Hari hampir gelap ketika Tuan Mayer dan Elena kembali ke mansion. Valdemar menyambut mereka di pintu utama dan membisikkan sesuatu di telinga Tuan Mayer. Seketika wajah orang tua itu pucat dan langkahnya hampir goyah.
"Ayah...".
Pekik Elena seraya meraih lengan ayahnya dan memcengkeramnya kuat. Valdemar ikut menahan tubuh Tuan Mayer. Mata Elena melotot tajam padanya. Kemudian memberi isyarat untuk membawa Tuan Mayer ke kamar.
"Panggilan dokter!".
Dengan langkah cepat kaki Valdemar menuju meja telepon yang tidak jauh dari sana dan membuat panggilan untuk dokter pribadi keluarga Mayer.
"Apa ayah baik-baik saja?".
Rasa cemas melingkupi seluruh perasaan Elena. Walau tidak menutup matanya tapi pandangan Tuan Mayer begitu sayu. Ia meraih telapak tangan Elena.
"Ayah baik-baik saja. Jangan cemas!".
Seharusnya Elena lega dengan kata-kata ayahnya tapi reaksinya saat ini bertolak belakang. Ia menggeleng bersama air mata yang kembali turun di kedua pipinya.
"Tidak. Ayah tidak baik-baik saja. Apa sesuatu tidak nyaman di tubuh ayah?".
"Jangan menangis. Hari ini ayah sangat senang. Ayah tidak suka melihat wajah cantikmu dipenuhi air mata".
"Kalau begitu ayah harus jujur padaku, apa yang ayah rasakan sekarang? Bagaimana aku tidak cemas, wajah ayah begitu pucat dan ayah bilang itu baik-baik saja? Jangan sembunyikan apapun dariku ayah. Aku putrimu, aku anakmu ".
Tuan Mayer membuang pandangan ke jendela. Rasanya sulit sekali untuk mengatakan apa yang ada di benaknya saat ini. Ia pun tak bisa menahan hatinya jika mengatakan apa yang dikatakan Valdemar padanya barusan.
"Menginaplah di sini. Hari sudah malam".
"Tentu saja. Aku akan ada di sisi ayah. Dokter akan datang untuk memeriksa ayah".
"Bisakah kau mengambil segelas air?".
Elena mengangguk lalu berjalan keluar menuju dapur. Matanya berharap ia bisa menemukan seorang pelayan untuk mengambil air.
Kesempatan ini langsung digunakan oleh Tuan Mayer untuk mengirim pesan pada Dokter dan mengatakan ia baik-baik saja. Tuan Mayer juga meminta dokter untuk tidak datang ke mansion.
Elena kembali dengan seorang pelayan perempuan yang berjalan di belakangnya sambil membawa baki berisi segelas air putih, segelas kopi dan toples kecil berisi camilan. Ia membantu ayahnya duduk untuk minum.
Kemudian ia menyeruput kopinya sambil mengunyah kue kecil di mulutnya untuk mengusir rasa cemas di dadanya.
"Kapan Frank dan Shawn pulang?".
Tanya Tuan Mayer tiba-tiba yang membuat Elena hampir tersedak. Ia menelan kopi di dalam mulutnya dengan cepat lalu menatap ayahnya.
"Besok".
Jawabnya ragu. Tapi ia berusaha dengan suaranya agar ayahnya percaya. Dalam hatinya Elena menyesal harus berbohong pada ayahnya.
"Apa komunikasi kalian lancar? Ayah hanya bertanya" .
"Tentu saja. Bahkan aku ingin meneleponnya sebentar lagi. Tapi setelah dokter datang".
"Kalau begitu pergi dan telepon suamimu. Jangan menundanya karena ayah".
Wajah Elena memerah. Dengan enggan ia mengambil tasnya dan menjauh ke jendela. Ia menghubungi Frank namun Frank tidak menjawab ponselnya. Kemudian ia menghubungi Theodor, hasilnya juga sama. Yang terakhir adalah nomor Shawn. Itu pun sama. Ia menarik napas dan menyimpan ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND HOME (TAMAT)
Romance"Aku menikahimu karena aku sangat menghormati ayahmu". Kalimat Frank Jensen membuat seluruh perasaan Elena Mayer membeku. Sungguh bukan itu yang ada di kepalanya selama 16 tahun menikah dengan suaminya. Pernikahan yang semula bahagia dan tentram tib...