Part 05

350 26 0
                                    

"Zoya, apa kamu sedang bersama Nami?" Tanya Mika di sana sambil menyesap kopinya di ruang kerja. Kancing kemeja atasnya terlepas, dasinya sudah dilonggarkan. Tampak semburat senja sore menerangi ruang kerjanya melalui jendela. Urusan kerjaan Mika sudah selesai, sehingga Mika bisa menelepon Zoya menanyakan kabar dua gadis didikannya.

Tidak mendapat respon apapun dari Nami membuat Mika khawatir. Padahal Nami akan selalu cepat merespon kalau Mika sekali menghubunginya. Dan Mika akan selalu mendapat balasan Nami begitu cepat ketika baru seperdemikian detik Mika mengirimkannya pesan.

Mika baru kepikiran untuk menghubungi Zoya setelah berkali-kali menelepon dan mengirimkan beberapa pesannya untuk Nami.

"Zoya sudah di rumah, kak." Ujar Zoya disebrang sana.

"Gimana hasil tryout mu, Zoya?" Tanya Mika sambil memainkan bulpoin di jemarinya.

"Zoya dapat nilai diatas rata-rata, Kak Mika. Tapi.."

"Tapi?" Alis Mika berkerut. Di sana terdengar hembusan napas Zoya.

"Tapi Nami nggak, Kak. Nilai Nami dibawah rata-rata."

Mika tercengang di tempat, kini Mika tahu alasan Nami tak meresponnya.

"Pas kami sama-sama lihat hasil nilai kami dipajang di mading dan nilai Nami di deretan dibawah rata-rata, Nami langsung pergi Kak. Nami pulang-pulang nangis. Sampai Tante Abil nanyain ke Zoya ada apa sampai Nami menangis. Zoya jadinya kasih tahu ke Tante kalau Nami sedih nilai tryout nya dibawah rata-rata. Tadi Zoya juga udah berusaha buat menghibur Nami, tapi Nami tetap sedih. Katanya dia malu sama Om dan Tante. Juga sama kakak. Kata Nami dia bodoh dan udah ngecewain Om, Tante dan kakak."

Mika mengangguk mengerti, meski Zoya tidak dapat melihatnya, "Selamat ya Zoya atas nilai tryout mu. Aku senang sekali mendengarnya, kamu sudah berusaha semaksimal mungkin," tutur Mika bangga, "Sekarang biar aku yang menghibur Nami. Kamu istirahat aja ya. Besok masih masuk sekolah 'kan? Belajarnya ditingkatkan lagi, nggak boleh berhenti sampai ujian sekolah berlangsung. Kalau ada yang mau ditanyakan, jangan sungkan kabari aku."

"Iya Kak Mika. Terima kasih."

Mika memutuskan teleponnya. Kini ia memikirkan Nami. Pria itu semakin khawatir.

*****

Nami pulang dengan mata bengkak dan sembab. Nami bahkan tak menyapa Ibu di ruang tengah karena takut dan malu. Nami nggak tahu gimana caranya untuk menceritakan nilai jeleknya.

Nami tidak sanggup melihat kekecewaan Ibu, terutama Ayah. Juga Mika. Nami kembali menangis.

Sekali lagi Nami merutuki dirinya sendiri. Menyalahkan dirinya. Menyela dirinya dengan kata-kata bodoh sambil memukul bantal. Nami kecewa dengan dirinya sendiri.

Tak lama ketukan pintu terdengar, suara Ibunya ada di balik kamar Nami. Memanggilnya. Tapi Nami tak menghiraukannya dan memilih untuk menyembunyikan dirinya dibalik selimut. Nami beneran tidak siap bertemu Ibu, Ayah dan juga Mika nantinya.

Merasa khawatir anaknya tak mau menemuinya Ibu segera menghubungi Zoya, menanyakan keanehan yang Nami lakukan hari ini. Pelan-pelan Zoya menjelaskan kejadian hari ini. Ibu mengangguk mengerti.

Dan ketika malam menghampiri, Ibu semakin khawatir. Bahkan saat Ayah sudah pulang Nami tidak mau juga membukakan pintu. Di pintu Nami sudah tertempel kertas, tertulis bahwa Nami sedang sedih dan sedang menghukum dirinya karena sudah mengecewakan Ayah dan Ibunya. Pelan-pelan Ayah dan Ibu membujuknya dengan perlahan, tapi tak sedikitpun terdengar suara Nami menyahut.

Satu-satunya cara terakhir, Ibu mendatangi rumah Mika setelah memastikan Mika sudah berada di rumah.

"Maaf ya mengganggu Nak Mika, Ibu bingung mau minta tolong sama siapa selain sama kamu. Nami benar-benar nggak mau keluar kamar sampai sekarang. Om Dewa udah bujuk Nami terus tapi Nami masih nggak mau keluar. Malahan Nami nempelin kertas di pintu, Nami bilang dia malu sama kami dan menghukum dirinya sendiri. Tante minta tolong sama Nak Mika. Tante khawatir. Nami juga belum makan dari tadi siang."

Cheese RollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang