61

2.4K 122 17
                                    

Semalaman Frank tidak tidur. Entah berapa banyak botol alkohol yang sudah berserakan di balkon. Ia terus meneguk alkohol setiap kali hatinya teriris. Tidak ada air mata karena sakit ini telah melewati kekuatannya.

Rasa rendah diri yang pernah menemaninya bertahun-tahun kembali singgah padahal ia sudah bertemu dokter spesialis dan hampir sembuh. Tidak ada yang tahu tentang sisi ini. Dan... ketakutan terbesar Frank dalam hidupnya adalah seluruh ucapan yang keluar dari mulut Elena beberapa jam lalu.

Ibarat aliran oksigen pada pasien kritis, Elena telah memutus selang yang ada di hidung Frank. Saat ini, Frank merasa dunianya kembali ke titik nol. Titik dimana ia hanyalah seorang bocah miskin, tanpa ayah dan ibu, yang selalu menatap di ujung jalan dan berharap seseorang datang dan mengakuinya sebagai kerabat ayah atau ibunya. Ia hanya menginginkan itu sepanjang umurnya.

Langit sudah putih yang menandakan pagi hari sudah datang. Frank berjalan sempoyongan dan masuk ke kamarnya lalu menjatuhkan dirinya di ranjang. Matanya sangat berat karena mengantuk jadi ia berniat tidur sebentar saja sebelum berangkat ke kantor.

Tapi ponselnya berdering dan ia menjawabnya. Itu dari Theodor.

"Aku ada di kamar".

Jawab Frank serak lalu ia menjatuhkan ponsel di samping. Bunyi langkah kaki mendekat dan Frank hanya bisa melihat dengan samar siluet tubuh Theodor.

"Apa kau minum?".

"Bangunkan aku setengah jam lagi".

Hanya itu dan Frank benar-benar tertidur. Theodor yang masih bingung melihat ke sekeliling dan mendapati pintu balkon yang setengah terbuka. Ia berjalan ke sana dan terkejut dengan tumpukan botol alkohol. Ia menoleh pada Frank dengan heran sebab sudah lama sekali Frank tidak minum sebanyak ini.

Biasanya Frank hanya minum di acara perusahaan atau perayaan keluarga. Tidak lebih dari satu gelas karena Frank selalu memperhatikan kesehatannya. Meski bimbang, Theodor mulai membersihkan semuanya dan juga mengepel lantai. Ia sengaja membuat sup daging untuk Frank.
Kemudian tak sengaja matanya melihat amplop coklat di sofa. Ia mengambilnya namun tidak membukanya.

Dari logo yang tertera ia tahu itu darimana. Jantungnya berdegup keras saat sebuah pikiran datang di benaknya.

Ini tidak boleh terjadi...

"Apa yang kau lakukan?".

Suara Frank membuat Theodor terkejut dan menatapnya.

"Tuan Jensen...".

"Aku tidak ingin membahasnya Theodor. Kau tidak perlu cemas, aku baik-baik saja".

Setelah mandi dan sarapan keduanya pergi ke kantor. Baru saja Frank duduk, Elena sudah muncul. Entah kenapa tiba-tiba ia keluar lagi dan empat orang pria berseragam sama masuk. Masing-masing membawa dus besar. Frank hanya memperhatikan melalui sudut matanya.

Rupanya keempat pria itu adalah suruhan Elena. Mereka bergegas membuat partisi yang menghalangi pandangan Frank pada Elena. Hal ini membuat rasa rendah diri Frank semakin dalam.

Apa kau sama sekali tidak ingin melihatku?

Tak lama kemudian Elena masuk dengan kacamata hitam. Ia tidak menatap Frank sama sekali. Ia langsung menuju ke meja kerjanya dan duduk.

Theodor datang dengan dua cangkir kopi. Ia meletakkan cangkir pertama di meja Elena. Lalu melangkah ke meja Frank.

Satu pesan masuk Di ponsel Frank.

Berikan dokumen itu pada Theodor...

Pesan ini dikirim oleh Elena. Frank menarik napas berat lalu menyeruput kopinya. Berkas itu ada di apartemen. Ia memilih untuk tidak membalas pesan Elena.

SECOND HOME (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang