***
Melihat Yuki terus memunggunginya dan lebih memilih untuk berbaring diranjang rumah sakit bersama putranya, bapak muda itupun kembali ke sofa.
"Sepertinya diriku kalah saing sama anak sendiri. OMG!" Pria itu ngedumel didalam hati, sambil terus menatap Yuki yang berbaring menyamping diranjang dengan satu lengannya merangkul pinggang Iqbal. "Order tiga paket pizza dan kirim ke 'Kohler Hospital'." Al meletakkan ponselnya ke atas meja setelah selesai menelfon restoran makanan cepat saji itu. Dan kembali melanjutkan makannya yang tadi sempat tertunda.
"Hmmm..." Suara rengekkan Iqbal membuat Al menoleh ke arah ranjang. Suhu tubuhnya yang panas mungkin membuat Iqbal tak tenang dalam tidurnya. Al akan melihat putranya, namun ketika disana Yuki mengelus-elus kepala Iqbal dan menenangkannya membuat Al mengurungkan niatnya. Dia tersenyum senang melihat Yuki yang rupanya juga sayang pada Iqbal.
"Kak Al.." Suara Stefan membuat Al menoleh ke arahnya.
"Hmm."
"Pinjem kunci mobil dong, gue mau pulang kerumah lo. Mau mandi. Mandi disini enggak asik." Masih sambil mengunyah, Al mengarahkan telunjuknya ke arah Yuki.
"Kuncinya sama Nyonya itu. Ambil kalo lo berani."
Stefan mengangkat bahunya. "Kenapa enggak?!" Dia pun melangkah menghampiri Yuki, dan Al terus mengawasinya dari sofa. "Kak Yuki, maaf.. Efan boleh pinjem kunci mobil kak Al, enggak?"
Yuki merubah posisinya menjadi duduk diranjang. Wanita itu merogok tasnya, lalu mengambil kunci mobil Al dan memberikannya pada Stefan. "Nih.." Gumamnya. Stefan pun tersenyum, lalu meninggalkan ruangan.
Baru beberapa menit Stefan keluar ruangan, ponsel miliknya yang sedang dicarger berdering menandakan ada sebuah panggilan. Al meraih ponsel itu dan menerima panggilan telefon.
"Hallo, Ta." Ternyata Natasha, istri Stefan yang menelfon.
"Oh ini Kak Al, Assalamualaikum Kak." Sapa wanita itu dari seberang sana dengan sopan.
"Walaikumsalam." Pria itu menjawab dengan datar. Dia memperhatikan Yuki yang turun dari ranjang, lalu menghampirinya. Wanita itu duduk disamping Al, menyeruput jus jeruk Al, dan merengek tak jelas.
"Efan nya dimana, Kak? Nata mau bicara sama dia."
Masih sambil memperhatikan Yuki, pria itu bergumam. "Efan baru aja keluar, katanya mau mandi. Ponselnya lagi dicarger."
"Oh gitu. Yaudah ntar Nata telefon lagi. Nata tutup dulu ya Kak telefonnya, Assalamualaikum."
"Walaikumsalam." Dia mengembalikan ponsel milik Stefan ke tempat semula. Pria itu menarik nafas panjang melihat Yuki. "Kenapa sih sayang? Kok rewel terus dari tadi.."
"Laper.." Rengek wanita itu menjawab. Al berdecak, lalu membawa Yuki ke dalam pelukannya.
"Sabar dong, sayang. Masih di pesen, sebentar lagi dianter."
Oh Tuhan kenapa se'ribet ini hidupku? Yang satu lagi sakit manjanya kumat, yang satu lagi juga begini?! Al ngedumel dalam hati.
...
Pukul delapan malam. Stefan sudah kembali ke rumah sakit. Dia sudah segar setelah mandi. Dan kini, ia berada di dekat ranjang Iqbal. Tampak ekspresi wajah Iqbal sedang memohon kepadanya. Sepertinya putra Al ini sedang minta belikan sesuatu lagi pada Stefan. Tapi apa ya? Kita lihat saja nanti, sekarang lebih baik kita lihat perbincangan Mama Ellen, Al, dan juga Yuki.
"Yah. Kakak udah batalin kerjasama dengan perusahaan dia, Mam. Tapi dia terus maksa. Kakak tau banget dia itu kayak gimana. Jadi kemaren dia dateng ke kantor, itu juga bukan Al yang nemuin tapi Iqbal. Disitu dia ngata-ngata'in Iqbal. Ngatain Iqbal anak jalanan lah, entar kalo Kakak udah nikah Iqbal bakalan Kakak campakkin lah."
"Serius? Dia bilang kayak begitu sama Iqbal?" Mamah Ellen nampak terkejut dengan sikap Pevita. Dia tidak menyangka Pevita bisa sekasar itu. Karena sepengetahuannya dulu, Pevita adalah gadis yang ramah dan lembut.
"Serius Mam. Makanya tadi dokter bilang, Iqbal terlalu banyak berpikir. Ada perkataan yang menyinggung perasaannya dan terus ia pendam. Akhirnya dia jatuh sakit." Al melihat sekilas ke arah Iqbal.
Mamah Ellen memperhatikan raut wajah Yuki yang berubah ketika mereka menyebut nama Pevita. "Sayang, Yuki kamu kenapa?"
Al ikut menatap wajah Yuki ketika sang Mamah menyebut nama calon istrinya itu.
"Ahh.. Yuki enggak kenapa-kenapa kok, Mah." Wanita itu menjawab dengan lembut. Lalu tatapannya pindah pada Al. "Kalau menurut aku, sebaiknya kamu temuin Pevita."
Al menatap Yuki tak suka. Marah, tetapi ia masih bisa menahannya. Apa maksud wanita ini? Tak tahukah dia bahwa Al sangat membenci Pevita? "Apa maksud kamu? Kenapa aku harus nemuin Pevita?"
Yuki memegang tangan Al, lalu mulai menjelaskan maksud dan tujuannya. "Temuin dia, dan coba bilang untuk tidak mengganggu kamu lagi. Jelaskan pada dia baik-baik, bahwa kamu sudah tidak punya perasaan apapun lagi dengannya."
Al menarik nafas. "Yaudah, besok aku temuin dia."
"Ayo dong, Om. Hemm..." Suara rengekkan Iqbal membuat Mamah Ellen, Al, dan juga Yuki menatap ke arahnya. Mamah Ellen menghampiri kedua pria itu untuk mengetahui apa penyebab Iqbal merengek-rengek seperti anak kecil.
"Ada apa ini?"
"Omah.. Om Efan pelit banget. Dia enggak mau beliin."
Stefan terkekeh. "Oh Tuhan.. Demi apa anak lo ini ngeselin banget Kak Al."
Al tersenyum. "Kenapa? Minta apa dia sama lo?"
"Minta beliin handphone baru, ngeselin kan Kak?" Stefan bergumam tapi masih terkekeh karena geli melihat Iqbal.
"Minta handphone apa, Nak? Biar Papah beliin. Kenapa enggak minta sama Papah?" Suara Al sangat lembut ketika bertanya pada putranya. Iqbal memasang tampang yang paling imut sebelum menjawab.
"Iqbal enggak mau Papah yang beliin, Iqbal cuma mau Om Efan yang beli."
Stefan terbahak. "Tuhkan Kak, dia punya dendam pribadi tuh sama gue. Belum puas tuh anak kalo enggak morotin duit Om nya. Eh tuyul! Papah Al lo ini adalah bos dari segala bos. Jangankan HP, minta sepuluh mobil pun Papah lo sanggup beliin detik ini juga. Minta dong sama Papah."
Iqbal kembali merengek. Hingga membuat Mama Ellen terkekeh geli melihatnya. "Beliin dong, Om. Hmm.."
"Idih.. Ini anak rese banget! Ok ok, entar gue beliin. Duh, mendingan besok gue pulang deh, bangkrut gue lama-lama disini." Stefan ngedumel. Al dan Yuki hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala.
...
Dua hari kemudian. Iqbal sudah diperbolehkan pulang ke rumah karena keadaannya sudah membaik. Saat ini ia sedang beristirahat dikamarnya. Sang Papah, sedang keluar rumah untuk memenuhi keinginan sang kekasih yang ingin dirinya menemui Pevita. Dan yah, saat ini Al sedang berada disebuah cafe untuk menemui wanita itu. Dia sedang melangkah masuk ke dalam karena wanita itu rupanya telah menunggunya terlebih dahulu disana.
"Haii Al.." Pevita berdiri dan ingin mencipika-cipiki pria itu tetapi dengan cepat Al menghindar. Pevita tersenyum kaku melihat reaksi Al.
Untuk saat ini, kamu bisa menghindar dari aku. Tapi nanti, kamu tidak akan pernah bisa menghindar dari ku, karena kamu cuma milikku Al, yah, milik Pevita Pearce. Kamu tau, aku sangat bahagia karena ternyata kamu yang ngajak aku untuk ketemuan. Karena dengan ini, rencana ku akan berjalan dengan sempurna. Buat Yuki, selamat menangis sayang..
Wanita itu bergumam jahat dalam hatinya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Pramugari
RomanceCerita ini aku ambil dari facebook ka Alkivers Mom's seinget aku nama aslinya ka ella tapi sekarang sudah jarang aktif di facebook semoga jika ka ella liat aku izin ya ka untuk update disini mengobati kangen ketika story alkivers lagi boming di fac...