End

2.2K 125 34
                                    

Nhai berdiri di balkon kamar mereka, hanya diam merasakan angin yang berhembus kencang dari laut. Tatapannya jauh menerawang, perasaan sedih yang bergelung di hatinya tidak tau harus ia obati dengan cara apa.

Ia menghela nafas panjang untuk yang kesekian kalinya, sampai kemudian tangan kekar suaminya melingkar di pinggangnya, Nhai tau itu bahkan tanpa harus menoleh.

"Nhai, " Ai memanggilnya lembut di telinga. Bukannya ia tidak tau, Nhai terlihat jelas tidak merelakan putra mereka pergi, dan itu masalahnya.

"Aron will be okay, " Di kecupnya leher Nhai, meski istrinya masih belum merespon apapun Ai tau ia mendengarkannya.

Nhai menghela nafas panjang, isi kepalanya berputar memproses segala yang telah terjadi. Berapa usia Aron sekarang? Putranya itu sudah tumbuh tinggi, bahkan melebihi tingginya. Nhai sudah tua sekarang.

"Ai, " Nhai mengusap lengan yang melingkar di pinggangnya. "Dulu Aron sangat kecil, dia berada di perutku sekarang sudah setinggi dirimu dan berusaha pergi dari rumah. Aku sangat tidak rela, " Matanya berkaca kaca, menatap jauh ke arah laut lepas, "aku sedikit kesal karena dia seperti tidak melihat ku lagi, Ai kenapa Aron tidak mempertimbangkan keputusannya, dia tidak menyayangi mommynya lagi? "

Ai mengecup kepalanya, berkali-kali seolah berusaha mengusir pikiran buruk itu jauh jauh. "Aron sudah cukup besar untuk membuat keputusannya sendiri Nhai, kita hanya perlu mendukungnya tumbuh lebih baik, "

Tanpa Nhai sendiri sadari, ia menangis. Air matanya tumpah ruah, dadanya sesak sulit menerima fakta putra kecilnya tumbuh dewasa.

"Ai aku takut, aku ketakutan setengah mati, bagaimana ia hidup tanpa Nhai, bagaimana jika ia merasa kecewa pada dunia luar, sesuatu yang buruk mungkin akan terjadi, "

"Maka biarkan ia belajar, Nhai yang kamu pikirkan terlalu jauh, aku janji tidak akan seburuk itu. Ia hanya pergi sekolah bukan menikah, apa yang harus di khawatirkan, " Ai mengusap air mata istrinya, tersenyum geli kala melihat wajah lucu itu tidak pernah berubah, pipinya merah bibirnya cemberut lucu dengan mata kecilnya. Ah, ia jadi ingat putri kecilnya.

"Kita masih bisa sering mengunjunginya nanti, aku tau betul bagaimana tabiat anak itu. "

"Hm, dia persis dirimu. "

Ya, itu yang sebenarnya lebih Ai khawatirkan, kelakuan buruknya pun akan sama persis jika tidak ia awasi lebih ketat.

"Aku ayahnya, "

Nhai tersenyum, ia setuju begitu saja, membalas pelukan suaminya lebih erat. 

Siapa yang mengira kehidupannya ini akan terasa amat baik, di seluruh dunia Aiyaret adalah yang paling Nhai bisa percaya.

Ia menyandarkan kepalanya dengan nyaman, apa lagi yang harus di khawatirkan jika Ai sudah mengatakannya. "Nhai cinta Ai, cinta cinta sekali, "

Ai terkekeh geli, mengusap kepala Nhai sayang. "Oih, apa aku bisa minta jatahku sekarang? "

Mendadak Nhai cemberut memukul dada suaminya sebal, "kamu sudah tua tapi masih tidak romantis, menyebalkan sekali. "

Ai masih juga terkekeh, tapi kemudian ia meraih wajah Nhai mengecupnya lembut di bibir, "aku juga cinta Nhai, Nhai tau itu kan? "

Sukses wajah Nhai memerah, rasanya seperti terlempar ke sepuluh tahun lalu. Seperti remaja yang menikmati cinta seperti minum alkohol. "Hmm." Nhai bergumam malu.

"Luna sudah tidur? "

"Hm, dia tidur dengan kakanya, "

"Aku juga mau tidur dengan Aron, "

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lil duck🐣 [meenping] [ailhong Nhai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang