Bab 40

174 19 0
                                    

***

Pukul delapan pagi di kediaman mewah milik Al Kohler. Suasana nampak sepi setelah satu jam yang lalu Stefan dan Natasha berangkat ke bandara untuk kembali ke Kalimantan. Al dan Yuki belum terlihat keluar dari dalam kamar. Hanya ada para pelayan yang nampak berlalu-lalang disana.

Iqbal berjalan menuruni tangga. Dia sudah nampak rapih karena akan ke kampus.

"Tuan muda, tolong sarapan dulu sebelum berangkat. Jangan sampai tidak sarapan, Tuan muda. Jika Tuan besar tau, dia bisa marah besar." Pelayan itu menegur Iqbal dengan sopan saat Iqbal berlalu melewati meja makan begitu saja, tanpa berniat duduk dan sarapan dulu disana.

"Bahkan jika saya mati pun, Papah enggak akan peduli, ngerti!"

Pelayan itu menunduk takut melihat tatapan tajam Iqbal sekaligus nada bicara Iqbal yang terdengar sangat begitu menakutkan. Melihat itu, Iqbal mengangkat bahunya, lalu berjalan keluar rumah untuk mengambil mobilnya didalam garasi.

"Apa-apaan ini?!!" Iqbal membanting pintu mobil, dan mendamprat seorang bodyguard yang kebetulan berada didekatnya. Iqbal seperti murka ketika melihat mobilnya mengeluarkan asap hitam yang mengepul saat dia menghidupkan mesin mobilnya.

"Maaf, Tuan muda. Tap---"

"Tapi apa?!" Iqbal memotong perkataan bodyguard itu. "Kalian itu kerja enggak ada yang becus tau nggak?! Mobil bermasalah kalian bisa enggak ngerti! Apa karena saya ini cuma anak asuh Papah Al, jadi kalian semena-mena dengan saya?!!"

"Bukan begitu, Tuan muda." Sang bodyguard itu bergumam dengan gugup. Takut pada tatapan tajam dari Iqbal yang menyorot tepat di kedua bola matanya. Dia hendak kembali melanjutkan perkataannya, namun ketika ada pesan singkat yang masuk mengurungkan niatnya. Bodyguard itu membaca pesan singkat yang masuk, lalu mendongak ke lantai dua. Ada seorang pria di atas sana.

"Dasar tidak sopan! Belum selesai bicara sama saya, kamu malah baca pesan masuk!"

Bodyguard itu hampir saja terlonjak mendengar nada bicara Iqbal yang tinggi. "Tuan muda, bawa milik mobil Tuan besar saja. Nanti biar saya bawa ke bengkel mobil milik Tuan muda."

"Sini-sini.!" Iqbal merampas kunci buggati milik Papah nya dari tangan bodyguard itu, kemudian masuk ke dalam mobil. Selang beberapa detik, mobil mahal seharga 24,5 Milyar milik sang Papah yang ia kendarai itu, melaju dengan angkuhnya disana.

Dari lantai dua, seorang pria menarik nafas panjang melihat kejadian tersebut. Pria itu adalah Al. Rupanya sejak tadi dia melihat dan mendengar apa saja yang diperbuat oleh putranya. Melihat Iqbal berada di halaman rumah bersama sang bodyguard, Al langsung mengaktifkan alat penyadap suaranya. Selain itu, pesan singkat yang berisi 'Jangan rusak mood nya, beri kunci buggati pada anakku!', rupanya Al juga yang mengirimkannya pada sang bodyguard, agar kemarahan Iqbal tidak berlarut-larut dan merusak suasana hati Iqbal.

Al takut jika Iqbal melaksanakan ancamannya tadi malam. Dia tidak bisa jauh-jauh dari putranya.

...

Pukul sepuluh pagi, masih di kediaman milik Al Kohler. Wanita itu terlihat berjalan menuruni tangga. Dia sudah rapih dan cantik dengan setelan kantornya. Istri Al Kohler itu melirik arloji di pergelangan tangan kirinya, lalu berdecak.

"Hmm, telat deh!" Dia sudah berada di halaman rumah, dan ternganga kagum ketika melihat motor idamannya terpampang disana. Sejak kapan motor ini ada dirumahnya? Kenapa suaminya yang menyebalkan itu tidak memberitahunya?

"Kenapa, Nyonya Yuki?" Salah satu bodyguard menghampiri Yuki. Pria itu sedikit mengerutkan kening melihat Yuki mengelus-elus motor mahal bewarna merah tersebut.

"Sejak kapan motor ini, ada disini? Kenapa tidak ada yang memberitahu saya?"

"Kemarin, Nyonya. Tuan muda yang memesan."

Yuki tersenyum. "Lalu, dimana sekarang anakku yang tampan itu?"

"Tuan muda sudah pergi ke kampus pukul delapan pagi tadi, Nya."

Yuki mengangguk-angguk mengerti. "Ya sudah, tolong keluarin mobil saya dari garasi."

Sang bodyguard menurut. Dia mengambil kunci mobil dari tangan Yuki, kemudian mengeluarkan mobil sport bewarna merah itu keluar dari garasi. Dalam hati, pria bertubuh kekar itu bertanya-tanya. Kenapa istri Tuan besarnya pergi ke kantor? Apakah Tuan besarnya itu sudah mengizinkan sang istri keluar rumah? Lantas jika di izinkan, kenapa Nyonya Yuki pergi ke kantor, setelah Tuan besarnya pergi dengan terlebih dahulu? Ah ya ampun, kenapa dirinya harus memikirkan urusan majikannya?

...

'Papah udah enggak sayang sama Iqbal. Papah udah enggak perhatian sama Iqbal. Papah udah mengacuhkan Iqbal. Papah udah enggak anggep Iqbal ada dirumah ini. Kalau emang seperti ini, Iqbal akan lanjut kuliah di Amerika aja! Iqbal bisa kok ngurus biaya hidup Iqbal sendiri tanpa Papah. Iqbal udah enggak ada gunanya disini. Papah berubah!'

Al memijat tulang hidungnya dengan gerakan ke atas dan ke bawah. Dia sedang berada di ruang kerja, duduk sendiri dibalik meja raksasanya. Kata-kata Iqbal tadi malam, membuat kepalanya makin pusing saja. Kenapa putranya bisa berpikiran seperti itu? Tak tahukah dia jika Al sangat menyayanginya dan selalu mengutamakan dirinya? Apa yang harus Al lakukan? Di satu sisi, ada istrinya yang sedang hamil dan membutuhkan perhatian, di sisi lain ada putranya yang terlihat tidak suka jika Al memperhatikan istrinya. Oh Tuhan, bukankah dulu Iqbal sendiri yang memilih Yuki untuk menjadi Mamahnya? Lantas kenapa jadi seperti ini?

"Huhh.." Al menarik nafas. Dia meraih ponselnya yang berada diatas meja, lalu menempelkan ke telinganya berniat menelfon seseorang.

"Hallo!" Suara dingin dan datar terdengar dari seberang sana. Membuat Al harus ekstra sabar menanggapinya.

"Lagi dimana, nak? Kenapa enggak sarapan dulu tadi dirumah?" Ternyata Al menelfon Iqbal, putranya.

"Mau Iqbal makan atau tidak, emang Papah peduli?"

Al menarik nafas panjang. Ya Tuhan kenapa anakku jadi keras kepala seperti ini? CEO tampan itu berdehem, sebelum kemudian kembali berbicara pada anaknya.

"Kok gitu sih, sayang? Kamu itu anak Papah, jelas Papah peduli."

"Udah dulu ya, Pah. Iqbal mau ngerjain tugas."

"Tap--"

Telefon terputus sebelum Al selesai berbicara. Penguasa Kohler Group's itu tampak memijat kepalanya yang rasanya semakin pusing saja.

...

Pukul delapan malam di kediaman mewah milik Al Kohler. Mobil Pajero Sport keluaran terbaru milik Al, sudah terparkir sejak pukul lima sore tadi dihalaman rumah, menandakan bahwa sang pemilik sudah pulang. Di sebelahnya, ada Buggati Veyron supersport yang dipakai Iqbal pagi tadi juga sudah terparkir sejak pukul enam sore dihalaman rumah, menandakan bahwa Iqbal sudah pulang dari kampus.

Al berjalan mondar-mandir, kesana dan kesini dengan tidak tenang. Semua orang didalam rumah kecuali Iqbal, sudah di damprat oleh Al habis-habisan karena telah membiarkan Yuki keluar dari rumah dan menyetir sendirian. Lihat akibat ulah ceroboh pekerja dirumahnya, hari sudah malam, tapi istrinya masih belum pulang juga. Ketika Al mencoba untuk menelfon, ternyata nomor Yuki juga sedang dalam keadaan tidak aktif. Kekhawatiran Al pun semakin bertambah. Dimana istrinya? Jika sedang ada urusan di kantor pasti jam segini sudah pulang kan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut berlalu-lalang di kepala Al. Sampai detik kemudian, ia mendengar deruman mobil yang membuatnya terkesiap.

"DARI MANA?!!!" Suara Al terdengar keras. Dia menatap tajam pada sosok wanita yang berdiri dihadapannya dengan kepala tertunduk. Al merasa marah sekaligus senang melihat sang istri pulang dengan keadaan selamat, sehat wal'afiat tanpa kekurangan apapun.

"A--aku da--dari kantor.." Dengan nada gugup Yuki menjawab tanpa berani menatap mata Al yang nampak menyala-nyala.

"KENAPA ENGGAK KASIH TAU AKU KALAU KAMU MAU KE KANTOR?! KENAPA KAMU NYETIR SENDIRIAN?!! KALAU TERJADI APA-APA GIMANA?!! INGET DI PERUT KAMU ITU ADA APA.!!!"

Tak tahan mendengar bentakan sang suami, Yuki mencampakkan tas jinjing sekaligus kunci mobil dihadapan Al, kemudian berlari ke kamar dengan terisak.

***

Sang PramugariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang