicara dengan Nami pada saat itu-dan mungkin itu akan menjadi terakhir kalinya, Mika langsung kabur ke Bandung. Memutuskan untuk menetap ke rumah kakaknya meski hari-harinya akan dikelilingi suara berisik dari anak-anak Lyana-Namu, Ova dan Ove.

Mumpung kakak iparnya sering ke luar kota, jadi Mika bisa tinggal bebas di sana tanpa harus merasa segan.

"Kau seperti sedang patah hati."

Lyana muncul dibalik pintu, menyaksikan sang adik sedang termenung sendirian sambil menyender di tepi jendela. Bandung sedang dingin-dinginnya, tapi Mika memilih bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana jogger abu-abunya.

Cheese RollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang