👶

2K 141 5
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.















Ai terdiam, ruangan senyap hanya suara getar AC yang terdengar, Nhai berdebar di dalam dadanya menunggu apa yang akan Ai katakan.

raut wajah suaminya perlahan berubah, rahangnya mengeras, Seolah ingin mengatakan sesuatu tapi tidak, ia tidak mengatakan apapun, Nhai menunggunya sepuluh menit.

perasaannya tak karuan, Nhai jadi agak takut, ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya sendiri meringkuk di sudut kasur.

Ai menghela nafas panjang, Nhai melihat bibirnya gemetar menahan marah, matanya memerah seperti ia akan meledak."kamu udah periksa ke dokter?" Nhai mengangguk kaku,

"Gimana bisa?" Tanyanya lagi.

Nhai takut, suara lembut itu menyentuh hatinya sampai ketakutan. Ia menggigit bibirnya kuat tidak berani bersuara.

"Hm? Kamu tidak mau menjelaskan apapun?"

Bolehkah Nhai meminta Ai tidak seperti ini, Nhai merasa amat sangat ketakutan meskipun suaranya tidak membentak itu jelas penuh penekanan menyudutkan. Nhai butuh Nan, atau ayahnya disini untuk berbicara dengan Ai.

"A–Aku tidak tau Ai,"  hanya kalimat itu yang Nhai temukan di kepalanya setelah mengumpulkan nyali seribu tahunnya.

"Kenapa tidak tau? Memangnya itu bukan anak aku?"

Nhai ingin membenturkan kepalanya sendiri ke batu karang di lautan sana. Kenapa ia mengatakan hal bodoh begitu! Dengan panik ia menatap Ai yang juga tengah menatapnya penuh, agak menakutkan tapi Nhai butuh memvalidasi.

"Anakmu! Itu anak kamu!" Nhai melihat Ai mengangguk menunggunya menjelaskan. Nhai bingung, haruskah ia jujur? Akan kah Ai lebih marah lagi? " Aku lupa minum obat pencegah kehamilan,"




Setelah mendengarnya Ai juga tetap diam, ia melangkahkan turun dari kasur, ke arah lemari mengambil beberapa setel baju. Ia meletakan baju tidur Nhai di atas kasur, sebelum kembali pergi ke arah kamar mandi.

Nhai ingin menangis. Rasanya tetap menyedihkan meskipun ia tahu Ai pasti akan sulit menerima ini.

































Sementara Ai jelas kecewa, bagaimana Nhai berbohong mengenai obat pencegah kehamilan? Sejak awal ia selalu menginginkan kehamilan itu, Nhai pasti sengaja kan? Kepalanya pusing, Nhai membuatnya merasa tertekan seolah pendapatnya tidak penting di atas segala kemauannya.



Ai mencuci wajahnya di wastafel, menatap wajahnya sendiri dari pantulan cermin, menghela nafas. Ia tidak ingin marah jadi ia berusaha menenangkan diri.






Saat kembali ke kamarnya Nhai belum tidur, Ai melihatnya menangis menunggunya.

"Ai.." katanya dengan berlinangan air mata menyedihkan, Ai melangkah mendekat memeluknya, Nhai memeluknya lebih erat lagi. Baju yang baru saja di pakainya kembali basah oleh air matanya. Jika begini Ai harus bagaimana? Hatinya tetap luluh.

Lil duck🐣 [meenping] [ailhong Nhai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang