Pemakaman baru selesai 15 menit yang lalu. Larine masih membeku di samping makam suaminya meski semua pelayat sudah membaur dan sedang menikmati jamuan makan dari keluarga.
Tanpa ia sadari sepasang mata hijau zamrud terus menatapnya sejak tadi. Perlahan Larine berjongkok dan menyentuh gumpalan tanah basah itu. Air matanya kembali menetes.
Apa yang dipikirkan seorang perempuan yang ditinggal mati suaminya?
Itu yang ada di benak Frank sekarang. Ia hampir tidak bisa mengendalikan dirinya untuk tidak memeluk Larine. Untung saja ia segera sadar dan tergerak untuk meraih segelas cocktail dan menyesapnya perlahan.
"Halo Tuan Jansen, Anda ada di sini".
Sapa seseorang yang juga berjas seperti Frank. Ia seumuran dengan mertua Frank.
"Tentu saja. Ini adalah keluarga dan Anda harus datang".
Keduanya tertawa namun ekor mata Frank terus memperhatikan gerakan Larine. Perempuan itu sedang berjalan meninggalkan makam tapi ia tidak bergabung bersama tamu yang datang.
"Aku akan menyapa kerabat yang lain".
Pamit Frank dengan sopan. Ia segera memutar untuk melihat kemana Larine akan pergi. Dan langkahnya berakhir di dekat tangga. Ia pikir itu adalah area privasi Larine dan keluarganya.
Langkah kaki Frank membawanya ke pintu berwarna pink dengan taburan stiker bunga dan boneka pooh. Pintunya terbuka setengah jadi ia bisa melihat jelas di dalam sana, Larine tengah duduk di samping ranjang putrinya yang tidur lelap. Ia terisak.
Perasaan Frank sedikit sakit melihat momen ini. Perlahan ia memberanikan diri mengetuk.
Larine mengusap matanya cepat sebelum berbalik dan tersenyum.
"Apa kau baik-baik saja? ".
"Hai Frank, apa yang harus kukatakan?".
Frank tertawa kecil saat memikirkan kalimat Larine barusan. Ia merasa konyol. Mana bisa seseorang akan baik-baik saja ketika ia sedang menghadapi kehilangan orang yang dicintainya.
"Apa kau sudah makan?".
Kali ini entah mengapa Larine tertawa. Ia perlahan merapikan selimut putrinya lalu berjalan menghampiri Frank yang masih berdiri di pintu.
"Terima kasih untuk perhatianmu. Lupakan apa yang kau lihat sebelumnya. Kau tahu, aku hanya manusia normal bukan?".
Tanpa sadar mata Larine kembali basah. Ia menghapus air matanya cepat sambil berusaha tertawa. Frank refleks memeluknya erat.
"Aku...Aku hanya tidak tahu bagaimana melanjutkan hidup setelah ini. Aku hanya berdua dengan putriku dan aku tidak bisa berpikir apa-apa sekarang. Banyak hal begitu menyerangku sekarang".
Frank mengelus punggung Larine lembut. Kerongkongannya tercekat. Ini adalah jawaban jujur yang pernah ia dengar dari seseorang yang kehilangan patner hidup. Apalagi suami yang merupakan pencari nafkah dan mahkota kehormatan untuk istri dan anak.
"Segalanya akan baik-baik saja Lar. Percayalah padaku".
Kalimat ini hampir terdengar seperti bisikan karena Frank juga tidak yakin ucapannya ini bisa menguatkan Larine .
Larine menarik dirinya dari pelukan Frank dan ia berani menatap bola mata hijau milik pria itu.
"Benarkah?".
Frank mengangguk.
"Baiklah Frank. Aku tahu kau hanya ingin menghiburku tapi aku akan mencoba mempercayai itu. Terima kasih ".
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND HOME (TAMAT)
Romance"Aku menikahimu karena aku sangat menghormati ayahmu". Kalimat Frank Jensen membuat seluruh perasaan Elena Mayer membeku. Sungguh bukan itu yang ada di kepalanya selama 16 tahun menikah dengan suaminya. Pernikahan yang semula bahagia dan tentram tib...