Bab 23

226 18 1
                                    

***

Rumah itu sangat mewah. Berlantai empat, memiliki beberapa lapangan olahraga pribadi seperti futsal, golf, volly, dan basket. Rumah itu memiliki kolam renang yang panjangnya hampir mengelilingi rumah. Bunga-bunga indah yang langsung didatangkan dari luar negeri tampak menghiasi kanan, kiri, depan, dan belakang rumah mewah tersebut. Di dalam garasi terjejer rapi beberapa unit mobil mewah kepunyaan sang pemilik rumah. Di tengah-tengah rumah itu, ada satu air mancur yang berdiri angkuh dengan lambang huruf K. Sangat indah sekali. Selain itu, rumah mewah dengan harga fantastis tersebut di kelilingi oleh pagar beton yang sangat kokoh dicampur dengan besi-besi kuat yang menjulang tinggi bewarna hitam mengkilau, tepat di pintu pagar besi itu terdapat sebuah tulisan 'Al Kohler' dengan bahan emas murni seberat puluhan kilogram semakin menambah kemewahan dan kewibawaan rumah tersebut.

Yah, rumah mewah itu milik pengusaha kaya raya Al Kohler. Sudah dua tahun rumah itu dibangun dan baru satu bulan ini rampung secara keseluruhan. Rumah itu di bangun Al sebagai hadiah pernikahan kepada istrinya. Nanti setelah menikah, surat tanah beserta rumah mewah itu akan diganti Al menjadi nama Yuki. Untuk saat ini, Al masih menggunakan namanya sendiri.

Duh, enak banget ya yang bakalan jadi istri Al. Ada yang mau nggak daftar jadi istrinya Al? Haha. => di tabok Yuki. :D

Didalam rumah mewah itu, hanya ada Al, beberapa asisten rumah tangga, bodyguard yang berjaga-jaga, dan Iqbal yang kebetulan baru datang dari Medan.

"Bik.. Bik Asri..!!" Al sedikit berteriak memanggil kepala asisten rumah tangganya. Dan tanpa menunggu lama wanita paruh baya yang disebutkan namanya tadi pun muncul.

"Ya, Tuan besar." Ucapnya seraya menundukkan kepalanya sopan.

"Dimana anak saya, kok dari tadi enggak kelihatan?" Tanya Al sambil menatap ke layar ponsel mencari nama seseorang untuk dihubungi.

"Ohh, anu-- Tuan besar, Tuan muda nya ada di kamar."

Al mengangguk-anggukkan kepala, lalu mengisyaratkan agar Bik Asri kembali bekerja. Pria itu lalu menempelkan ponselnya ke telinga dan menaiki tangga untuk melihat putranya.

...

"Hallo.." Wanita cantik yang masih mengenakan seragam pramugarinya itu menjawab panggilan telefon.

"Lagi apa, sayang?" Ternyata tunangan Yuki yang menelfon, Al Kohler. Pria itu bertanya dengan lembut di seberang sana.

Wanita itu tersenyum. "Lagi istirahat ini di hotel. Biar entar malam seger lagi dalam bertugas." Jawabnya. "Kamu dimana, Al?"

"Dihatimu." Jawaban ngasal dari Al berhasil membuat wanita itu terkekeh geli disana.

"Apa banget deh ahh.." Yuki tersipu-sipu malu. "Yaudah-yaudah, raga nya kamu lagi dimana?" Tanyanya lagi.

"Ohh, kalo raga nya lagi dirumah nih." Mendengar jawaban Al, Yuki melihat arloji di pergelangan tangan kirinya. Pukul 17.00 Wib. Tumben banget dirumah? Pikir Yuki.

"Aku tutup dulu telfonnya ya sayang, supaya kamu bisa bobok nyenyak. Cepat pulang, ok. Miss You.."

"Aku enggak Miss You." Wanita itu terkekeh lalu menutup telfonnya sebelum pria disana menutupnya.

...

"Lho, ehh-- emm-- dasar nakal!"

Al tersenyum dengan ulah jahil wanitanya. Siapa yang nelfon, eh siapa yang nutup telfonnya duluan. Dasar pesek! Gumamnya di dalam hati. Al sudah berada dilantai dua, tepatnya dikamar Iqbal. Kamar yang luas lengkap dengan kamar mandi didalam. Kamar itu berisi tempat tidur mewah dengan sprei bercorak bendera amerika yang menjuntai hingga ke lantai, televisi layar datar dengan ukuran jumbo menempel didinding lengkap dengan dvd dan juga playstation, lemari pakaian jumbo dengan tiga pintu, pendingin ruangan, serta foto Iqbal berukuran jumbo terpajang didinding kamar.

Al menggelengkan kepala melihat Iqbal tidur dengan stik playstation yang masih berada diatas perutnya. Papah muda itupun mengambilnya dari atas perut Iqbal, lalu mematikan televisi. Saat hendak menyelimuti Iqbal, Al melihat ada sisa airmata diwajah putranya. Sepertinya Iqbal baru saja menangis, anak itu benar-benar terluka rupanya.

"Papah tidak akan pernah membuatmu mengeluarkan airmata walau hanya setetes, nak."

...

Keesokan paginya.. Pemilik Kohler Group's pagi-pagi sekali sudah berada dikantor. Pria itu sudah berada di meja kekuasaannya, berkutat dengan laptop dan seluruh berkas-berkas penting perusahaan. Bel pintu ruangannya berbunyi, membuat Al menekan satu tombol tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop dan pintu kaca itupun terbuka secara otomatis. Beberapa saat yang lalu ia memerintahkan kepada sekretarisnya untuk membawakan cokelat hangat, mungkin sekretarisnya yang datang. Pikirnya.

Wanita itu masuk ke dalam. Melangkah dengan anggun dan meletakkan segelas cokelat hangat di meja Al.

"Ini Tuan, minumannya." Ucap wanita itu setelah menaruh gelas itu dimeja, yang akhirnya hanya dibalas deheman singkat oleh Al. Wanita itupun kesal karena Al tak kunjung melihat ke arahnya, hingga batas kesabarannya hilang dan sesuatu yang mengejutkan pun terjadi.

Gedubraaaakkkkkkkkk!!!!!

Al terkejut setengah mati. Suara itu, astagaaa.. Suara itu seperti sudah akan membuat jantung Al keluar dari tempatnya. Berani sekali orang ini, tidak tahukah dia siapa Al? Ohh.. Al harus mendamprat seseorang yang sudah berani memukul mejanya dengan keras, tidak. Tidak harus mendamprat, sepertinya Al harus mem-PHK orang ini karena sudah tidak sopan padanya.

"Kau---"

Al terpaku saat melihat wanita itu. Bukannya mendamprat, dia justru malah memanggil wanita itu dengan sebutan.....

"Sayang.."

Ternyata Yuki yang datang. Tadi sebelum masuk ke ruangan, Yuki melihat sekretaris Al berjalan membawa nampan berisi segelas cokelat hangat. Ketika Yuki bertanya untuk siapa cokelat hangat itu dibawa, wanita itu menjawab untuk Al. Yuki langsung mengambil nampan itu, dan membawanya masuk ke dalam ruangan Al. Ia berharap Al senang melihatnya atau mungkin terkejut karena kehadirannya, tetapi yang terjadi justru tidak seperti itu. Pemuda itu malah tidak melirik sedikitpun ke arahnya. Menyebalkan! Saat ini dihadapan Al, dia memanyunkan bibirnya sambil terus menghentak-hentakkan kakinya ke lantai karena kesal melihat pemuda itu. Tapi, Al? Ya ampun, pria itu malah terkekeh disana tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Hihihihi.. Owh, sini-sini sayang.."

***

Sang PramugariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang